tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Nindya Karya (Persero) tahun 2011, yakni I Gusti Ngurah Putra, pada Jumat (29/6/2018).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan penyidik lembaganya memutuskan untuk menjadwalkan ulang pemeriksaan I Gusti Ngurah Putra pada pekan depan.
"Pemeriksaan akan dilakukan pada Selasa (3/7/2018)," kata Febri di Jakarta, pada Jumat (29/6/2018).
Untuk saksi lain, Jamaludin Ahmad selaku Komisaris Utama PT Tuah Sejati dan Komisaris PT Tuah Sejati Rahmat Luthfi memenuhi panggilan penyidik pada hari ini.
Pemeriksaan itu terkait dengan proses penyidikan kasus korupsi proyek Dermaga Sabang dengan tersangka 2 korporasi, yakni PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati.
Febri menerangkan, KPK sedang mendalami materi tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) di internal perusahaan, hubungan kerja, dan hubungan lain dalam pelaksanaan proyek Dermaga Sabang.
"Selain itu, KPK juga mengkonfirmasi terkait dengan pengetahuan para saksi terkait dengan proyek ini," kata Febri.
Pada pekan ini, KPK tercatat secara berantai memeriksa mantan komisaris maupun direksi Nindya Karya dan Tuah Sejati.
Misalnya, KPK telah memeriksa mantan Komisaris Utama PT Nindya Karya Roestam Sjarief, pada Senin (25/6/2018). Di hari yang sama, KPK memeriksa Sumyana Sukandar dan Usman Basjah, dua komisaris yang aktif bersama Roestam di tahun 2007. Mereka diperiksa untuk tersangka Nindya Karya.
Keesokan harinya (26/6/2018), KPK memeriksa mantan Dirut PT Nindya Karya tahun 2007 Robert Mulyono Santoso dalam kasus yang sama. Di hari itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan mantan Direktur Nindya Karya tahun 2007 Sugeng Santosa dan eks Komisaris Nindya Karya tahun 2009. KPK juga memeriksa Direktur Tuah Sejati Azlim di hari Selasa itu.
Pada Kamis kemarin (28/6/2018), KPK tercatat memanggil 3 mantan Direktur Nindya Karya. Mereka ialah Edy Sularso selaku Mantan Direktur Keuangan PT Nindya Karya, Erijanto selaku mantan Direktur Operasi I Nindya Karya dan Supriyanto selaku mantan Direktur Operasi II Nindya Karya.
Sebagai catatan, KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka korupsi pada 13 April 2018. Dua korporasi itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.
Dua korporasi itu ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pengembangan perkara Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam Heru Sulaksono. Heru yang juga kuasa Nindya Sejati Joint Operation telah divonis bersalah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau korporasi terkait pengerjaan proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan Sabang yang dibiayai APBN TA 2006-2011.
KPK menduga ada potensi kerugian negara mencapai Rp313 miliar dalam pengerjaan proyek di Nangroe Aceh Darussalam tersebut. Proyek itu tercatat dibiayai dengan skema anggaran multiyears dari APBN 2006-2011 dengan nilai total anggaran Rp793 miliar.
KPK menduga, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati menerima keuntungan dari korupsi mencapai Rp 94,58 miliar. Rinciannya, PT Nindya Karya diduga mendapat keuntungan sebesar Rp44,68 miliar. Sementara PT Tuah Sejati diduga memperoleh uang sebesar Rp49,9 miliar.
KPK telah melakukan pemblokiran rekening PT Nindya Karya pasca penetapan BUMN itu sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga melakukan penyitaan dua aset PT Tuah Sejati yakni SPBU dan SPBN untuk nelayan senilai Rp12 miliar. KPK juga terus melakukan penelusuran aset PT Tuah Sejati.
KPK pun menyangkakan PT Tuah Sejati dan PT Nindya Karya melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom