tirto.id - Mantan Ketua DPR Setya Novanto dijadwalkan hadir dalam sidang lanjutan kasus suap PLTU Riau-1 dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir.
Hal ini disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lie Putra Setiawan. Setya Novanto diperkirakan menjadi saksi tunggal dalam sidang hari Senin (12/8/2019) di PN Jakarta Pusat, Jakarta.
"Sepertinya hanya Pak SN," kata Lie kepada Tirto, Senin (12/8/2019).
Terpidana kasus suap PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited (BNR) sempat menuturkan, dengan bantuan mantan anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Ketua DPR Setya Novanto, komunikasi dengan Dirut Utama PLN Sofyan Basir menjadi lebih mudah.
Kotjo menyebutkan, komunikasi dengan Sofyan diperlukan untuk memperlancar proyek pengadaan PLTU oleh PT Samantak Batubara. Perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki PT Blackgold itu sudah enam bulan tak direspons oleh Sofyan.
Kotjo akhirnya meminta bantuan Novanto. Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini kemudian mengurus Eni untuk membantu Kotjo. Keduanya bertemu di hotel Fairmont. Di sana, Kotjo meminta dukungan Eni menghubungi Sofyan.
"Kalau enggak sama Bu Eni, lama (ketemu Sofyan) bisa nunggu dua, tiga minggu. Bu Eni cepat. Dia, kan, di Komisi VII, kan, rekan kerjanya dengan PLN," kata Kotjo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019) saat bersaksi di persidangan terdakwa Sofyan Basir.
Sebelumnya, Johannes Kotjo didakwa menyuap Eni dan eks Menteri Sosial Idrus Marham sebesar Rp4,750 miliar. Suap kepada dua elite Partai Golkar itu dilakukan secara bertahap dari akhir 2017 hingga Juli 2018.
Suap diberikan pada 18 Desember 2017, 14 Maret 2018, 8 Juni 2018, dan 13 Juli 2018. Fulus itu diberikan agar Eni dan Idrus mengegolkan BlackGold Natural Recourses Limited sebagai pemenang lelang pembangunan PLTU Riau-1.
Sedangkan Sofyan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, juncto Pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno