tirto.id - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai solusi energi baru terbarukan (EBT) berbasis bioetanol yang ditawarkan pasangan Prabowo-Sandiaga sulit dilaksanakan. Sebab, kata Fabby, konsep bioetanol masih belum teruji terutama dalam skala komersial.
Fabby mengatakan, konsep itu pernah diterapkan pada pemerintahan Susillo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam bentuk mandatori campuran 1,5 persen dari total komposisi premium. Namun, belakangan kebijakan itu menguap seiring dengan realisasi yang sulit dilakukan.
"Kalau konsep belum pernah dilakukan pilot project-nya dalam skala komersial dan seakan-akan itu bisa segera dilaksanakan ya enggak mudah ya. Kalau belajar dari pengembangan BBM nabati di era SBY," ucap Fabby saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (11/2).
Persoalan lainnya, kata dia, terletak pada tercapai atau tidaknya kualitas (grade) bioetanol yang diperlukan. Sebab, menurut dia, bioetanol memerlukan grade senilai 99 persen kemurnian untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Menurutnya, teknologi yang diperlukan untuk mencapai hasil penyulingan untuk bahan bakar sudah tersedia. Namun, hal itu belum tentu berbanding lurus untuk keperluan komersialisasi lantaran teknologinya belum cukup umum. Seperti metode penyulingan konvensional yang digunakan untuk etanol dalam makanan dan minuman dengan grade 75 persen.
Kendala lainnya, adalah tingginya biaya produksi bioetanol untuk bahan bakar sehingga membutuhkan biaya yang besar apabila diproduksi secara masif, termasuk untuk menggantikan BBM fosil.
Hal ini, kata Fabby, menjadi alasan di balik mangkraknya realisasi bioetanol di masa kepemimpinan sebelumnya. Keraguan Fabby juga cukup kuat mengingat belum adanya uji coba secara masif terkait konsep bioetanol. Dalam hal ini, adalah tanaman aren yang sempat diusulkan sebagai sumber bioetanol.
"Dulu sempat diterapkan tapi enggak berlanjut. Kenapa? Karena sampai hari ini etanolnya masih belum dapat memenuhi grade dan keekonomian yang diperlukan," ucap Fabby.
Tantangannya yang sama, menurut Fabby, juga berlaku untuk jenis bioenergi yang berasal dari sawit. Tanpa jaminan bahwa bioenergi dapat diterapkan secara ekonomis, maka sulit mengatakan bahwa solusi EBT itu dapat menyaingi penggunaan BBM yang sudah umum bagi masyarakat.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto