tirto.id - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang angkat bicara mengenai hilangnya nama sejumlah politikus yang diduga terlibat kasus korupsi e-KTP dalam dakwaan Setya Novanto. Saut menegaskan, nama-nama tersebut bukan berarti tidak dimasukkan, tetapi berdasarkan bukti yang ada.
"Proses penegakan hukum sesuai UU KPK dimulai apabila minimal ada dua bukti," kata Saut saat dihubungi Tirto, Rabu (13/12/2017).
Oleh sebab itu, KPK tidak memasukkan nama yang bersangkutan karena perlu mengonfirmasi sejumlah nama. Konfirmasi tersebut dikaitkan dengan fakta dan ketentuan perundang-undangan sebagai bukti.
"Jadi kalau ada nama-nama disebut perlu di-cross check bukti lain misalnya sejauh apa kebenaran sejalan dengan UU KPK dan UU Tipikor serta UU diterapkan sejalan dengan KUHAP," kata Saut.
Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) Setya Novanto, melalui kuasa hukumnya, mempermasalahkan kejanggalan dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Rabu (13/12/2017). Salah satu yang dikeluhkan adalah hilangnya nama sejumlah mantan anggota DPR yang hilang dalam dakwaan Novanto seperti Ganjar Pranowo dan Yasonna Laoly.
"Salah satu contoh fakta hilang, dalam perkara lain disebut sejumlah nama anggota DPR yang terima uang, tetapi di sini itu hilang. Salah satu diantaranya adalah nama Ganjar Pranowo, Yasonna Laoly juga, tapi di dakwaan ini kan tidak ada," kata kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Sebelumnya, nama Ganjar dan Yasonna ada pada dakwaan untuk terpidana di kasus e-KTP, Irwan dan Andi Narogong. Dua politisi PDI Perjuangan itu disebut menerima uang hasil korupsi proyek e-KTP.
Selain itu, Maqdir menanyakan pembagian keuntungan terhadap Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Dalam dakwaan Irman dan Andi, Gamawan disebut menerima uang sekitar USD4,5 juta dan Rp50 juta. Akan tetapi, dalam dakwaan Setnov, Gamawan disebut terima Rp50 juta, satu unit ruko di Grand Wijaya, dan sebidang tanah.
"Kan kasihan orang yang pada perkara-perkara lain dikatakan melakukan perbuatan pidana, kemudian tak pernah diperiksa, tiba-tiba (namanya) hilang dalam perkara lain. Ini kan semacam ada apa, tidak tahu saya apakah masuk ke kotak ajaib atau apa," katanya.
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Setya Novanto (Setnov) terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda sekitar Rp100 miliar atas perbuatannya.
Ancaman itu tertuang dalam surat dakwaan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) terhadap Setnov saat dibacakan di sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Rabu (14/12/2017). Ia didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri