Menuju konten utama

Kontroversi Hanson: Terseret Kasus Jiwasraya dan Asabri

PT Hanson International Tbk, perusahaan milik taipan Benny Tjokro, terseret kasus Jiwasraya dan Asabri.

Kontroversi Hanson: Terseret Kasus Jiwasraya dan Asabri
Dirut PT ASABRI (Persero) Sonny Widjaja, Direktur SDM dan Umum Herman Hidayat, Direktur Investasi dan Keuangan Hari Setianto dan Direktur Operasional Adiyatmika, menyentuh monitor bersama saat peluncuran logo baru, di Bogor, Senin (26/2/2018). ANTARA FOTO/Audy Alwi

tirto.id - PT Asabri Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) jadi sorotan atas kasus dugaan korupsi dan salah investasi. Saham-saham yang dibeli perusahaan pelat merah itu dikabarkan tumbang dan menyebabkan aset finansial tergerus.

Salah satu saham yang dibeli Asabri adalah PT Hanson International Tbk milik taipan Benny Tjokro. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, kepemilikian Asabri di emiten bersandi MYRX mencapai 4.682.557.200 lembar saham atau 5,401 persen.

Pada 28 Desember 2019, nilai saham MYRX masih berada di angka Rp118 per lembar, namun pada 30 Desember 2019 harga saham Hanson terpuruk di angka Rp50 per lembar saham.

Manajemen Asabri, melalui keterangan teretulisnya, membenarkan adanya penurunan nilai aset finansial mereka di instrumen saham. Namun, mereka tak menyebut berapa nilai koreksi yang terjadi pada saham-saham yang mereka beli.

Mereka hanya menegaskan bahwa hal tersebut bersifat sementara. "Manajemen Asabri memiliki mitigasi untuk me-recovery penurunan tersebut," tulis manajemen Asabri dalam keterangan tersebut, Senin (13/1/2020).

Investasi Asabri di Hanson terbilang menarik sebab hal serupa juga dilakukan Jiwasraya pada tahun 2014. Berdasarkan catatan BPK, Jiwasraya kini tengah dibayangi risiko gagal bayar atas transaksi pembelian Medium Term Note (MTN) atau surat berharga berjenis utang dari PT Hanson International.

Kendati demikian, Benny Tjokro menyebut bahwa perusahaannya telah melunasi pembayaran MTN yang diborong Jiwasraya pada tahun 2016. Hal itu disampaikan kuasa hukumnya Muchtar Arifin usai diperiksa di Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi di perusahaan asuransi jiwa milik pemerintah tersebut.

"Pinjaman itu sudah selesai tepat waktunya pada 2016," ucap Arifin Senin (6/1/2020) lalu.

Asabri juga mimiliki surat utang jangka menengah (MTN) Hanson yang dialihkan dari PT Pelita Indo Karya dan PT Royal Bahana Sakti. Surat utang tersebut memiliki jangka waktu tiga tahun dan jatuh tempo pada tanggal 21 Desember 2018, dengan tingkat suku bunga tetap sebesar 12 persen per tahun dan terutang setiap kuartal.

Saldo MTN pada tanggal 30 Juni 2018 adalah sebesar Rp60.000.000.000 yang dimiliki oleh PT Asabri (Persero).

Pinjaman ini, berdasarkan laporan keuangan Hanson triwulan III/2019 telah dilunasi pada tanggal 28 Desember 2018. Meski demikian, staf khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan bahwa Hanson masih belum melunasi kewajiban terhadap Asabri.

"Seperti Benny Tjokro dan Heru (Heru Hidayat sebagai pemilik Trada Alam Mineral). Utang-utang investasi di Asabri. Kita harapkan kedua orang ini bisa penuhi tanggung jawab utangnya supaya bisa bantu Asabri," ucap Arya di Kementerian BUMN.

Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi mengatakan lembaganya pernah memberikan sejumlah catatan terhadap kegiatan investasi PT Asabri di tahun 2016. Hal tersebut disampaikan ke DPR dan Kementerian Keuangan usai BPK merampungkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan Asabri.

Berdasarkan audit tersebut, BPK menemukan adanya penempatan aset finansial Asabri di instrumen saham dan reksa dana yang tak efisien dan efektif.

Karena itu, kata Achsanul, lembaganya meminta Asabri harus memperbaiki portofolio investasinya. "Rekomendasi BPK ke Asabri 2016 beberapa di antaranya sudah dilakukan, namun belum semua. Terutama soal sejumlah investasi yang kurang baik," jelas dia kepada Tirto, Senin (13/1/2020).

Baca juga artikel terkait KASUS JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan