Menuju konten utama

KPK Apresiasi Pengadilan Soal Vonis Nur Alam

“Hakim mempertimbangkan rasa keadilan sehingga menambah masa hukuman, selanjutnya keterangan ahli juga dipertimbangkan hakim,” kata Febri.

KPK Apresiasi Pengadilan Soal Vonis Nur Alam
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan pihaknya mengapresiasi pengadilan terkait putusan banding kasus korupsi yang dilakukan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

“Hakim mempertimbangkan rasa keadilan sehingga menambah masa hukuman, selanjutnya keterangan ahli juga dipertimbangkan hakim,” jelas dia di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/7/2018).

Hingga saat ini KPK belum mendapatkan salinan lengkap putusan tersebut. Namun, ekstrak vonis dan kutipan pengadilan di tingkat banding sudah diterima oleh lembaga antirasuah tersebut.

Selain itu, lanjut dia, hakim melakukan langkah yang tepat dengan menimbang kesaksian ahli yaitu Basuki Wasis sebelum memvonis Nur Alam.

Selain itu, Febri menambahkan saat ini pihaknya mengajukan diri menjadi pihak ketiga sebagai pendamping kasus gugatan perdata yang dialami oleh Basuki.

Basuki merupakan saksi ahli yang menghitung adanya kerugian negara sebesar Rp2,7 triliun akibat kegiatan pertambangan nikel yang dilakukan PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Buton, Sulawesi Tenggara.

Lantas Pengajar Fakultas Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu digugat perdata oleh Nur Alam karena pernyataannya.

Awalnya Basuki ditunjuk sebagai saksi ahli dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena ada surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada dekan Fakultas Kehutanan IPB. Lantas pihak kampus mengutusnya sebagai penghitung kerugian lingkungan hidup oleh Nur Alam.

Sedangkan Nur Alam merupakan tervonis kasus pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Ia divonis oleh hakim 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan penjara karena terbukti memperkaya PT AHB senilai Rp1,5 triliun dari pemberian izin tersebut.

Hakim juga memberikan vonis tambahan berupa uang pengganti Rp2,7 miliar dan mencabut hak politik selama lima tahun seusai menjalani hukuman.

Baca juga artikel terkait OTT KPK SULTRA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Yantina Debora