tirto.id - Anda pernah melihat paras mobil Suzuki Ertiga tapi berlogo Mazda plus emblem bertuliskan VX-1? Atau tongkrongan mobil Suzuki APV tapi ada simbol tiga berlian khas Mitsubishi dengan nama Maven?
Mobil-mobil semacam ini kian marak muncul di pasar sebagai rebadge. Istilah rebadge adalahproduk dengan basis rancang bangun sama tapi dijual oleh perusahaan yang berbeda. Perusahaan yang mengeluarkan produk rebadge sudah menjalin kerja sama.
Strategi rebadge bisa memberikan keuntungan kepada perusahaan dalam segi efisiensi biaya produksi dan memudahkan usaha pemasaran, memanfaatkan merek yang sudah eksis di negara tertentu.
Pada 1981, Isuzu membuat gebrakan dengan merilis model Sport Utility Vehicle (SUV) kategori menengah, yakni Isuzu Trooper. Untuk memasarkan Trooper ke sejumlah negara, pabrikan spesialis mesin diesel itu bermitra dengan Chevrolet, Vauxhall, Holden, dan Subaru. Melalui taktik rebadging, Isuzu berhasil mendistribusikan Trooper ke Australia dan Selandia Baru dengan label Holden Jackaroo, lalu di Korea Selatan dalam bentuk Ssangyong Korando Family.
Sementara itu, di Jepang ada Subaru Big Horn, Isuzu Caribe 442 di Venezuela, dan Chevrolet Trooper ke beberapa negara Asia, termasuk Indonesia. Memanfaatkan upaya rebadging, para pemain industri otomotif memiliki celah untuk meraup benefit tanpa harus menunaikan modal besar, dibandingkan dengan membuat produk secara independen.
Setidaknya, pabrikan bisa menekan ongkos riset dan pengembangan produk, pembuatan material, dan perakitan unit mobil. Proses transfer teknologi turut dimungkinkan dengan adanya kerja sama strategis macam ini. Dalam bahasa yang lebih sederhana rebadging adalah mobil kembar yang dilempar ke pasar.
Menelisik keberadaan mobil-mobil kembar, terutama di Indonesia, duet Toyota Avanza-Daihatsu Xenia seolah jadi bukti keberhasilan strategi kolaborasi rebadging. Kedua mobil yang sampai sekarang masih menempati tangga teratas dalam penjualan mobil di Tanah Air itu mulai eksis akhir tahun 2003, sudah mengaspal dengan populasi di atas 1,6 juta unit di Tanah Air.
Studi mengenai proyek Avanza-Xenia sudah dimulai pasca-reformasi tahun 1998. Di antara poin utama dalam pengembangan duet Multi Purpose Vehicle (MPV) tersebut, yaitu membuat mobil multifungsi yang nyaman untuk tujuh penumpang, dan yang terpenting berharga miring karena kondisi keuangan Indonesia masih “tremor” pasca krisis ekonomi di akhir masa orde baru. Toyota Astra Motor dan Astra Daihatsu Motor yang sama-sama berbisnis di bawah payung perusahaan Astra International sepakat untuk mengeksekusi proyek “mobil sejuta umat”.
Dua produk kembar tersebut diproduksi di pabrik perakitan ADM di Karawang, Jawa Barat. Kemunculan Avanza-Xenia memberikan penawaran level yang beragam dan luas kepada konsumen yang memiliki kemampuan finansial berbeda. Di awal peluncuran, Avanza-Xenia dipasarkan dengan banderol harga kurang dari Rp100 juta.
Kini, seolah ingin mengulang keberhasilan dua Avanza-Xenia, berhembus kabar koalisi Nissan-Mitsubishi membuat rebadging produk Xpander. CapaianMitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia menyatakan bisa mencapai angka wholesales di atas 7.000-an unit setiap bulan adalah suatu capaian gemilang untuk bisa ditularkan oleh Nissan sebagai satu aliansi global dengan Mitsubishi.
