tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia, Satrio Wibowo sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Perlindungan Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI). Pemeriksaan sudah dilakukan pada Selasa (28/5/2024).
"Selasa bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Jumat (31/5/2024).
Selain Satrio, penyidik juga memeriksa, Karyawan BUMN PT Rajawali Nusindo, Jodi Imam Prasojo, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri, Ahmad Taufik. Kemudian, dua karyawan PPM, Yuni Suhartanti, dan Susilo (Karyawan PT PPM) serta pihak swasta, Mohammad Kasif.
Lebih lanjut, Ali menuturkan, para saksi kooperatif saat diperiksa terkait dugaan sebaran serta aliran uang dari para tersangka dalam perkara tersebut.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan sebaran dan aliran uang dari para tersangka dalam perkara ini ke berbagai pihak," tutur Ali Fikri.
Sebelumnya, Penyidik KPK telah memeriksa Satrio sebagai tersangka pada Jumat (19/4/2024) lalu. PT Energi Kita Indonesia terpilih sebagai pemasok APD di Kemenkes RI. Satrio merasa kecewa karena saat perusahaannya dipilih sebagai pemasok APD, pihak KPK turut hadir dan tidak menyampaikan adanya potensi korupsi pada pengadaan APD tersebut.
Perusahaan Satrio sempat mundur dari tawaran menjadi pemasok APD karena diminta harga yang lebih murah. Namun, pihaknya dipanggil lagi karna dalam keadaan mendesak.
Satrio dijerat dengan pasal memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Mengenai harga APD, sebagai pengusaha Satrio merasa dirinya harus mendapatkan untung.
KPK juga membenarkan kehadirannya saat pemasokan APD dari PT Energi Kita Indonesia. KPK tegas jika ada tindakan yang melawan hukum maka hak tersebut adalah persoalan lain.
Nilai proyek kasus pemasokan APD ini mencapai Rp 3,03 triliun untuk pengadaan 5 juta set APD. Kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 625 miliar.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Intan Umbari Prihatin