tirto.id - Transparency International Indonesia (TII) merespons ihwal kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos) RI. Dari kasus tersebut, KPK memperkirakan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Agus Sarwono menilai problem korupsi dalam penyaluran bantuan sosial tidak akan berkurang selagi data penerima manfaat tidak valid.
Temuan TII di lapangan, kata dia, masih ditemui penerima bantuan sosial yang tidak tepat sasaran.
"Hal ini terjadi akibat, verifikasi dan validasi yang belum dilakukan secara serius," kata Agus saat dihubungi reporter Tirto, Minggu (19/3/2023).
Agus meminta Kemensos seharusnya berkontribusi dalam agenda pencegahan korupsi dalam penyaluran bantuan sosial. Salah satunya, lanjut dia, dengan memastikan validasi data penerima bantuan sosial.
"Dengan data valid, maka perencanaan dalam pengadaan bantuan sosial akan sesuai dengan kebutuhan," ucap Agus.
Ia menilai komitmen pencegahan korupsi di lembaga yang dipimpin Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma itu masih setengah hati. Jika serius, kata dia, Kementerian Sosial perlu menyusun agenda pencegahan korupsi dengan melibatkan kelompok masyarakat sipil.
"Kemudian, mempublikasi rencana pengadaan dan memastikan kontrak pengadaan dapat dipublikasi," pungkas Agus.
Selain itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menyoroti transparansi pengadaan bansos di Kememsos berpeluang terjadi penyelewengan.
Ia mencontohkan pengadaan bansos di tengah COVID-19. Persoalannya, kata dia, transparansi pengadaan atas nama darurat dan kepentingan publik di masa pandemi.
"Persoalan transparansi itu kemudian bergilir ke persoalan lemahnya pengawasan yang bisa dilakukan publik, karena memang informasinya tidak terbuka," kata Almas saat dihubungi reporter Tirto, Minggu.
Menurutnya, lemahnya pengawasan internal Kemensos, akhirnya publik terbatas mengakses informasi terkait pengadaan bansos. "Yang diketahui oleh publik terkait dengan pengadaan atau penyaluran bansos itu sendiri apalagi kemarin ketika pandemi Covid-19," ucap Almas.
Menilik kasus yang dibongkar KPK, kata dia, melibatkan semua pihak, dari jajaran tertinggi hingga terendah. Pengawasan dari level tertinggi lembaga itu seharusnya bisa memastikan bahwa bansos itu diadakan secara benar, tepat, sehingga efektif.
Ia mengatakan yang perlu dilakukan ialah penguatan soal keterbukaan informasi di Kemensos. Almas mengatakan pengawasan tidak hanya oleh publik atau aparat penegak hukum. Namun, bagaimana kementerian punya mekanisme internal dan sistem pengendalian early warning system untuk memastikan, baik itu kegiatan pengadaan maupun nonpengadaan bersih dari korupsi.
"Ini yang kemudian menjadi pertanyaan juga kepada Kemensos, sudah berkali-kali tersangkut kasus korupsi, pembenahan seperti apa yang kemudian sudah dilakukan, khususnya pengadaan itu sendiri," tutur Almas.
Di sisi lain, ia mengakui Kemensos bisa dibilang sebagai lembaga yang basah. Sebab, di dalamnya banyak program populis untuk memberikan bantuan kepada masyarakat tidak mampu, rentan, dan miskin.
Sedari awal, ada kesan Kemsos seolah-olah menjadi rebutan, sehingga bahaya paradigama seperti itu bisa terlihat adanya korupsi.
"Memang untuk kementerian basah seperti ini internalnya harus diperkuat," kata Almas.
Ia lantas mempertanyakan peran inspektorat ihwal pengawasan di Kemensos. "Saya rasa upaya pembenahannya terkait bansos memang banyak masalahnya. Mulai dari pendataan, penyaluran dan lain-lain," kata Almas.
Almas mengatakan fokusnya memang tidak hanya soal pendataan dan penyaluran, tetapi bagaimana penguatan peran dari irjen Kemensos itu sendiri.
"Kemudian, melakukan pencegahan korupsi. Ke depan rasanya perlu ada evaluasi atas program bansos semacam itu, karena tujuan utamanya adalah pengentasan kemisikinan," ujar Almas.
Menurut dia, seharusnya tidak sekadar memberikan bantuan sosial, tetapi harus ada strategi lain dari pemerintah. Misalnya, kata dia, mengoneksikan antara memberi bantuan dengan upaya pengentasan kemiskinan dalam jangka panjang.
"Apakah bentuknya pelatihan, agar tujuan pengentasan kemisikinan di awal itu kemudian bisa betul-betul tercapai, tidak hanya misalnya proyek bagi-bagi bantuan," pungkas Almas.
Diketahui, dalam perkara ini KPK telah menetapkan enam orang tersangka dan melakukan upaya pencegahan ke luar negeri terhadap enam orang tersangka tersebut.
"Benar, sebagai rangkaian dari proses dan kebutuhan penyidikan, KPK mengajukan tindakan cegah agar tidak melakukan perjalanan ke luar negeri ke Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap enam orang yang diduga terkait dengan perkara ini," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (15/3/2023).
Pencegahan tersebut, kata Ali, berlaku selama enam bulan ke depan sampai dengan Juli 2023. Namun, upaya cegah dapat diperpanjang kembali apabila masih diperlukan oleh KPK.
"Pertimbangan cegah ini dilakukan antara lain agar para pihak dapat hadir memenuhi panggilan tim penyidik," tuturnya.
Salah satu yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi penyaluran bansos di Kemensos kali ini adalah mantan Direktur Utama PT Transjakarta, Kuncoro Wibowo.
Nama Kuncoro masuk ke dalam daftar orang-orang yang dicegah ke luar negeri. Pencegahan terhadap Kuncoro efektif sejak 10 Februari 2023 hingga 10 Agustus 2023 mendatang.
Kuncoro diduga terlibat kala masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Bhand Ghara Reksa (Persero) atau BGR Logistics, sebelum dirinya dipercaya menjadi Dirut Transjakarta pada Januari 2023 lalu.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri