tirto.id - Informasi bahwa alamrhum J.S. Badudu, pakar bahasa Indonesia, berhenti dari Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI Pusat Jakarta karena mengkritik Soeharto dibantah putri sulungnya, Dharmayanti Francisca Badudu. Kritik J.S. Badudu terkait penggunaan akhiran "-kan" yang sering dilafalkan menjadi "-ken", menurutnya, tidak spesifik merujuk pada Soeharto.
"Pada waktu itu [J.S. Badudu] sering bebicara tentang yang up to date. Memang pada waktu itu sering berbicara mengenai kesalahan-kesalahan umum yang sering dikatakan masyarakat. Saat itu beliau tidak sama sekali mengkoreksi Bapak Soeharto. Beliau hanya mengatakan ada beberapa yang sering menyebutkan "-ken", yang seharusnya berakhiran "-kan". Itu yang selalu disebutkan sebagai kesalahan umum. Tetapi beliau tidak tertuju kepada pak Harto," kata Dharmayanti saat dihubungi Tirto.
J.S. Badudu sering menjadi narasumber program pembinaan bahasa Indonesia yang tayang di TVRI. Pada salah satu episode, Badudu secara terbuka mengkritik penggunaan bahasa yang digunakan Presiden Soeharto. Tidak lama kemudian, J.S. Badudu sempat berhenti atau vakum menjadi narasumber dalam program tersebut.
"Dari dulu (persepsi) sudah ada sejak Ayah saya masih ada. Terus bergaung, karena persepsi itu senang untuk diberitakan dan orang-orang menyampaikan kembali ke orang lain. Karena bagus, ya, kalau mengkritik pemerintah atau mengkritik Bapak Presiden Soeharto. Malah sering dikatakan tidak ada yang berani mengkritik, hanya ayah saya [yang mengkritik]," kata Dharmayanti.
Kritik atas kekeliruan penggunaan bahasa Indonesia, menurut Dharmayanti kepada Tirto, disampaikan J.S Badudu kepada siapapun. Ia menegaskan, ayahnya tidak mengkritik penguasa belaka. Sebagai pemerhati bahasa, ia mencatat fenomena dan kejanggalan bahasa dan memperbaiki yang salah, termasuk di masyarakat umum.
Fransisca yang berprofesi sebagai dokter spesialis kanker ini menyebut bahwa kabar J.S. Badudu berhenti karena mengkritik Soeharto tidak tepat. "Beliau berhenti sebenarnya tidak ada teguran, tidak ada sanggahan mengenai apa yang disampaikan di televisi, tetapi beliau berhenti memang karena keputusan sendiri atas kesibukan kesibukan di Universitas Padjajaran sebagai Dekan. Kelelahan karena bolak balik Bandung-Jakarta. Setiap pekan," katanya lagi.
Penulis: Arman Dhani
Editor: Zen RS