tirto.id - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengingatkan jajaran TNI dan Polri untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan. Ia ingin seluruh jajaran TNI-Polri di berbagai tingkatan sadar akan hak asasi saat menjalankan tugasnya.
“[Junjung tinggi hak asasi] dari level tertinggi pimpinan sampai di level bawah. Saya tahu, sudah banyak langkah dilakukan, [tapi] kadang-kadang [anggota] di bawah belum menyadari norma HAM dengan kultur yang belum berubah, kemudian melakukan praktik kekerasan,” ucap Taufan dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes Polri, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Contohnya, penembakan Deki Susanto oleh polisi. Deki adalah tersangka kasus judi di Solok Selatan, Sumatera Barat. Ia ditembak mati persis di kepala di depan keluarganya, 27 Januari 2021. Polisi mengklaim menembak Deki karena ia melawan petugas dengan senjata tajam.
Kasus lain yang mungkin paling diingat publik adalah penembakan hingga meninggal dunia terhadap enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) akhir Desember 2020 lalu.
Menurut dia, norma dan prinsip hak asasi dapat diimplementasikan melalui pelatihan, perubahan kurikulum, dan lainnya, termasuk pengawasan intensif terhadap personel. Dengan upaya bertahap itu Taufan berharap reformasi TNI dan Polri akan tercapai.
Taufan juga menegaskan perihal netralitas ‘aparat sebagai alat negara’, yang tidak berpihak kepada kelompok tertentu, kecuali memihak kepentingan bangsa. Kemudian aparat harus berprinsip nondiskriminasi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
“Supaya tidak dianggap tebang pilih. Sebagian [tebang pilih] ada faktanya, sebagian lagi [karena] persepsi,” katanya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI menawarkan konsep prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan yang diperkenalkan sebagai ‘Presisi’. Ide ini sebagai wujud kepolisian di masa depan atau paling tidak saat ia menjadi Kapolri.
“Konsep transformasi Polri yang ‘Presisi’ hadir melalui penekanan pada upaya pendekatan pemolisian yang prediktif. Diharapkan bisa membangun kejelasan dari setiap permasalahan keamanan dalam menciptakan keteraturan sosial di tengah masyarakat,” ujar Sigit.
Pada unsur transparansi berkeadilan, merupakan realisasi dari prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, akuntabel, proaktif, responsif, humanis, dan mudah untuk diawasi.
Dampaknya, Sigit menegaskan, pelaksanaan tugas-tugas kepolisian akan menjamin keamanan dan keadilan masyarakat. Jika mengikuti konsep ini, mestinya menurut Sigit tidak ada lagi pelanggaran HAM oleh polisi terhadap warga dalam kepemimpinan Kapolri Sigit, karena unsur humanis dilibatkan dalam penanganan perkara.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto