Menuju konten utama

Komnas HAM: Perlu Investigasi Penangkapan di Masjid Raya Sumbar

Komnas HAM meminta pihak kepolisian untuk mengedepankan cara-cara yang persuasif dan dialogis dalam menghadapi demonstran.

Komnas HAM: Perlu Investigasi Penangkapan di Masjid Raya Sumbar
Sejumlah masyarakat asal Air Bangis, Pasaman Barat, melakukan longmarch dari Masjid Raya Sumatera Barat di Padang, Selasa (1/8/2023). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/aww.

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merespons perihal penangkapan warga, pendamping hukum, dan mahasiswa oleh kepolisian di Masjid Raya Sumatera Barat pada Minggu (6/7/2023). Ada 18 orang yang ditangkap dan dibawa ke Mapolda Sumatera Barat untuk memberikan keterangan.

"Dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian, Polri perlu mengedepankan cara-cara yang persuasif dan dialogis," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterang tertulis, Senin, Jakarta (7/8/2023)

Atnike menambahkan, penolakan masyarakat terkait sumber daya agraria yang terjadi tidak dapat hanya ditangani oleh kepolisian. Pemerintah pusat dan daerah harus turut menyelesaikan permasalahan konflik dengan memperhatikan suara masyarakat.

Ia menegaskan Polri sebagai salah satu Catur Wangsa dalam proses penegakan hukum pidana, juga perlu menghormati kewenangan yang dimiliki advokat atau pemberi bantuan hukum, serta hak atas bantuan hukum dari masyarakat.

Kemudian polisi perlu menginvestigasi terhadap peristiwa penangkapan yang terjadi dengan menurunkan tim independen, serta memberikan sanksi kepada petugas yang melanggar aturan, serta memberikan jaminan agara peristiwa yang sama tidak terulang kembali.

"Kewenangan Polri sebagai penyidik seharusnya tidak digunakan untuk menekan, tapi justru melindungi kelompok masyarakat yang sedang memperjuangkan hak-haknya melalui cara damai," ujar Atnike.

Semua bermula ketika masyarakat akan menentukan sikap setelah ada hasil audiensi dari Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi, karena perwakilan warga dan mahasiswa sedang melakukan dialog dengan pihak pemerintah provinsi.

Sembari menunggu dialog yang berjalan, masyarakat Air Bangis berada menunggu sembari berselawat di area masjid raya, bersama dengan pendamping hukum dari LBH Padang dan PBHI Sumatera Barat. Belum selesai dialog, jajaran Polda Sumatera Barat melakukan tindakan represif.

Polisi membubarkan paksa masyarakat dan pendamping yang berada di dalam masjid raya. Tindakan kepolisian merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM karena upaya paksa tersebut jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan Kemerdekaan menyampaikan Pendapat dimuka umum sebagaimana UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik, UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka umum dan UU HAM.

"Tindakan tersebut juga melanggar peraturan internal kepolisian yakni Perkap Nomor 9 Tahun 2008 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009. Secara khusus tindakan Polda Sumatera Barat yang juga melakukan upaya paksa secara sewenang-wenang terhadap pendamping hukum, juga merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap konstitusi, UU Bantuan Hukum, UU Advokat, UU HAM serta KUHAP," jelas Muhamad Isnur, Ketua YLBHI, Sabtu, 5 Agustus.

Massa menuntut Mahyeldi untuk membatalkan rencana Proyek Strategis Nasional dan menyelesaikan konflik agraria di Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat. Sejak 31 Juli 2023, mereka menginap di masjid raya.

Mereka menuntut pemprov menghentikan intimidasi terhadap masyarakat Air Bangis yang tinggal di kawasan hutan, termasuk meminta kepolisian setempat membebaskan warga yang ditahan.

Baca juga artikel terkait DEMO atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat