tirto.id - Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani, meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) "memberikan pendampingan dalam keseluruhan proses pemeriksaan saksi, juga korban" kerusuhan setelah demonstrasi 'Reformasi Dikorupsi'.
Di Jakarta, Senin (14/10/2019), Yati juga mengatakan pendampingan semestinya juga diberikan terhadap "keluarga korban."
Yati mengatakan demikian karena menurutnya LPSK tumpul dalam menangani perkara ini. Sebagai pembanding, LPSK turun tangan dalam kasus penusukan Menkopolhukam Wiranto, tapi belum gencar jemput bola ke keluarga korban, korban, dan saksi.
LPSK sebetulnya memberikan perlindungan terhadap dokter yang mengautopsi Randi, mahasiswa UHO yang diduga ditembak polisi. Tapi, kata Yati, "itu pun karena dorongan dari Ombudsman."
Hal ini dibenarkan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara, Mastri Susilo. Kepada reporter Tirto dia mengatakan itu "berdasarkan permintaan keluarga Randi." Keluarga khawatir jika yang melakukan adalah dokter yang bekerja di RS Bhayangkara, maka hasilnya akan dimanipulasi.
Yang kemudian ditunjuk adalah dr. Raja Alfath Widya Iswara, juga dosen Fakultas Kedokteran UHO. Ia mengautopsi jenazah Randi sejak Kamis (26/9) sekitar pukul 22.00 hingga Jumat (27/9), sekitar pukul 03.00.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyatakan belum ada permintaan perlindungan dari pihak dr. Raja.
"Kami dengar, dokter itu merasa terancam dan ketakutan. Saat kami ke sana, yang bersangkutan belum memohon perlindungan," ujar Hasto kepada reporter Tirto. "Kami sudah menawarkan, tapi perlindungan LPSK bersifat sukarela. Benar-benar sukarela untuk dilindungi," imbuh Hasto.
Pekan depan, jajarannya akan mendatangi keluarga korban di Kendari untuk penanganan perkara.
Hasto mengaku belum ada keluarga korban dan saksi demonstrasi yang melaporkan ke pihaknya. Berkaitan dengan perlindungan terhadap Wiranto, dia mengaku bergerak sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban.
Alasan perlindungan kepada Wiranto adalah ia ditusuk terduga teroris.
"Siapa pun korban tindak pidana terorisme, begitu terjadi serangan, semua orang bisa mendapatkan layanan bantuan dari LPSK," kata Hasto. "Kebetulan Wiranto salah satu korban. Bukan soal dia, tapi bantuannya," imbuh dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino