Menuju konten utama

Komnas Perempuan: Warga Nduga Perlu Faskes dan Pemulihan Trauma

Warga Nduga memerlukan pelayanan kesehatan, karena ditinggalkan keluarga mereka yang mengungsi karena konflik antara kelompok bersenjata dengan aparat.

Komnas Perempuan: Warga Nduga Perlu Faskes dan Pemulihan Trauma
Puluhan massa dari #SaveNduga menggelar aksi lilin "Biarkan Dorang Natal dengan Damai" di Taman Aspirasi, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (26/12/18). tirto.id/Bhagavad Sambadha

tirto.id - Komnas Perempuan menemukan sejumlah masalah yang menjadi dampak terhadap perempuan dan anak atas konflik yang terjadi di Nduga sejak Desember 2018.

"Kami menemukan bahwa ada pengungsian akibat pembantaian. Saya gak enak ngomongnya, tapi 16 pekerja Istaka Karya ditembak. Ada tembak-tembakan, tentu ini membuat warga menjadi ketakutan," ungkap Komisioner Komnas Perempuan, Saur Tumiur Situmorang dalam konferensi pers di LBH Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Berdasarkan temuan Komnas Perempuan, semenjak pembentukan tim operasi dari TNI sejak Desember 2018, aparat mencari kelompok bersenjata dengan cara mendatangi rumah-rumah warga di Nduga, merusak rumah yang ditinggalkan warga, hingga menembaki ternak milik warga.

Dampaknya, sebagian warga lari ke hutan, sebagian masih di hutan, sebagian menjadi pengungsi di Wamena.

"Pemerintah Jaya Wijaya, maupun Nduga atau pun Papua, tidak menyediakan tempat khusus untuk mengungsi. Jadi mereka tinggal di keluarga," ujar Saur.

Berdasarkan data pada Maret 2019, warga yang mengungsi dari Nduga ke Wamena berjumlah 2.000 orang, kemudian meningkat pada Juli 2019 menjadi 5.000 orang.

"Karena ketakutan. Warga ada yang ke hutan. Warga yang mengungsi meninggalkan warga yang sakit [di Nduga]," ujar Saur.

"Kalau bicara perempuan, pasti ada anak-anak juga. Di hutan, kondisi dingin, tanpa ada alat makan, tanpa ada tempat berlindung," lanjut dia.

Sejumlah masalah tersebut, kata Saur, berakar dari ketakutan terhadap aparat. Warga memilih untuk lari. Hingga saat ini, masyarakat pun masih takut terhadap orang luar Papua, apalagi aparat.

"Kami menangkap ada ketakutan dari anak-anak kepada tentara, orang luar, termasuk ke kami. Padahal kami datang bersama dengan relawan," kisah Saur.

Komnas Perempuan, kata dia, mendesak pemerintah merespons masalah-masalah tersebut.

"Bagaimana hak-hak perempuan dan pengungsi perlu segera direspons oleh pemerintah," kata Saur.

Ia mendesak, agar pemerintah bisa segera menurunkan bantuan, khususnya kebutuhan dasar bagi para pengungsi. Kemudian segera menyediakan layanan dari fasilitas kesehatan (faskes) bagi ibu hamil dan anak-anak.

"Perlu ada pemulihan trauma untuk para perempuan dan anak-anak. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah sebenarnya," kata dia.

Pemerintah, lanjut dia, agar segera mendata semua pengungsi dari Nduga yang ada di seluruh Papua.

Baca juga artikel terkait KONLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali