tirto.id - Pemerintah Indonesia melakukan pembelajaran penanganan dari tiga negara di dunia dalam mengantisipasi masuknya varian COVID-19 Omicron. Ketiga negara ini adalah Inggris, Denmark dan Afrika Selatan. Ketiga negara tersebut telah menerapkan karantina dan pembatasan pelaku perjalanan internasional. Namun, saat ini ketiganya menghadapi tantangan varian Omicron dalam jumlah besar.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, dibandingkan kondisi negara-negara di Eropa, kondisi geografis Indonesia merupakan nilai positif dalam menerapkan karantina dan pembatasan pelaku perjalanan. Dan lagi sangat diharapkan, implementasi kebijakan pencegahan berlapis dilakukan dengan baik dan penuh tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat.
“Indonesia dengan bentuk negara kepulauan dapat menerapkan kebijakan perjalanan internasional dan karantina dengan lebih mudah,” kata dia dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19, Selasa (14/12/2021) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Melihat perbandingan geografisnya, negara-negara di Eropa mengalami peningkatan kasus konfirmasi Omicron akibat dekatnya perbatasan antar negara dalam 1 daratan, tingkat ketergantungan antarnegara dan mobilitas penduduk lintas negara.
Mencermati perkembangan di Inggris, hadirnya varian Omicron di tengah kenaikan kasus. Data menunjukkan Inggris mengalami kenaikan kasus sebesar 51,5% dalam 1 bulan terakhir. Kenaikan ini terjadi setelah adanya penurunan kasus. Inggris pun menerapkan kebijakan perjalanan internasional yaitu bagi pelaku perjalanan dosis lengkap diwajibkan RT-PCR pada hari ke-2 paska kedatangan dan jika positif, maka wajib karantina 10 hari yang dilakukan secara mandiri.
Sementara bagi yang belum dosis lengkap, wajib karantina 10 hari dan testing di hari ke-2 dan 8. Proses karantina dilakukan secara mandiri. Bagi Pelaku perjalanan berasal dari negara redlist dilarang masuk. Hal yang sama diberlakukan kepada yang bukan warga negara dan tidak memiliki izin tinggal.
Sementara warga negara Inggris yang berasal dari negara redlist, wajib karantina 10 hari dengan RT-PCR wajib pada hari ke-1 dan ke-8. "Sayangnya kebijakan yang ditetapkan Inggris ini tidak mampu menahan masuknya varian baru. Saat ini lebih dari 3 ribu kasus yang disebabkan Omicron,” kata Wiku.
Denmark juga mengalami hal serupa dengan Inggris. Ancaman Omicron datang, saat kasus mengalami kenaikan. Kasusnya, meningkat signifikan dan melonjak hampir 2000% dalam 2,5 bulan, kata Wiku.
Kebijakan yang ditetapkan Denmark adalah bagi pelaku perjalanan yang berasal dari negara Uni Eropa dan negara dengan risiko COVID-19, tidak wajib melakukan karantina. Namun wajib tes PCR 1 x 24 jam setelah kedatangan dan telah divaksin menggunakan Pfizer, Johnson and Johnson, moderna dan AstraZeneca.
Sementara bagi pelaku perjalanan yang berasal dari negara dengan varian Omicron dan risiko COVID-19 yang tinggi, wajib menyertakan RT-PCR R 3 x 24 jam sebelum kedatangan, tes anti agen atau PCR 1 x 24 jam pasca kedatangan, dan melakukan karantina selama 10 hari dan karantina yang dilakukan secara mandiri.
“Sayangnya, kebijakan yang ditetapkan Denmark juga belum mampu mencegah masuknya varian Omicron. Tercatat 2.471 kasus positif covid 19 yang diidentifikasi disebabkan oleh varian Omicron," lanjutnya.
Terakhir di Afrika Selatan. Negara ini juga sedang mengalami lonjakan kasus ketika varian Omicron ditemukan. Kasus yang sudah sempat mencapai level yang sangat rendah kemudian naik 7000 persen dalam waktu 1 bulan. Kebijakan pelaku perjalanan internasional yang diterapkan oleh Afrika Selatan berlaku sama bagi semua negara.
Yaitu wajib tes PCR 3x24 jam sebelum kedatangan, pada saat kedatangan diwajibkan melakukan tes antigen, jika positif maka pelaku perjalanan wajib melakukan karantina selama 10 hari. “Saat ini kasus konfirmasi varian omicron di Afrika Selatan sudah mencapai 779 kasus,” imbuh Wiku.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, maka Indonesia sedang berada dalam kondisi kasus yang cenderung terkendali ketika adanya ancaman varian Omicron. Selama 5 bulan berturut-turut Indonesia telah mengalami penurunan kasus hingga 99,5% dari puncak kasus kedua.
Tentunya kondisi yang sudah dicapai dengan susah payah ini seyogyanya dijadikan semangat dalam menjaga kasus tetap rendah dan terhindar dari masuknya varian baru. Salah satunya dengan bersama-sama menaati kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam penganan COVID-19 di Indonesia.
Meskipun saat ini kasus COVID-19 di Indonesia terbilang terkendali dan belum terdeteksi kasus Omicron, namun implementasi kebijakan berlapis yang baik yaitu karantina dan testing, niscaya akan berperan dalam mempertahankan kondisi Indonesia yang saat ini cenderung terkendali.
“Sejatinya setiap individu warga negara Indonesia ikut bertanggung jawab dengan kondisi kasus COVID-19 di Indonesia. Jadilah contoh, yang baik untuk sesama warga negara Indonesia, agar kebijakan yang disusun sedemikian rupa guna mencegah importasi kasus terutsma varian Omicron dapat terimplementasi dengan baik," Wiku menegaskan.