tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras kasus pencabulan yang dilakukan polisi terhadap seorang anak panti asuhan di Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung.
“KPAI turut prihatin atas kasus kekerasan seksual terhadap salah seorang anak panti asuhan di Bangka Belitung dan KPAI sangat mengecam adanya kekerasan tersebut,” kata Komisioner KPAI, Dian Sasmita, dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/7/2024).
Kasus pencabulan ini bermula ketika korban ingin melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya saat berada di salah satu panti asuhan ke kepolisian. Namun, korban justru mendapatkan kekerasan berlipat dari polisi di wilayah hukum Polres Belitung, tepatnya di Mako Polsek Tanjung Pandan.
KPAI menindaklanjuti kasus ini dengan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Bangka Belitung.
Dian mengatakan korban memerlukan pemenuhan secara cepat untuk pendampingan dan pemulihan psikologis awal terhadap kejadian yang menimpanya. Pasalnya, dampak kekerasan tidak hanya memberikan penderitaan fisik, namun juga psikis dan sosial anak.
"Kerentanan anak kian bertambah dengan melihat relasi kuasa para pelaku terhadap anak," tutur Dian.
KPAI berharap aparat hukum dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan sementara terhadap korban dengan segera. Serta memastikan hak anak atas restitusi juga terpenuhi.
"KPAI menekankan bahwa kasus ini harus ditangani secara intensif dan profesional," tegas Dian.
KPAI juga mendesak agar pelaku harus mendapatkan pemberatan pidana karena bertindak dalam kapasitasnya sebagai pejabat resmi, yakni anggota polisi. Kasus ini, kata Dian, sebagai salah satu bukti bahwa semangat dan perspektif yang ada dalam UU TPKS belum sepenuhnya merasuk ke dalam hati, nurani dan sudut pandang beberapa aparat penegak hukum.
“Polri harus segera berbenah dengan memastikan ketersediaan dan kapasitas SDM penegak hukum untuk memahami hak anak dan segala regulasi yang terkait. Agar di kemudian hari tidak terulang lagi kasus yang serupa," tutup Dian.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz