Menuju konten utama

Korupsi Proyek Infrastruktur: Politikus PKB Divonis 9 Tahun Penjara

Vonis 9 tahun untuk Musa Zainuddin lebih rendah dibanding dengan tuntutan JPU KPK yang meminta agar Musa divonis 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Korupsi Proyek Infrastruktur: Politikus PKB Divonis 9 Tahun Penjara
Terdakwa anggota Komisi V DPR (nonaktif) Musa Zainuddin menjalani sidang lanjutan kasus suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/9/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Anggota DPR RI nonaktif dari Fraksi PKB, Musa Zainuddin divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menerima Rp7 miliar dalam proyek infrastruktur di Maluku-Maluku Utara.

Vonis tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Mas'ud dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (15/11/2017). Vonis untuk politikus PKB itu lebih rendah dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Musa divonis 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

“Menyatakan terdakwa Musa Zainuddin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud saat membacakan putusan.

Majelis hakim yang terdiri atas Mas'ud, Haryono, Hastoko, Sigit Herman Binaji dan Titi Sansiwi itu juga mewajibkan agar Musa membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar yang dibayar sebulan setelah putusan final.

Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. “Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 1 tahun,” kata hakim Mas'ud.

Hakim juga mencabut hak politik Musa Zainuddin selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokok.

Majelis hakim juga menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan terkait perbuatan pidana yang dilakukan Musa sebagai wakil rakyat.

Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemberantasan korupsi, tidak memberikan contoh yang baik sebagai wakil rakyat, merusak citra DPR, berbelit-belit dan tidak mengakui terus terang, demikian anggota majelis hakim Sigit menambahkan.

Dalam perkara ini, Musa Zainuddin bersama-sama dengan Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara menerima hadiah uang sejumlah Rp7 miliar dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama.

Untuk itu terkait program prioritas dalam proyek pembangunan infrakstruktur Jalan Taniwel-Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Saisala di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.

Awalnya, pada September 2015 di Hotel Grand Mahakam Jakarta, Musa diperkenalkan kepada Abdul Khoir oleh Amran.

Musa juga menyampaikan mempunyai dana tambahan seluruhnya sebesar Rp500 miliar terdiri atas Rp200 miliar dana optimalisasi serta tambahan dana aspirasi Rp160 miliar dengan Rp140 miliar akan dialokasikan ke Maluku dan Maluku Utara.

Musa, Abdul Khoir dan Amran menyepakati program Musa. Proyek pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp56 miliar akan dikerjakan So Kok Seng dan rekonstruksi Piru-Waisala Maluku senilai Rp52 miliar diberikan Abdul Khoir.

Abdul Khoir akan memberikan delapan persen fee dari nilai proyek jalan Taniwel-Saleman sebesar Rp4,48 miliar dan proyek rekonstruksi Piru-Waisala Maluku sebesar Rp3,52 miliar.

Untuk memenuhi kewajiban fee delapan persen, Aseng mentransfer uang Rp3,5 miliar pada 9 November 2015 dan Rp980 juta pada 16 November 2015.

Sedangkan anak buah Abdul Khoir bernama Erwantoro juga menyerahkan kepada orang kepercayaan Musa bernama Jailani sejumlah Rp3,8 miliar dalam bentuk dolar Singapura di parkiran Blok M Square pada 16 November 2015.

Erwantoro kembali menyerahkan Rp3 miliar dalam bentuk dolar Singapura kepada Jailani pada 17 November 2015 di kantor PT Windhu Tunggal Utama.

Sisa fee diberikan kepada Jailani pada 28 Desember 2015 di Mall Senayan City sebesar Rp1,2 miliar dalam bentuk pecahan dolar Singapura melalui Erwantoro, sehingga total seluruhnya yang diberikan untuk Musa adalah Rp8 miliar.

"Tapi Jailani beberapa hari kemudian hanya menyerahkan Rp7 miliar karena diambil Rp500 juta oleh Jailani dan untuk Rhino sebesar Rp500 juta sehingga Jailani menerima Rp650 juta yang terdiri dari Rp500 juta sebagai 'fee' untuk terdakwa dan Rp150 juta untuk pengurusan program Andi Taufan Tiro,” kata hakim Sigit.

Uang Rp7 miliar diserahkan dalam campuran rupiah dan dolar Singpura dari Abdul Khoir kepada Mutakin dalam 2 tas ransel hitam lalu Mutakin kembali ke rumah jabatan Musa dan meletakkan 2 ransel itu dalam kamar tidur Musa.

“Janji pemberian uang dari Abdul Khoir dan Sok Kok Seng terwujud ke terdakwa yaitu agar terdakwa mewujudkan program di Maluku dengan menerima sejumlah 'fee'," jelas hakim Sigit.

Atas vonis tersebut, Musa dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

Terkait perkara ini, delapan orang dijatuhi vonis penjara, yaitu: anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti yang divonis 4,5 tahun penjara, dua rekan Damayanti yaitu Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini divonis masing-masing 4 tahun penjara.

Selain itu, bekas anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto divonis 5 tahun penjara, bekas anggota Komisi V dari fraksi Partai PAN Andi Taufan Tiro divonis 9 tahun penjara, serta Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary divonis 6 tahun penjara.

Sedangkan Abdul Khoir sudah divonis 4 tahun penjara dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng divonis 4 tahun penjara. Sedangkan 1 orang masih berstatus tersangka di KPK, yaitu Wakil Ketua Komisi V dari fraksi PKS Yudi Widiana Adia.

Baca juga artikel terkait KORUPSI INFRASTRUKTUR

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz