tirto.id - Riza Chalid yang menghilang dan menjadi buron setelah tersangkut kasus "Papa Minta Saham" pada 2015 lalu tiba-tiba muncul dalam acara Akademi Bela Negara (ABN) partai Nasdem angkatan ke-2, Senin (16/7/2018). Acara tersebut juga dihadiri Presiden Joko Widodo.
Dalam video yang tersebar ke media sosial, terlihat Riza duduk di tempat duduk barisan depan bersama elite Nasdem lainnya saat Jokowi menyampaikan sambutan.
Kedatangan Riza jelas mengherankan. Bagaimana bisa dia hadir dalam acara itu? Padahal sekelas Jaksa Agung HM Prasetyo saja pada 2015 lalu mengaku tidak mengetahui posisi pastinya. Prasetyo hanya mendengar kabar kalau Riza sedang berada di luar negeri dan tidak bisa dipanggil paksa.
Ketua DPP Nasdem Irma Suryani Chaniago yang juga datang dalam acara itu membenarkan kalau Riza datang. Ia mengatakan Riza mampir usai menghadiri ulang tahun Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, pada hari yang sama.
"Jadi beliau sekalian mampir karena dilihat ada presiden, ada banyak tamu. Jadi bukan sesuatu yang disengaja," kata Irma kepada Tirto, Kamis (19/7/2018).
Irma membantah pernyataan sejawatnya di Nasdem, Taufik Basari. Tobas, sapaan Taufik Basari, mengatakan kepada Kompaskalau Riza datang atas undangan dari Surya Paloh. Ia menduga Riza datang karena diajak kawan-kawannya yang lain.
Meski ada di tempat yang sama, Irma baru tahu Riza datang selepas acara. Selama kegiatan berlangsung ia mengaku sama sekali tidak bertatap muka, apalagi bertegur sapa dengan Riza karena keadaannya ramai betul.
Karena itu pula ia menduga Jokowi tidak menyadari kedatangan Riza.
Selain keadaan yang riuh, dalam acara ini Jokowi hanya tamu. Dia tentu tidak tahu daftar nama-nama undangan atau yang hadir saat itu. "Saya kira pak Jokowi juga tidak lihat. Karena pak Jokowi kan datangnya tidak bersamaan dengan tamu yang lain. Habis memberi sambutan juga langsung pergi," kata Irma.
Nasdem Tak Hormati Jokowi
Fakta bahwa Riza adalah buronan dan bisa dengan bebas datang ke acara yang dihadiri presiden menimbulkan pertanyaan mengenai posisi Nasdem. Direktur Populi Centre, Usep S Ahyar, menilai Nasdem tak menghormati Jokowi dengan memberikan kesempatan Riza untuk hadir di acara ABN.
"Sebagai partai pendukung Jokowi, mestinya mereka tak membiarkan Riza hadir. Wong Jokowi saja bilang suruh kejar dan dianggap buron, kok ini dibiarkan saja?" kata Usep kepada Tirto, Kamis (19/7/2018).
Usep menilai, kehadiran Riza di acara tersebut bisa menimbulkan dampak negatif ke Jokowi. Presiden ke-7 Indonesia ini bisa saja dinilai sebagai pemimpin yang tidak dipatuhi para pendukungnya dan kecolongan dengan kehadiran seorang buron di depan matanya.
"Tim pak Jokowi bisa disebut kurang teliti karena tidak bisa men-screening siapa saja yang hadir di acara itu," kata Usep.
Dalih banyaknya peserta yang hadir seperti yang disampaikan Irma, menurut Usep, tidak bisa begitu saja dijadikan pembenaran atas kejadian tersebut. Sebab, menurutnya, baik paspampers maupun panitia acara pasti punya mekanisme koordinasi terkait jumlah undangan dan tamu yang hadir di acara itu.
"Kecuali memang sistemnya tidak berjalan atau ada yang ditutupi. Ini naif sekali kalau sampai hal kecil tidak tahu," kata Usep.
