Menuju konten utama

KPK Bekukan Rekening Wali Kota Madiun Diduga Terkait TPPU

KPK membekukan tiga rekening pribadi milik Bambang Irianto, tersangka korupsi pembangunan Pasar Besar di Madiun tahun 2009-2012 yang disinyalir terkait dengan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).

KPK Bekukan Rekening Wali Kota Madiun Diduga Terkait TPPU
Wali Kota nonaktif Madiun Bambang Irianto masuk ke dalam kendaraan tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/2). Bambang Irianto diperiksa sebagai tersangka untuk kasus pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun anggaran 2009-2012. ANTARA FOTO/Reno Esnir/kye/17.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membekukan tiga rekening pribadi milik Bambang Irianto, tersangka korupsi pembangunan Pasar Besar di Madiun tahun 2009-2012 yang disinyalir terkait dengan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Penemuan kita pada data-data transaksi elektronik dulu. Seperti rekening bank. Sudah ada tiga rekening bank yang kami bekukan. Kemungkinan masih ada rekening bank lain milik anak atau keluarga lainnya," jelas Kepala Biro Humas dan Komunikasi Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Madya, Jakarta Selatan, Selasa (22/02/2017).

Tiga rekening tabungan yang dibekukan ini berada di BTPN, Bank Jatim, dan BTN. Ketiga rekening atas nama Bambang dan istrinya telah diblokir oleh penyidik. KPK juga mencurigai kemungkinan TPPU senilai Rp 50 miliar ini disembunyikan di rekening bank milik anaknya atau keluarganya yang lain.

Aset lain yang didapatkan oleh penyidik KPK di perkara ini adalah empat mobil mewah milik Bupati (non aktif) Madiun. Mengenai mekanisme mendapatkan aliran dana dari tppu yang dimaksud, Febri pun menjelaskan detailnya.

"Kapan jangka waktu yang bersangkutan menjabat. Kemudian kita lihat indikasinya tersebut dari penerimaan-penerimaan pengusaha ataupun SKPD-SKPD. Hal itulah yang kemudian kita duga sebagai indikasi tindak pidana pencucian uang" jelas Febri.

Febri juga memastikan tuduhan TPPU dalam kasus ini sudah kuat karena KPK sudah melakukan pembuktian terbalik. “Dimana, memposisikan dari gaji Bupati, apakah mungkin bisa membeli barang mewah dan nilai rekening yang cukup besar,” tambahnya.

Untuk tindakan lain yang akan ditelusuri KPK adalah kepemilikan harta lainnya. Berupa, emas, deposito tabungan, rumah, sawah lain yang mungkin diatasnamakan orang lain padahal harta tersebut adalah milik Bambang.

Salah satu aset korupsi yang disinyalir milik Bambang atas nama anaknya itu ialah POM Bensin. Namun KPK tak bisa memastikan mengenai kepemilikan resmi pom bensin tersebut.

"Belum bisa memastikan itu punya siapa. Dari kami memang sudah ada informasi mengenai itu. Tapi belum jelas apakah itu milik istrinya atau anaknya," kata Febri.

Bambang Irianto Dijerat Pasal Berlapis

Dalam perkara ini, Bambang dijerat dengan pelanggaran Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda senilai Rp 10 miliar. Pasalnya, Bambang Irianto sudah dengan sengaja melakukan tindakan pencucian uang disebar di beberapa aset baik rekening, maupun aset benda tak bergerak.

Selain perkara TPPU, KPK juga menjerat Bambang dengan tuduhan turut serta dalam proyek pengadaan atau gratifikasi pada pembangunan Pasar Besar Madiun Tahun 2009-2012. Dalam kasus ini, pasal yang dilanggar adalah Pasal 12 huruf i atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Perkara lainnya yang dilanggar adalah tindak pidana korupsi, yaitu penyalahgunaan wewenang atas penerimaan gratifikasi berhubungan dengan jabatan yang didaulat kepadanya. Bambang Irianto sendiri adalah pejabat petaha Madiun dalam periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Di kasus tersebut, Bambang Irianto disangkakan melanggar Pasal 12 B tentang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Bambang Iriawan yang dijerat oleh pasal berlapis tersebut, menurut pakar Hukum Pidana Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Agustinus Pohan, hukum yang tepat agar jera tidak melakukan korupsi lagi adalah dengan pemiskinan.

"Jaksa KPK sudah melakukan tindakan mencabut hak berpolitiknya. Sudah, di kasus Irman sudah, di Akil Mochtar sudah. Tapi enggak membuat paranoid. Jadi memberantasnya harus dimiskinkan," jelas Agustinus Pohan di Hotel Le Meridein, Jakarta.

Agustinus menilai jika segala upaya banyak pihak untuk meredam budaya korupsi Kepala daerah maupun pejabat lainnya sudah dilakukan. Ia menyebut jika Presiden telah menaikkan gaji hakim, misalnya Hakim MK sebanyak Rp 72,8 juta namun tetap tergoda menerima suap. Untuk PNS sudah ada renumerasi tapi banyak Dirjen kesandung korupsi. Begitupun dengan jebatan lainnya yang dinilai rentan korupsi.

"Kalau di perkara ini kan berlapis pasalnya. Dilihat dulu korupsinya seberapa kalo tamak ya harus ada pemiskinan dan dicabut hak politiknya. Itu pasti akan membuat jera," jelas Agustinus Pohan.

Baca juga artikel terkait KORUPSI WALIKOTA MADIUN atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri