tirto.id - Proses pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 telah berlangsung pada 27 November lalu. Di sejumlah daerah, proses pencoblosan diwarnai kericuhan yang dipantik berbagai faktor, termasuk dugaan kecurangan.
Tirto menemukan sebuah unggahan di Facebook yang menunjukkan kericuhan pemungutan suara terkait pemilihan salah satu daerah di Provinsi Papua Pegunungan. Unggahan dari akun "Indra Kurniawan" (arsip), menyebut konflik terjadi akibat adanya konflik terkait kotak suara.
"Gara gara kotak suara dibawa kabur, kontak senjata," begitu bunyi narasi yang diunggah pada hari pencoblosan 27 November 2024.
Dalam video amatir berdurasi satu menit 20 detik tersebut, terlihat sejumlah masyarakat bersenjata panah dan petugas keamanan, berseragam dan bersenjata api, yang berlalu-lalang. Video terlihat diambil dari salah satu bangunan dekat kejadian berlangsung.
Sampai Senin (2/12/2024), unggahan tersebut memiliki jumlah penayangan 2.700 kali dan mengumpulkan 23 tanda suka dan 14 komentar.
Lantas, bagaimana kebenarannya? Benarkah terjadi kericuhan Pilkada di Puncak Jaya akibat kotak suara dibawa kabur?
Penelusuran Fakta
Tirto mencoba mencari informasi terkait kejadian tersebut. Kami mendapat konfirmasi dari Kabid Humas Polda Papua Kombes Polisi Ignatius Benny Ady Prabowo kalau kejadian tersebut benar terjadi pada 27 November 2024.
“Ini video kejadian di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara pada saat hari pencoblosan Pilkada (2024). Kejadian pada hari itu saja dan sudah langsung diredakan hari itu juga,” terang Ignatius, saat dihubungi Tirto, Senin (2/12/2024). Salah seorang sumber Tirto di Wamena, juga sempat menyebut kalau lokasi dalam video berada di sebelah bandara perintis.
Lebih lanjut, dia menjelaskan kejadian terjadi sekitar pukul 13.30 WIT. Kala itu sedang dilakukan distribusi logistik keluar menuju desa masing-masing.
“Akan tetapi Kepala Desa Bandia –berasal dari Distrik Kuari– bersama masyarakat meminta untuk suara Desa Bandia dibagi dua untuk (pasangan calon nomor urut) 03 dan 04,” terang Perwira Menengah Polri itu.
Namun, masyarakat dari Distrik Karubaga, yang kebanyakan pendukung salah satu pasangan calon menolak ide tersebut. Hal ini memancing konflik yang dimulai ketika Kepala Desa Bandia menarik anak panah.
Bentrok antara massa pendukung dua pasangan calon ini tidak terhindarkan. Namun, menurut Ignatius tidak ada korban dalam bentrok massa itu. “Permasalahan yang terjadi dikarenakan massa pendukung pasangan calon 04 mengklaim suara untuk pasangan calon 04. Sedangkan massa pendukung pasangan calon lain merasa tidak terima,” ujar dia lagi. Ignaitus menambahkan situasi sudah diamankan dan kondusif.
Tim Riset Tirto mencoba mencari informasi lain terkait kejadian tersebut. Hasil pencarian mengarahkan kami ke salah satu artikel dari Detik yang menyebut akibat bentrok tersebut terdapat 40 rumah dibakar dan 94 orang luka.
“Masalah tarik menarik suara saja,” ujar Kapolres Puncak Jaya AKBP Kuswara dikutip dari detik.
Artikel lain dari BBC News Indonesiamenyebut kalau ada upaya intimidasi dari salah satu pasangan calon, dengan mendatangi KPU Kabupaten Puncak Jaya di Distrik Mulia. Ketua Badan Pengawas Pemilu Puncak Jaya, Marinus Wonda, menyebut, barisan pendukung itu meminta KPU menyerahkan logistik Pilkada (termasuk surat suara) untuk satu kelurahan Distrik Mulia.
"Mereka langsung mau ambil di kantor KPU, tapi kantor KPU tidak mau kasih karena prosedurnya (distribusi logistik) harus melalui penyelenggara tingkat bawah, Panitia Pemilihan Distrik (PPD)," katanya dikutip dari BBC News Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya upaya kecurangan pemungutan suara.
Marinus juga sempat menyebut kejadian yang sama juga terjadi di beberapa daerah lain, seperti TPS Distrik Tingginambut pada Selasa (26/11/2024) malam dan Distrik Gurage pada Rabu (27/11/2024) pagi.
Sehingga, meski benar ada upaya pengambilan kotak suara, namun konflik terjadi akibat adanya ketidaksepakatan pembagian suara.
Kesimpulan
Kabid Humas Polda Papua Kombes Polisi Ignatius Benny Ady Prabowo menerangkan masalah yang terjadi adalah karena konflik antara massa dari dua kelompok pasangan calon Pilkada Kabupaten Puncak Jaya.
Penyebab kericuhan adalah pendukung dua paslon yang memperebutkan pembagian suara. Salah satu massa pasangan calon sempat berusaha mengambil langsung logistik Pilkada, termasuk surat suara, dari KPU setempat.
Jadi, informasi yang menyebut penyebab kericuhan Pilkada di Puncak Jaya karena kotak suara dibawa kabur bersifat missing context (menyesatkan tanpa tambahan konteks tertentu).
==
Mohammad Arsyil Azhiim berkontribusi terhadap penulisan artikel periksa fakta ini.
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Penulis: Tim Riset Tirto
Editor: Alfons Yoshio Hartanto & Farida Susanty