Menuju konten utama
Kasus Kematian Debora

KPAI Minta Sistem Jaminan & Pelayanan Kesehatan Dievaluasi

Bayi berusia empat bulan, Tiara Debora meninggal di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat karena diduga telat mendapat penanganan dari pihak RS.

KPAI Minta Sistem Jaminan & Pelayanan Kesehatan Dievaluasi
Ilustrasi KPAI, Asrorun Niam (kedua kiri) bersama Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto (kiri), Perwakilan Kementerian Sosial, Puji Astuti (kedua kanan), dan Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia, Reza Indragiri Amriel (kanan). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto menilai bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2013 tentang Badan Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) secara substantif belum sepenuhnya berorientasi pada perlindungan anak.

Untuk itu, ia menekankan, dalam waktu dekat ini KPAI akan mengajukan permohonan kepada Presiden agar mau merevisi Perpres tersebut serta mengevaluasi kembali Sistem Jaminan dan Layanan Kesehatan di DKI Jakarta.

"Kami tetap memastikan semua anak dari keluarga yang terkendala ekonomi dapat terlayani dengan baik. Oleh sebab itu, kami mengajukan kepada pemerintah untuk mengevaluasi sistem jaminan dan layanan kesehatan di Jakarta," kata Susanto, Senin (11/9/2017).

Hal itu disampaikan Susanto dalam konferensi pers yang diselenggarakan di gedung KPAI, yang juga turut dihadiri oleh Komisioner KPAI Bidang Kesehatan, Sitti Hikmawatty, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti beserta kedua orang tua Debora.

Terkait dengan kasus meninggalnya Debora karena diduga terlambat ditangani pihak Rumah Sakit, Susanto mengatakan bahwa KPAI dengan tegas memberi sikap berupa: rekomendasi perbaikan sistem kesehatan ke pemerintah, melakukan pendalaman informasi ke pihak RS, serta meminta Kementerian Kesehatan segera melakukan investigasi terkait kasus tersebut.

Baca: Dinkes DKI Sebut RS Mitra Keluarga Melakukan Kelalaian

Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi menuturkan kasus yang menimpa Tiara Debora dan keluarganya patut di evaluasi secara menyeluruh, baik dari sisi pasien, Dokter, dan manajemen Rumah Sakit.

"Pasien, apalagi bayi, tentu perlu penanganan maksimal. Itu tak bisa ditawar-tawar,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini, Senin (11/9/2017).

Selain itu, sistem BPJS juga perlu dievaluasi. Pasalnya banyak rumah sakit yang tidak bisa melayani pasien karena terkendala masalah finansial.

“Sebagaimana kritik banyak pengamat, sistem BPJS itu sendiri bisa membuat rumah sakit menghadapi persoalan finansial serius. Rumah sakit yang terbelit akses BPJS pada gilirannya tidak akan mampu memberikan layanan optimal kepada masyarakat," kata Seto.

Ia mengatakan perlunya melakukan evaluasi menyeluruh agar sistem kesehatan dan rumah sakit bisa terus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Respons RS Mitra Keluarga

Saat dikonfirmasi Tirto, pada Minggu (10/9/2017), Humas RS Mitra Keluarga Een Haryani membantah pihaknya menunda pelayanan karena faktor biaya. Ia mengklaim, RS Mitra Keluarga telah melakukan penanganan terhadap bayi Debora.

"Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih baik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis," kata Een.

Akan tetapi, kata Een, kondisi bayi Debora mendadak kembali kritis. Tim dokter menyarankan untuk melakukan perawatan di ICU kepada orangtua Debora.

“Mereka mengaku tidak punya dana. Kami tanya apakah ada BPJS. Mereka bilang punya. Dokter merujuk ke rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS," kata Een.

Een menyatakan, dokter RS Mitra Keluarga pun masih berkomunikasi dengan dokter di rumah sakit tempat Debora dirujuk. Tapi, tak berselang lama perawat yang melakukan monitoring melaporkan keadaan Debora memburuk.

“Dokter melakukan penanganan 20 menit dengan resuitasi jantung, tapi gagal. Pasien tidak bisa diselamatkan,” katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS BAYI DEBORA atau tulisan lainnya dari Suparjo Ramalan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Suparjo Ramalan
Penulis: Suparjo Ramalan
Editor: Alexander Haryanto