Menuju konten utama

Dua Ahli IPB Digugat & Lemahnya Perlindungan dalam Sistem Peradilan

Kedua ahli berikan keterangan lantaran menjadi saksi yang diatur UU. Namun, ada celah hukum yang bisa dimanfaatkan penggugat terhadap ahli.

Dua Ahli IPB Digugat & Lemahnya Perlindungan dalam Sistem Peradilan
Terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sulawesi Tenggara, Nur Alam menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Rabu (28/3/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) menggugat Profesor dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo sebesar Rp 510 miliar. Kasus Bambang yang digugat karena keterangannya sebagai ahli dalam persidangan itu bisa berbuntut panjang terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia.

Penilaian ini disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili Pintauli Siregar, Jumat (12/10/2018). Lili mengatakan, gugatan terhadap Bambang bisa berpengaruh kepada kasus lainnya di Indonesia dan setiap orang nantinya mengajukan gugatan perdata terhadap ahli dalam persidangan.

“Kalau gugatannya dikabulkan, bagaimana dengan kasus-kasus sebelumnya yang menghadirkan ahli tersebut [Bambang misalnya] sebagai saksi? Ini kan harus dilihat apakah pertimbangan saksi ahli itu dipakai di persidangan sebelumnya,” kata Lili kepada Tirto.

Kasus gugatan terhadap Bambang bukan satu-satunya. Kasus serupa juga menimpa Basuki Wasis yang juga dosen IPB. Ia digugat Nur Alam--mantan Gubernur Sulawesi Tenggara sekaligus terdakwa kasus korupsi yang sedang ajukan kasasi--sebesar Rp3,51 triliun lantaran menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus yang menyeret Nur Alam.

Kasus terhadap Basuki juga sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Cibinong dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendampingi Basuki.

Menurut Lili, kedua gugatan itu tidak mempunyai dasar hukum yang kuat. Lili merujuk kepada Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Dalam aturan Pasal 10 disebut : “Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik”

Pasal tersebut, kata Lili, menjadi dasar yang kuat untuk melindungi saksi. Meskipun begitu dalam aturan tersebut tidak dituliskan “saksi ahli/ahli” sehingga menjadi celah bagi pihak tertentu untuk menggugat saksi ahli. Terkadang masih terdapat beberapa pihak yang mengadukan saksi karena dianggap memberikan keterangan palsu atau “tidak dengan iktikad baik.”

“Makanya pengajuan gugatan perdata ini terbilang baru. Kalau dulu kami pernah temui digugat pidana itu, kami sodorkan aturan ini, itu gugur,” kata Lili.

Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga punya penilaian serupa. Ia bilang, gugatan terhadap dua saksi ahli itu bukan hal baru. Fickar menganggap gugatan itu sebagai usaha berlebihan.

“Apakah ini terobosan hukum? Bukan, ini jelas penghinaan terhadap akal sehat,” kata Fickar kepada Tirto.

Fickar menjelaskan keterangan ahli dalam suatu perkara hukum tidak jadi acuan utama yang menentukan menang atau kalahnya seorang terdakwa dalam persidangan. Ahli, menurut Abdul, tidak berbeda dengan seorang konsultan yang pertimbangannya bisa dipakai, tapi juga bisa diabaikan oleh majelis hakim jika dianggap tidak relevan.

“Gugatan atau tuntutan kepada seorang ahli akan menjadi preseden buruk bagi dunia peradilan, karena sedikit banyak akan berpengaruh pada keberanian seorang ahli membantu memperjelas jalannya peradilan agar tidak terjebak menjadi peradilan sesat,” kata Fickar.

Infografik CI Kebakaran Hutan di Indonesia

Tidak Dapat Berbuat Banyak

Lembaga antirasuah KPK hanya bisa pasrah ketika saksi ahlinya, Basuki, digugat terdakwa korupsi Nur Alam. KPK akan memberikan pendampingan hukum secara maksimal, tetapi soal gugatan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief, gugatan berhak diajukan kepada siapa saja. Dasarnya, terdakwa merasa tidak mendapatkan keadilan dari keterangan saksi ahli. Untuk mencari keadilan tersebut, Syarif merasa penentuan di pengadilan sudah tepat.

“Nanti soal benar atau tidaknya pernyataan saksi ahli tersebut sesuai dengan kapasitasnya atau tidak, biar pengadilan yang menentukan karena majelis hakim punya pertimbangan sendiri,” kata Syarif kepada Tirto.

Laode mengatakan, ahli yang didatangkan KPK sudah sesuai keahliannya dan keterangannya relevan dengan kasus yang sedang disidangkan. Ia berjanji memberikan perlindungan maksimal dalam pendampingan hukum kepada saksi ahli yang digugat terdakwa karena KPK bertanggung jawab penuh lantaran mereka yang meminta saksi ahli memberikan keterangannya.

“Tapi kami tidak akan menggunakan koneksi kami atau apa pun itu untuk mempengaruhi hakim. Maksudnya berusaha semampunya adalah kami mengawal penuh klien kami diberikan pendampingan hukum,” ucapnya lagi.

Juru bicara Mahkamah Agung (MA) sekaligus Hakim Agung Suhadi berpandangan sama seperti Syarif. Baginya gugatan seseorang tidak bisa dicegah. Nantinya majelis hakim yang akan memutus salah atau tidaknya keterangan ahli dalam persidangan.

“Ya kalau memang dia tidak bisa dipidana, biar nanti majelis hakim yang memutuskan,” kata Suhadi kepada Tirto.

Suhadi menegaskan Mahkamah Agung tidak bisa ikut campur dalam proses peradilan tersebut. “Pejabat pengadilan saja digugat orang padahal sudah jelas pejabat peradilan tidak bisa digugat pidana atau perdata,” ujar Suhadi

Jika memang tidak ada dasar untuk mempidanakan ahli, Suhadi berharap aturan hukum itu diberitahukan kepada majelis agar bisa memutus sebaik-baiknya.“Misal saksi ahli datang ke situ memang memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya ya dia dilindungi hukum dong.”

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI GUBERNUR SULTRA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih