Menuju konten utama

'Konsumen Ini kecil, Kalau Melawan Bersama Pengusaha Limbung'

YLKI menyerukan agar para konsumen di Indonesia aktif terlibat dalam gerakan kolektif, terutama dengan sarana media sosial dan petisi online, untuk memastikan pemenuhan hak-haknya.

'Konsumen Ini kecil, Kalau Melawan Bersama Pengusaha Limbung'
(Ilustrasi) Contoh produk yang memenuhi SNI dipajang di acara Peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkonas) 2016 yang mengusung tema Gerakan Konsumen Cerdas, Mandiri, dan Cinta Produk Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (26/04/2016). [TIRTO/TF Subarkah].

tirto.id - Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi menyatakan para konsumen di Indonesia harus semakin terlibat aktif dalam gerakan kolektif untuk memastikan hak-haknya terpenuhi. Menurut Sularsi, salah satu medium paling efektif untuk membangun gerakan kolektif konsumen ialah media sosial dan petisi online.

Ia berpendapat publik perlu bergerak secara bersama-sama saat menuntut tanggung jawab pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen.

"[Media sosial] dapat digunakan untuk menggalang solidaritas dan kekuatan untuk melawan. Karena yang namanya pelaku usaha itu kapital yang besar. Kita [konsumen] ini kecil, tapi kalau melawan bersama-sama mereka akan limbung," kata Sularsi kepada Tirto, di Jakarta, pada Kamis (21/12/2018).

Sularsi meyakini para pelaku usaha juga akan lebih memperhatikan tanggungjawabnya apabila publik secara kolektif kerap bergerak bersama menyoroti pelanggaran hak-hak hak-hak konsumen.

Menurut Sularsi, selama 2017, media sosial dan situs penggalang petisi seperti Change.org terbukti menjadi alat ampuh bagi masyarakat untuk menekan pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen. Dia menambahkan kemunculan gerakan konsumen yang memakai medium digital juga efektif untuk mengedukasi masyarakat yang belum memahami pentingnya pemenuhan hak konsumen.

"Ketika ada orang yang menyuarakan 'Oh, ini bentuk pelanggaran hak konsumen lho' maka ini juga berperan sebagai sebuah bentuk edukasi," kata Sularsi.

Menurut data Change.org, salah satu kisah sukses penggunaan media sosial dan petisi online adalah kasus Mustolih Siradj yang digugat Perusahaan Jaringan Minimarket Alfamart ke pengadilan. Mustolih digugat karena menyuarakan desakan agar pihak Alfamart mempublikasikan laporan keuangan hasil pengumpulan donasi dari konsumennya.

Setidaknya sebanyak 60 ribu orang mendukung Mustolih dan mendesak Alfamart untuk mencabut gugatannya. Pada akhirnya, Pengadilan Negeri Tanggerang menolak gugatan Alfamart. Komisi Informasi Pusat juga mewajibkan Alfamart untuk membuka informasi yang diminta oleh Mustolih.

Change.org juga mencatat ada lima kategori aktivisme digital yang populer dilakukan oleh netizen Indonesia yaitu: Hak asasi manusia (529.435 petisi), hak konsumen (315.016), perlindungan hewan (227.774), anti korupsi (210.970), dan lingkungan (118.618). Data itu menjelaskan bahwa perhatian terhadap hak konsumen mulai tinggi di Indonesia.

Senada dengan Sularsi, Lalola Easter, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan medium partisipasi masyarakat yang dilakukan secara online membantu isu-isu yang terkait kepentingan publik untuk diketahui secara lebih luas.

Namun, menurut Lalola, integrasi antara gerakan offline dan online tetap harus dilakukan. "Gerakan online dan offline harus dilakukan secara berbarengan," jelas Lalola. Aktivisme secara offline dapat dilakukan melalui audiensi, konferensi pers, demonstrasi hingga riset.

Baca juga artikel terkait PERLINDUNGAN KONSUMEN atau tulisan lainnya dari Terry Muthahhari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Terry Muthahhari
Penulis: Terry Muthahhari
Editor: Addi M Idhom