Meskipun begitu, menurut Usep, isu kehadiran Riza tak akan sampai menggerus tingkat kedipilihan Jokowi. Pasalnya, isu tersebut hanya menjadi konsumsi elite saja, bukan masyarakat umum seperti isu utang negara dan agama.
"Hanya saja ini mesti dijadikan pelajaran bagi Nasdem dan tim presiden agar tidak naif lagi," kata Usep.
Irma Suryani Chaniago tahu bakal ada dugaan seperti itu. Namun ia menegaskan kalau partainya tetap mendukung Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dan mengusut kasus Riza sampai tuntas.
"Sikap kami dari awal tetap mendukung penangkapan Riza. Seperti kata pak Jokowi, dia harus tetap dikejar," kata Irma.
Kontroversi Riza Chalid
Riza mulai banyak diperbincangkan setelah namanya disebut dalam rekaman kasus "papa minta saham" yang turut menjerat mantan Ketua DPR, Setya Novanto, pada akhir 2015. Dalam rekaman pembicaraan itu, Riza dan Novanto (ketika itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat) diduga meminta saham 20 persen kepada Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin. Dalam rekaman itu Riza juga mencatut nama Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kejaksaan Agung pada akhirnya menyatakan Riza dan Novanto terlibat dalam permufakatan jahat atas tindak pidana korupsi saham Freeport.
Sayangnya, Riza tak pernah bisa diselidiki Kejaksaan Agung dan KPK. Ia menghilang setelah kasus ini diketahui publik. Dikabarkan saat itu ia pergi ke Luar Negeri. Sementara Novanto yang akhirnya diseret ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kemudian mengundurkan diri dari posisi Ketua DPR.
Terbongkarnya kasus papa minta saham juga menguak peran Riza dalam pemilihan presiden 2014 lalu. Dalam rekaman itu Riza menyinggung perannya sebagai bohir alias pemodal bagi pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Ia mendanai pembelian Rumah Polonia yang kemudian menjadi markas pasangan ini dan koran Obor Rakyat untuk menggembosi pasangan Jokowi-JK.
Riza juga mengaku menjadi bohir buat pasangan Jokowi-JK yang akhirnya menjadi pemenang pilpres 2014. Untuk yang terakhir Sekretaris Kabinet Pramono Anung pernah membantahnya.
Riza memang orang yang kontroversial. Rekam jejaknya jauh sebelum papa minta saham pernah diulas mendalam oleh Tempo pada 2008. Dalam artikel berjudul Jejak Licin Saudagar Minyak, Riza disebut termasuk dalam orang dekat salah satu anggota Keluarga Cendana, Bambang Trihatmodjo, anak ke-3 Soeharto.
Karena peran Bambang, selama puluhan tahun Riza mampu mengendalikan anak usaha Pertamina, Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Kuasanya yang besar terhadap perusahaan negara itu membuatnya disebut sebagai raja minyak Indonesia.
Riza cukup dikenal di bisnis perminyakan luar negeri. Di Singapura, ia disegani lantaran dapat memenangi tender-tender besar untuk perusahaannya, PT Global Energy Resources. Perusahaan ini juga menjadi pemasok utama minyak mentah buat Petral, sebelum peraturan diperketat di era reformasi dan Riza beralih menggunakan perusahaannya yang lain, Gold Manor.
George Junus Aditjondro dalam bukunya Gurita Bisnis Cikeas menyebut Riza juga berkongsi jahat dengan Keluarga Cikeas. Ia mengatakan Riza harus membayar premi kepada keluarga SBY 50 sen Dolar per barel minyak. Jadi misalkan ada ekspor 100 barel, maka yang masuk ke kantong keluarga SBY sebesar US$5.000.
Riza belum dicokok penegak hukum atas kasus papa minta saham. Kontroversinya yang lain juga belum dapat dibuktikan di muka hukum. Ia masih bebas berkeliaran.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino