tirto.id - Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga mengatakan polisi tidak akan mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) untuk para pelajar yang terlibat demonstrasi beberapa hari lalu.
“Apa yang telah dilakukan para pelajar ini merupakan pelanggaran. Maka dari itu, kami akan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian, sehingga nantinya mereka tidak akan dapat menerima SKCK," katanya, dikutip dari Antara.
Meski demikian, dalam rilis yang diterima reporter Tirto, Polres Gowa tidak menjelaskan sama sekali apa yang para pelajar ini langgar.
Shinto hanya mengatakan: "tugas pelajar adalah untuk belajar agar dapat menggapai cita-cita, bukan untuk ikut-ikutan aksi unjuk rasa." Ini kontras dengan pernyataan UNICEF bahwa "anak-anak dan remaja di Indonesia memiliki hak untuk mengekspresikan diri dan terlibat dalam dialog tentang masalah yang mempengaruhi mereka."
Kepemilikan SKCK membuktikan seseorang tidak punya riwayat kriminal. SKCK biasanya dipakai untuk sejumlah kebutuhan, dari mulai melanjutkan pendidikan hingga melamar pekerjaan.
Sejauh ini, menurut sumber yang sama, identitas tujuh pelajar sudah dimasukkan ke dalam Sistem Catatan Kepolisian. Mereka tidak bakal dapat SKCK misalnya mengajukan di kemudian hari.
17 pelajar SMA—10 dari SMA Negeri 1 Gowa dan 7 dari SMA Batara Gowa—menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulsel di Jalan Urip Sumoharjo, Kamis (26/9/2019) siang. Para demonstran menuntut sejumlah hal, termasuk membatalkan revisi UU KPK.
Para pelajar, seperti di demo-demo lain, membawa poster berisi pesan-pesan nyeleneh.
Anak-anak muda ini mengaku demo atas inisiatif sendiri setelah melihat Instagram seorang kawan terkait rencana demo, demikian kata Kasat Intel Polres Gowa, dikutip dari Makassar Today.
Staf LBH Pers Makassar, Firmansyah, mengatakan hukuman ini “keliru dan semena-mena.”
“Demonstrasi itu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Tidak ada alasan polisi untuk tidak memberi [SKCK] dan itu intimidatif,” katanya.