Seperti Apa "Nissan Xpander"?
Momen kemasyhuran Mitsubishi Xpander kemungkinan besar akan dimanfaatkan Nissan sebagai pemegang saham untuk ikut meraup profit. Kabar kemunculan kloning Xpander dalam kemasan Nissan berhembus kencang dalam beberapa bulan terakhir. Kolaborasi tersebut sangat mungkin terjadi, sebab Mitsubishi dan Nissan telah membentuk aliansi Bisnis Renault-Nissan-Mitsubishi sejak tahun 2017.
Adopsi Xpander oleh Nissan berpeluang memberikan keuntungan buat hubungan kemitraan dua pabrikan Jepang tersebut. Terlebih untuk Nissan, karena prestasi penjualan segmen MPV yang diwakili oleh Nissan Grand Livina tidak begitu baik. Terhitung mulai 2015, Nissan Grand Livina terjual tidak lebih dari 10 ribu unit per tahun. Capaian yang kurang menggembirakan untuk penjualan mobil di Indonesia yang punya pasar 1 juta unit per tahun.
Pihak Nissan Motor Indonesia (NMI) tidak menyangkal perihal rencana produk MPV berbasis Mitsubishi Xpander. NMI hanya menggarisbawahi produk yang akan mereka jual nanti tidak akan terlalu identik dengan “Baby Pajero”. Namun, belum ada kepastian mengenai diferensiasi MPV Nissan dengan Mitsubishi Xpander.
"Dari Indonesia, kami punya suara untuk aliansi ini. Saya kasih contoh misalnya, aliansi itu kerja sama dua produk yang menggunakan satu platform. Diferensiasinya bisa minimum, bisa medium, bisa maksimum," ujar Vice President Director Marketing and Sales PT Nissan Motor Indonesia, Davy Tuilan dikutip dari Antara.
Sayangnya, di pihak lain yaitu Mitsubishi belum mau menjelaskan secara detail ihwal sebesar apa nantinya pertalian Xpander dengan calon MPV Nissan baru ini. Di dunia otomotif memang ada istilah saling berbagi platform atau platform sharing. Istilah platform sharing, secara substansi tidak berbeda jauh dengan rebadge.
Dalam laporan autoevolution, tujuan utama dari platform sharing tidak lain adalah efisiensi biaya produksi. Perusahaan otomotif melakukan platform sharing untuk mendapatkan kuantitas produk lebih banyak dari sasis dan mesin yang sudah dikembangkan dengan biaya mahal. Mobil-mobil hasil kolaborasi platform sharing bisa saja tidak begitu identik layaknya mobil rebadge. Kesamaannya dibatasi pada konstruksi sasis dan mesin, sementara bentuk bodi, desain interior, dan teknologi pendukung dapat berbeda.
Semacam hubungan biologis, platform sharing melahirkan mobil dengan DNA sama tapi berbeda wujud. Sekalipun terlaksana, kloning terhadap Mitsubishi Xpander bukanlah cara untuk mendatangkan keuntungan secara instan bagi Nissan. Masih banyak faktor yang mempengaruhi ketertarikan masyarakat pada dua produk mobil kembar. Salah satu faktor terpenting, ialah harga jual.
Laporan Forbes mengungkapkan Aston Martin Cygnet seharga US$45 ribu dianggap terlalu mahal karena saudara biologisnya, Toyota iQ hanya dilego dengan mahar US$17 ribu. Tentu saja margin harga kedua mobil tersebut sangat berbeda dan bisa jadi kurang masuk akal untuk produk serupa.
Dalam konteks rencana kolaborasi MPV Nissan-Mitsubishi Nissan di Indonesia juga harus mempertimbangkan aspek vital lainnya, seperti ketersediaan sparepart, layanan garansi, dan jaringan bengkel servis. Juga yang terpenting, tak mentah-mentah meniru konsep rebadge yang sudah pernah ditorehkan duo sukses Avanza-Xenia.
Editor: Suhendra