Menuju konten utama

KPK, KPU, Kementerian PUPR dan Kemenpora Gagal Dapat Opini WTP BPK

Lima kementerian/lembaga yakni KPK, KPU, PUPR dan Kemenpora gagal mendapatkan opini WTP 2018, dan hanya mendapatkan WDP.

KPK, KPU, Kementerian PUPR dan Kemenpora Gagal Dapat Opini WTP BPK
Gedung BPK RI. FOTO/Antaranews

tirto.id - Lima kementerian/lembaga (K/L) gagal mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Rinciannya, 4 K/L mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan 1 lainnya tidak mendapatkan opini atau disclaimer dari BPK.

Kepala BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyebutkan, K/L yang laporan keuangannya (LKKL) mendapat opini WDP adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Sementara yang tak mendapat opini atau disclaimer adalah Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.

"Permasalahan di K/L yang tidak WTP 2018, yakni 5 LKKL meliputi permasalahan kas dan setara kas belanja dibayarkan di muka, belanja barang, belanja modal, persediaan aset tetap, kontruksi dalam pengerjaan dan aset tak berwujud," ujarnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).

Meski demikian, BPK tetap memberikan opini WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2018. Sebab, di luar 5 K/L tersebut, 81 LKKL dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) mendapat opini WTP.

"Permasalahan LKKL tersebut tidak berdampak material terhadap Standard akuntansi pemerintahan," ujar Moermahadi.

Moermahadi mengungkapkan, permasalahan di kementerian/lembaga yang tidak mendapatkan opini WTP tersebut meliputi enam hal, yakni kas dan setara kas belanja yang dibayarkan di muka, belanja barang, belanja modal, persediaan aset tetap, kontruksi dalam pengerjaan, serta aset tak berwujud.

"Untuk itu kami perlu menyampaikan hasil pemeriksaan sistem pengendalian intern dan pengendalian kepatuhan ke depan," jelasnya.

Moermahadi pun menyebutkan hasil pemeriksaan tersebut, antara lain:

1. Pelaporan atas kebijakan pemerintah yang menimbulkan dampak terhadap pos-pos laporan realisasi anggaran dan atau neraca, serta kelebihan dan atau kekurangan pendapat bagi BUMN, belum ditetapkan standar akuntansi-nya.

2. Dasar hukum metode perhitungan dan mekanisme penyelesaian kompensasi atas 4 kebijakan penetapan tarif tenaga listrik dan non-subsidi belum ditetapkan.

3. Pencatatan rekonsiliasi dan monitoring evaluasi aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dan perjanjian kerja sama atau karya perusahaan pertambangan batu bara belum memadai.

4. Skema pengalokasian anggaran dan alokasi pengadaan tanah proyek strategis nasional belum didukung standar dan kebijakan akuntansi yang lengkap.

5. Data sumber penghitungan alokasi dan alokasi formula pada pengalokasian dana desa 2018 yang belum andal.

6. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2018 sebesar Rp15,51 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tidak didukung dengan dokumen sumber yang memadai.

7. Adanya kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan dalam penatausahaan dan pencatatan kas setara kas, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), belanja, piutang, persediaan aset tetap dan utang terutama pada kementerian negara dan lembaga.

Baca juga artikel terkait BPK RI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno