tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan upaya Fredrich Yunadi untuk melakukan pemesanan ruang VIP satu lantai di RS Medika Permata Hijau sebelum Setya Novanto dirawat di rumah sakit tersebut.
"Sebelum SN (Setya Novanto) dirawat di RS, diduga FY (Fredrich Yunadi) telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak RS. Didapat juga informasi salah satu dokter di RS mendapatkan telepon dari seorang yang diduga sebagai pengacara SN bahwa SN akan dirawat di RS sekitar pukul 21.00. (FY) yang meminta kamar perawatan VIP yang rencana akan dibooking satu lantai padahal saat itu belum diketahui SN akan dirawat karena sakit apa,” jelas Wakil ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Saat ditanya apakah ada lobi khusus yang dilakukan Fredrich kepada Bimanesh selaku dokter di RS Permata Hijau, Basaria mengatakan hal itu masih berusaha dikonfirmasi oleh penyidik KPK.
Terkait mengenai keterlibatan manajemen RS Medika Permata Hijau, Basaria Pandjaitan tidak menjawab rinci mengenai hal itu. Ia hanya memastikan upaya Fredrich mem-booking satu lantai RS sebelum Setnov dirawat itu adalah hasil pengumpulan informasi penyidik.
"Kalau bookingan satu lantai ini informasi yang diterima oleh penyidik. Memang begitu adanya," tutur Basaria.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah pun belum bisa menjawab kemungkinan ada "upeti" yang diserahkan Fredrich dalam berusaha mem-booking satu lantai untuk Novanto. Ia mengatakan, KPK baru memastikan adanya pertemuan untuk berusaha memesan kamar lewat rekaman CCTV yang disita KPK dari RS Medika Permata Hijau.
"Bahwa sebelum peristiwa itu terjadi menjelang malam, sudah ada pihak-pihak tertentu yang teridentifikasi oleh tim datang ke rumah sakit dan bahkan berkoordinasi untuk memesan kamar. Tentu itu yang kami klarifikasi bolak-balik," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Febri kembali menegaskan, informasi yang disampaikan tentu dalam proses penyidikan kemarin didapatkan bahwa ada upaya untuk melakukan booking satu lantai RS tersebut. Akan tetapi, KPK belum mendapati besaran uang yang diduga sebagai sarana mereservasi satu lantai rumah sakit.
KPK pun belum memperoleh motif pasti Bimanesh ikut serta membantu Fredrich dengan membuat catatan rekaman medis fiktif. Mereka masih melakukan pendalaman pasca memeriksa 35 saksi dan ahli sebelum penetapan tersangka."Penyidikan ini kan baru dimulai. Itu sesuatu yang tentu akan didalami," kata Febri.
KPK resmi mengumumkan mantan pengacara Novanto, Fredrich Yunadi dan dokter yang menangani di RS Medika Permata Hijau, dr Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka dalam upaya merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP. KPK pun meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan kasus itu setelah menemukan bukti permulaan yang cukup.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara tersebut sejalan dengan penetapan dua orang sebagai tersangka yaitu FY kemudian yang satu lagi kepada BST," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Penetapan tersangka telah dilakukan berdasarkan pemeriksaan terhadap 35 saksi dan ahli. Dalam penyidikan, ditemukan indikasi kerja sama kedua tersangka membantu Novanto untuk menghindari penyidik KPK.
Penetapan tersangka mengacu kepada proses saat KPK memeriksa SN, Rabu (15/1/2018). Saat itu, KPK diperiksa sebagai tersangka korupsi e-KTP. Setelah mangkir, penyidik mendatangi kediaman Novanto di Jalan Wijaya 13. Mereka mendatangi dengan membawa surat perintah penangkapan dan surat penggeledahan. Namun, setelah penggeledahan hingga pukul 02.50 WIB, Kamis (16/1/2018), mereka tidak menemukan Novanto.
Kemudian, KPK mendapat kabar Novanto kecelakaan. Dalam penyidikan penelusuran kecelakaan Novanto, KPK pun mendapat informasi bahwa SN tidak dibawa ke IGD tetapi Novanto dibawa ke ruang rawat VVIP. Dalam penempatan Novanto, ditemukan indikasi lobi antara Fredrich dengan Bimanesh. "Sebelum SN dirawat di RS, diduga FY telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak RS," kata Basaria.
Akibat tindakan Fredrich dan Bimanesh, KPK menyangkakan keduanya melanggar pasal 21 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1. KPK pun sudah mengirimkan sprindik kepada para tersangka pada 9 januari 2018. Selain itu, KPK mencegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan per 8 Desember 2017.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri