tirto.id - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyoalkan poin-poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang disahkan beberapa waktu lalu. Salah satu poin yang dipersoalkan adalah status komisioner KPK yang tidak lagi menjadi penyidik dan penuntut umum.
"Sekarang karena komisioner bukan lagi penyidik dan penuntut, apa dia masih bisa memberi perintah untuk penyadapan penggeledahan dan penyitaan?" kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), upaya paksa seperti penggeledahan, penyitaan, penahanan, dll menjadi kewenangan eksklusif penyidik dan penuntut umum.
Dalam revisi undang-undang yang disahkan, Dewan Pengawas KPK pun tidak disebut sebagai penegak hukum. Namun, Dewan Pengawas KPK diberi kewenangan memberi izin untuk penyadapan, penggeledahan, dll.
"Sebenarnya secara teoritis karena Dewan Pengawas bukan penegak hukum dia juga enggak akan ada gunanya dibentuk," ujar Laode.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman Hibnu Nugroho pun mengakui revisi UU KPK membingungkan dan melawan prinsip-prinsip hukum universal.
"Ini akan jadi chaos besar nanti," prediksi Hibnu saat dihubungi Tirto, Kamis (19/9/2019).
Jika mengacu pada cara kerja KPK saat ini, penetapan tersangka dilakukan secara kolektif oleh 5 pimpinan melalui gelar perkara. Upaya paksa pun harus dilakukan dengan persetujuan pimpinan, bahkan untuk menyadap diperlukan tanda tangan dari seluruh pimpinan.
Dengan revisi undang-undang KPK, kata Hibnu, komisioner dipastikan tidak memiliki kewenangan apa-apa. Kewenangan penetapan tersangka-- dan upaya paksa lainnya-- hanya dimiliki Deputi Penindakan dan penyidiknya.
"Komisioner itu hanya simbol tok, hanya tugas administratif," kata Hibnu.
Dia melanjutkan, jika komisioner masih terlibat dalam penetapan tersangka atau memberi perintah dalam penegakan hukum, maka hampir bisa dipastikan KPK kalah jika terdakwa mengajukan praperadilan.
"Kalau dia menentukan suatu kasus hukum potensi praperadilannya pasti kalah karena bukan sebagai lembaga penegak hukum," kata Hibnu.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Andrian Pratama Taher