Menuju konten utama

Komnas HAM Minta KPK Lanjutkan Perawatan Medis Lukas Enembe

Komnas HAM juga meminta agar Lukas Enembe kooperatif dalam menjalani pelayanan kesehatan yang diberikan oleh KPK.

Komnas HAM Minta KPK Lanjutkan Perawatan Medis Lukas Enembe
Tersangka kasus dugaan kasus korupsi pembangunan infrastruktur di provinsi Papua Lukas Enembe berjalan untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/4/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

tirto.id - Komnas HAM meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan program perawatan medis terhadap Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe.

Permintaan ini dikeluarkan Komnas HAM dalam bentuk rekomendasi oleh Bidang Pemantauan dan Penyelidikan usai merampungkan pemantauan dugaan pengabaian hak atas kesehatan Lukas Enembe selama menjalani proses hukum dan menjadi tahanan KPK.

"Salah satu poin rekomendasi Komnas HAM kepada Ketua KPK adalah memastikan agar Lukas Enembe dapat melanjutkan program perawatan medis yang dibutuhkan yang diperoleh sejak sebelum penahanan untuk tetap dapat dilanjutkan oleh dokter KPK maupun rumah sakit lain yang ditunjuk oleh KPK," ujar Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, dalam keterangan tertulis, Selasa (13/6/2023).

Dalam hal ini Komnas HAM menghormati kewenangan KPK maupun pihak yang ditunjuk oleh KPK dalam menentukan penanganan medis yang diberikan kepada Lukas sesuai dengan kondisi kesehatannya.

Selain kepada KPK, Komnas HAM juga mengeluarkan rekomendasi bagi keluarga Lukas Enembe selaku pengadu. Komnas HAM meminta agar Lukas Enembe kooperatif dalam menjalani pelayanan kesehatan yang diberikan oleh KPK. Komnas HAM juga meminta keluarga dan Lukas Enembe tidak melakukan tindakan yang justru dapat memperburuk kondisi kesehatannya.

"Hal ini dimaksudkan agar proses hukum berjalan dengan bebas, cepat dan sederhana. Kami meminta agar Ketua KPK dan Lukas Enembe dapat melaksanakan dan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM," jelas Uli.

Lukas Enembe merupakan terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua.

Senin, 12 Juni 2023, merupakan sidang perdana perkara tersebut. Tapi Lukas beralasan sakit ketika ditanya oleh hakim. Hakim pun beberapa kali menanyakan ulang dan meminta penjelasan terkait kondisi Lukas kepada penasihat hukumnya.

Akhirnya, kuasa hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona, mengatakan kliennya bersedia menghadiri sidang pekan depan secara tatap muka.

"Hakim Ketua, dia bersedia untuk mendengarkan dakwaan jika diikuti secara offline," kata Petrus.

Hakim pun menanggapi, jika memang kuasa hukum bisa menjamin hal tersebut, maka hakim bisa menetapkan sidang secara langsung atau tatap muka di ruang sidang. Namun, bila ada kendala, maka sidang dilakukan daring. Lantas hakim memutuskan untuk menunda sidang pembacaan surat dakwaan pada 19 Juni 2023.

Januari 2023, KPK telah menetapkan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua.

Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe sekitar Rp1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur dengan pembiayaan tahun jamak di Pemprov Papua.

Tiga proyek dimaksud yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai Rp14,8 miliar, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai Rp13,3 miliar, serta proyek penataan lingkungan sarana olahraga menembak luar ruangan AURI dengan nilai Rp12,9 miliar.

April 2023, KPK kembali menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencucian uang. Penetapan tersebut merupakan pengembangan dari kasus dugaan gratifikasi.

Rijatono Lakka selaku penyuap telah dituntut jaksa penuntut umum dengan pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa KPK menilai Rijatono terbukti menyuap Lukas Enembe sebesar Rp35 miliar.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI LUKAS ENEMBE atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto