Menuju konten utama

KPK Kritisi Peran Pengawas Internal di BUMN: "Tak Punya Taring"

KPK menyebutkan, BUMN menjadi salah satu wilayah rawan korupsi, salah satunya karena minimnya pencegahan dari pengawas internal atau inspektorat.

KPK Kritisi Peran Pengawas Internal di BUMN:
Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan pengarahan dalam Seminar Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN di kantor KPK, Jakarta, Kamis (9/5/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi salah satu wilayah rawan korupsi. Salah satu penyebabnya ialah minimnya pencegahan dari pengawas internal atau inspektorat.

"Kenapa inspektorat kabupaten, provinsi bahkan, kementerian dan lembaga itu tidak mempunyai semacam taring atau gigi untuk melakukan perubahan?" kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam sambutannya di acara Auditor's Talk "Bersama Menciptakan BUMN bersih Melalui SPI Yang Tangguh dan Terpercaya" di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).

Dalam acara ini turut hadir Menteri BUMN Rini Sumarno dan sejumlah direktur utama BUMN.

Agus menilai, umumnya pengawas internal kerap dianaktirikan. Misalnya, personelnya sedikit dan kerap kali merupakan pegawai "buangan".

Selain itu, pengawas internal tidak memiliki kewenangan yang dalam, dan tidak didukung dengan anggaran yang memadai.

Lebih spesifik, Agus mengatakan pengawas internal di BUMN pun posisinya berada di bawah direktur utama. Hal ini tentu akan menyulitkan dalam melakukan pengawas internal karena ada potensi konflik kepentingan.

Selain itu, meskipun dewan komisaris BUMN memiliki komite auditor, demikian pun Kementerian BUMN juga memiliki inspektorat. Tetapi, dua lembaga ini tidak bisa masuk ke internal BUMN.

"Karena dianggap mereka [BUMN] sudah harus mandiri, inspektoratnya [Kemen BUMN] juga tidak bisa masuk ke BUMN," ujar Agus.

Karenanya, Agus meminta agar ke depan ada perbaikan pengawas internal di BUMN. Menurutnya, pengawas internal harus diisi orang-orang yang memang kompeten, diberi kewenangan yang dalam, serta diberi dukungan sumber daya yang mumpuni.

Selain itu, posisi pengawas internal harus diubah ke bawah kewenangan komisaris atau bahkan Kementerian BUMN. Tapi Agus mengakui, dua pilihan itu juga mengandung risiko.

"Itu yang kemudian harus kita pikirkan," ucap Agus.

KPK memang cukup sering menangani perkara yang berkaitan dengan BUMN. Sebelumnya KPK membongkar kasus dugaan suap terkait transportasi pupuk yang berasal dari salah satu BUMN yakni PT Pupuk Indonesia.

Lembaga anti rasuah itu juga tengah menangani dugaan suap dalam pengadaan barang dan jasa di Krakatau Steel. Selain itu, KPK juga telah menjerat Direktur Jasindo Budi Tjahjono dalam dugaan korupsi pembayaran fee agent.

Baca juga artikel terkait BUMN atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno