tirto.id - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menilai, dampak konflik antara Cina dan Taiwan ke perekonomian Indonesia masih tergolong kecil. Meski kecil, namun pemerintah tetap akan mewaspadai risiko kemungkinan yang terjadi.
"Sejauh ini memang belum terlihat ada dampak yang cukup signifikan," kata Febrio dalam Taklimat Media, di Jakarta, Senin (8/8/2022).
Dia menyebut gesekan terjadi antar kedua negara merupakan permasalahan geopolitik. Sehingga jika dilihat dari sisi perekonomian, konflik tersebut memiliki risiko yang bersifat eksogen.
Hal ini berbeda jika situasi kedua negara tersebut memanas. Pemerintah baru akan mencermati potensi dampak konflik terhadap mobilitas perdagangan dan investasi.
"Karena kami sudah melihat apa yang terjadi di Ukraina dan dampaknya sudah kita rasakan. Dengan begitu kami sudah harus mengubah dan mengupayakan kebijakan kami terkait dengan perang di Ukraina," ujarnya.
Pemerintah pun berharap ke depannya konflik terjadi bisa reda. Baik terjadi di Ukraina maupun kawasan Asia lainnya. Sehingga pertumbuhan ekonomi global maupun dalam negeri bisa tetap dijaga.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, eskalasi luar biasa antara Cina dan Taiwan tentu tidak hanya akan menimbulkan dampak dari sisi keamanan saja. Namun juga dimensinya akan dirasakan dari sisi politik dan ekonomi dunia.
"Di dalam perang geopolitik ini instrumen ekonomi menjadi instrumen perang seperti sanksi ekonomi yang terjadi. Sehingga dampaknya tidak hanya dari sisi militer, keamanan, namun juga dari sisi ekonomi dan keuangan," kata Sri Mulyani dalam Kuliah Umum UI dalam rangka Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2022, di Jakarta, Senin (8/8/2022).
Bendahara Negara itu menekankan, dengan dunia memiliki geopolitik luar biasa besar, maka seluruh negara akan merasa tidak aman. Ketidakamanan ini mengancam hubungan antar negara yang sebelumnya selama tiga dekade di bawah asumsi dunia akan saling berhubungan, baik secara perdagangan investasi, lalu lintas manusia, modal, barang, dan informasi.
Sri Mulyani mengatakan dengan kondisi geopolitik yang penuh dengan kompetisi dan juga potensi perang, menimbulkan semua negara untuk semakin mencari hal bisa meningkatkan ketahanan dari perekonomiannya masing masing. Bahkan kini banyak negara dunia telah melakukan riview hubungan antar negara.
"Artinya proteksionisme akan semakin besar, blok akan semakin menguat hubungan investasi perdagangan tidak lagi didasarkan kepada flow of good dan capital serta manusia dan bebas, namun sudah diperhitungkan dari sisi geopolitik," katanya.
Editor: Anggun P Situmorang