tirto.id - Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti kepolisian yang mengancam akan memasukkan anak-anak yang demonstrasi ke dalam catatan negatif kepolisian.
Komnas menilai anak juga memiliki hak untuk berkumpul dan berpendapat.
"Yang melakukan aksi itu kan pada umumnya umur 15-17 tahun yang artinya dia remaja. Artinya dia bisa memutuskan, artinya dia bisa berkumpul, dan artinya dia bisa menilai apakah ada sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan dia atau tidak," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam di kantornya, Rabu (2/10/2019).
Anam pun mengingatkan ketika anak-anak itu dimasukkan ke dalam catatan kepolisian mereka akan berpengaruh isi Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang bedampak negatif. Di sisi lain anak-anak itu masih memiliki masa depan yang panjang.
Oleh karenanya, Anam mengimbau polisi mempertimbangkan kepentingan anak-anak. Menurutnya, tak ada yang harus diproses dari demonstrasi karena itu bukan tindak pidana.
Sebelumnya, Kapolres Gowa AKBP, Shinto Silitonga mengatakan polisi tidak akan mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) untuk para pelajar yang terlibat demonstrasi beberapa hari lalu.
"Apa yang telah dilakukan para pelajar ini merupakan pelanggaran. Maka dari itu, kami akan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian, sehingga nantinya mereka tidak akan dapat menerima SKCK," kata, dikutip Antara.
Meski demikian dalam rilis yang diterima Tirto, Polres Gowa mengaku tak jelaskan sama sekali apa yang para pelajar ini langgar.
"Tugas pelajar adalah untuk belajar agar dapat menggapai cita-cita, bukan untuk ikut-ikutan aksi unjuk rasa," kata Shinto.
Dalam pernyataan terbaru Badan PBB Urusan Anak (UNICEF) menyebut, anak-anak dan remaja di Indonesia memiliki hak untuk mengekspresikan diri dan terlibat dalam dialog tentang masalah yang mempengaruhi mereka.
Diketahui, fungsi SKCK membuktikan seseorang tidak punya riwayat kriminal. SKCK biasanya dipakai untuk sejumlah kebutuhan, dari mulai melanjutkan pendidikan hingga melamar pekerjaan.
Dalam catatan Polres Gowa, identitas tujuh pelajar sudah dimasukkan ke SKCK. Mereka tidak bakal dapat SKCK, misalnya bila mengajukan di kemudian hari.
Ada 17 pelajar SMA yakni dari 10 pelajar dari SMA Negeri 1 Gowa dan 7 dari SMA Batara Gowa yang ikut unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulsel di Jalan Urip Sumoharjo, Kamis (26/9/2019) lalu. Para demonstran menuntut sejumlah hal, termasuk membatalkan revisi UU KPK.
Anak-anak muda ini mengaku demo atas inisiatif sendiri setelah melihat Instagram seorang kawan terkait rencana demo, demikian kata Kasat Intel Polres Gowa, dikutip dari Makassar Today.
Staf LBH Pers Makassar, Firmansyah, mengatakan hukuman ini keliru dan semena-mena.
"Demonstrasi itu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Tidak ada alasan polisi untuk tidak memberi [SKCK] dan itu intimidatif," katanya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali