tirto.id - Komisi X DPR RI meminta ada standar operasional prosedur (SOP) yang dimiliki semua kampus dan institusi pendidikan guna menjamin keselamatan peserta didik dari ancaman pelecehan seksual.
Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian berkata, SOP dibutuhkan agar jaminan keamanan peserta didik dari ancaman pelecehan seksual ada baik di dalam maupun luar lingkungan pendidikan. Menurut Hetifah, selama ini pelecehan seksual masih sering terjadi lantaran minimnya upaya lembaga pendidikan memberi perlindungan.
"Jadi mulai dari hal-hal kecil lah kayak soal penerangan, misalnya supaya tidak gelap ya orang kan di kampus suka sampai malam bikin tugas. Kemudian kaya staf-staf, satpam," ujar Hetifah kepada tirto, Kamis (8/11/2018).
Politikus Partai Golkar itu mendorong agar setiap kampus punya pusat krisis yang khusus menangani kasus dugaan pelecehan seksual. Dia juga mengingatkan agar para penegak hukum tidak memiliki stigma kepada korban pelecehan seperti yang terjadi selama ini.
Menurut Hetifah, harus ada empati para pihak terkait terhadap korban pelecehan seksual. Pemberian hukuman hingga menimbulkan efek jera kepada pelaku juga harus diberikan.
"Bagi DPR kan kita sudah masuk lagi nih di prolegnas, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Menurut saya ini menjadi catatan bahwa kita memang sudah harus segera memfinalkan itu supaya ada payung hukum yang lebih jelas dan tegas dan masyarakat juga terutama kaum perempuan bisa merasa terlindungi," ujar Hetifah
Penjelasan ini disampaikan Hetifah menanggapi kasus pelecehan seksual yang menimpa salah satu mahasiswi UGM saat melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN), pada 2017 lalu.
Dalam laporan berjudul “Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan” terbitan Senin (5/11/2018) lalu, Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung menurunkan cerita Agni (bukan nama sebenarnya) yang diperkosa teman satu unit KKN-nya pada 2017 lalu. Pelecehan seksual itu diduga dilakukan seorang mahasiswa UGM berinisial HS.
Laporan itu juga mencatat salah satu pejabat Departemen Pengabdian kepada Masyarakat UGM justru pernah menuding Agni turut bersalah dan menolak menyebutnya sebagai korban. Laporan BPPM Balairung ini pun memicu kritik terhadap UGM yang dinilai tidak tegas dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap Agni.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom