tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menolak gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2019 yang dilayangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tadi (27/6/2019) malam. Tak tanggung-tanggung, MK menolak seluruh dalil permohonan, bahkan tak ada satu pun hakim yang menyampaikan perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Prabowo lantas mengaku menghormati putusan ini, meski masih membuka kemungkinan mengupayakan hal lain. Belum jelas apa persisnya.
Begitu pula dengan nasib Koalisi Indonesia Adil Makmur--terdiri dari Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, hingga partai baru Berkarya. Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dahnil Anzhar mengatakan demi memperjelas eksistensi koalisi, Prabowo dan para petinggi partai koalisi akan bertemu hari ini (28/6/2019) setelah salat Jumat.
"Tentu Pak Prabowo tidak pernah memutuskan segala sesuatu sendiri, selalu minta pertimbangan parpol," kata Dahnil tadi malam.
Hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi: koalisi tetap utuh dan jadi oposisi pemerintahan baru, atau bubar sama sekali karena sebagian partai mungkin pindah haluan ke gerbong pemerintahan baru.
Opsi pertama nyaris mustahil, dengan mempertimbangkan apa yang terjadi beberapa bulan terakhir, begitu kata dosen komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo. "Karena PAN dan Demokrat tampaknya sudah lebih memilih jalan bergandeng dengan pihak pemerintah," jelas Suko kepada reporter Tirto.
Demokrat, misalnya, menunjukkan gelagat tak betah lagi berada di koalisi sejak sering ribut dengan Gerindra. Kader dua partai itu bahkan saling sindir di media sosial hingga mengancam 'buka dapur' masing-masing.
Ketua Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bahkan sudah berkali-kali bertemu Joko Widodo--indikasi kuat untuk 'merapat'. Bahkan putra sulung Ketua Umum Demokrat dan Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ini menyempatkan diri bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat lebaran kemarin.
Gelagat serupa terlihat di tubuh PAN. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bahkan gamblang mengatakan koalisi sudah berakhir tadi malam. Dia mengklaim kalau pembubaran koalisi sudah disetujui Prabowo.
"Saya tadi lama di tempat Pak Prabowo dari setengah dua sampai setengah lima. Pak Prabowo tadi menyampaikan ke saya dengan berakhirnya putusan MK, maka koalisi sudah berakhir," kata Zulkifli dalam keterangan tertulis.
Zulkifli juga mengatakan kalau Prabowo juga mempersilakan partai-partai koalisi mengambil langkah masing-masing. "Silakan partai- partai mengambil inisiatif sendiri," kata pria yang bisa disapa Zulhas ini.
Beda Demokrat dan PAN, beda pula dengan PKS dan Berkarya. Dua partai ini tampaknya akan setia bersama Prabowo.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan partainya berharap Koalisi Adil Makmur tak bubar dan menjadi oposisi. "Koalisi Adil Makmur sangat layak diteruskan menjadi kekuatan penyeimbang untuk mengawal agar pembangunan benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat," katanya.
Sementara itu, Sekjen Berkarya Priyo Budi Santoso mengatakan partai-partai yang pindah haluan itu tak bisa disalahkan. Hanya saja, kata bekas politikus Golkar ini, "dari segi etika dan tata krama, saya enggak sarankan."
Suko Widodo menilai Prabowo semestinya sebisa mungkin mempertahankan koalisi, meski Demokrat dan PAN sudah menyatakan ingin keluar. Ini penting agar kekuatan oposisi tidak jomplang-jomplang amat dibanding pemerintah.
"Karena, kan, agenda politik ke depan masih banyak seperti pilkada. Ada oposisi juga [untuk] mengontrol pemerintahan," kata Suko.
Minus Berkarya yang tak lolos ambang batas parlemen--yang artinya tak bisa mengirimkan wakilnya ke Senayan--dan PAN dan Demokrat yang mungkin pindah, koalisi oposisi memang hanya menyisakan Gerindra dan PKS. Dua partai ini memperoleh total 21 persen suara dalam pileg kemarin. Perolehan suara mereka tertinggal jauh dari total suara yang diperoleh koalisi Jokowi-Ma'ruf.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino