tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengabulkan permohonan tersangka suap dan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso menjadi justice collaborator (JC). Pelaku yang mengajukan JC berarti bekerja sama dengan aparat untuk membongkar kasus.
Menurut Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, kal tentu akan memantau keseriusan Bowo dalam proses persidangan ke depan.
"Selama proses persidangan ini, KPK akan melihat keseriusan dan konsistensi terdakwa Bowo Sidik P. Karena sebelumnya Bowo Sidik mengajukan diri sebagai JC. Pengajuan JC dilakukan saat proses penyidikan," kata Febri kepada wartawan, Rabu (14/8/2019).
Ada beberapa indikator yang harus menjadi pertimbangan. Febri menekankan bahwa pertimbangan itu mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 4 tahun 2011 yang memang mengatur soal itu.
"Sehingga nanti akan dipertimbangkan beberapa hal, yaitu bukan pelaku utama, mengakui perbuatannya, membuka peran pelaku lain yang lebih besar, dan mengembalikan aset yang terkait," ujar dia.
Hari ini, Bowo didakwa menerima suap dan gratifikasi. Untuk masalah suap dia didakwa dengan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Sedangkan untuk gratifikasi, Bowo diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHPidana.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali