tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi atas putusan banding vonis terdakwa korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong. KPK mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) setelah pengusaha itu juga menempuh upaya hukum yang sama.
"KPK per 17 April 2018 lalu telah mendaftarkan Kasasi terhadap putusan pengadilan tinggi DKI," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, pada Selasa (8/5/2018).
Febri menerangkan KPK mengajukan kasasi agar permohonan menjadi Justice Collaborator (JC) dari Andi Narogong, yang sempat diterima oleh Komisi dan disetujui hakim pengadilan tingkat pertama, juga dipertimbangkan oleh MA.
Poin lain dari kasasi tersebut adalah meminta MA mempertimbangkan lagi putusan banding yang memperberat hukuman Andi Narogong menjadi 11 tahun.
Jaksa KPK semula hanya menuntut Andi dengan hukuman 8 tahun dan kemudian dikabulkan oleh hakim di pengadilan tingkat pertama. Andi juga menerima hukuman denda Rp1 miliar. Majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta juga menyetujui pemberian status JC kepada Andi.
Pengajuan banding dari KPK atas putusan vonis untuk Andi Narogong sebenarnya berfokus pada penerapan hukum, terutama terkait keterlibatan pihak-pihak lain di kasus korupsi e-KTP. Soal vonis di pengadilan tingkat pertama, KPK tidak mempermasalahkannya.
Namun, Pengadilan Tinggi Jakarta justru memperberat hukuman bagi Andi menjadi 11 tahun dan dikenai denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Putusan banding itu juga mencabut status Andi sebagai JC sekaligus mengenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti 2,5 juta dolar AS dan Rp 1,186 Miliar. Uang pengganti ini dikurangi 350 ribu dolar AS yang sudah dikembalikan ke KPK.
Menurut Febri, KPK menilai keterangan Andi Narogong selama ini memberikan bantuan signifikan dalam upaya pembuktian korupsi e-KTP, termasuk mengenai aliran dana rasuah ke Setya Novanto.
"Apalagi dalam kasus-kasus korupsi yang kompleks dan bersifat transnasional, peran JC untuk mengungkap skandal-skandal besar yang melibatkan aktor kelas atas sangatlah penting," kata Febri.
"Konsepsi ini tidak hanya diakui di hukum nasional kita di Indonesia, sejumlah konvensi internasional juga menganut prinsip tersebut," dia menambahkan.
Pertimbangan KPK lainnya dalam mengajukan kasasi tersebut adalah terkait dengan penggunaan Pasal 2 UU Tipikor oleh hakim Pengadilan Tinggi Jakarta. KPK menilai pasal yang tepat dijatuhkan kepada Andi adalah Pasal 3. Sebab, putusan vonis untuk Irman, Sugiharto dan Setya Novanto, yang telah berstatus inkracht, menyatakan ketiganya terbukti melanggar pasal 3 UU Tipikor.
"Sehingga, KPK berharap putusan MA nantinya benar-benar sesuai dengan rasa keadilan, baik terhadap masyarakat ataupun dalam posisi terdakwa sebagai JC," kata Febri.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom