tirto.id - Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menilai uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR dapat menjadi tahapan penting untuk menguliti lebih dalam 10 capim KPK yang diloloskan pansel. Tahapan ini dilakukan setelah presiden memberikan 10 nama capim dan calon Dewas KPK kepada DPR.
“Kita berharap proses selanjutnya ada kesempatan bagi kita menguliti lebih dalam profil Capim-capim ini,” kata Alvin ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2024).
Dia menilai hal itu semua tergantung dari political will DPR terhadap upaya penguatan antikorupsi di Indonesia. Pasalnya, saat ini presiden Joko Widodo sendiri belum memberikan nama-nama capim dan cadewas KPK ke DPR.
Alvin menjelaskan, momen penyerahan 10 nama capim KPK ke DPR juga dapat menggambarkan situasi politik dari seleksi pimpinan lembaga antirasuah ini. Publik juga masih menunggu apakah nama-nama capim KPK akan diserahkan di akhir periode masa jabat presiden Jokowi, atau justru diarahkan saat pemerintahan sudah dipimpin presiden terpilih, Prabowo Subianto.
“Ini penting melihat seberapa banyak [potensi] KPK ke depan akan dikeruk, apakah alat politik penguasa sekarang atau nanti," kata Alvin.
Dalam kesempatan yang sama, Pengajar hukum dari STH Indonesia Jentera, Asfinawati, menegaskan proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR turut menentukan kualitas parlemen. Jika DPR periode 2024-2029 meloloskan figur yang punya catatan etik dan integritas miring sebagai pimpinan KPK, maka ini menjadi cerminan fungsi parlemen yang buruk.
“Memang inu jadi hambat paling utama bagi saya. Harusnya DPR memang jadi check and balances pada [capim] pilihan presiden,” ujar Asfinawati.
Sementara itu, dia menilai perlu ada satu indikator uji kelayakan dan kepatutan yang harus dipersiapkan DPR dalam memilih capim KPK. Misalnya wajib menguji integritas, rekam jejak, hingga pengetahuan peserta terkait pemberantasan korupsi.
Selain itu, capim KPK perlu dimintai pendapatnya tentang upaya penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi ke depan. Namun Asfinawati tak terlalu yakin DPR akan betul-betul mampu diandalkan dalam uji kelayakan dan kepatutan capim KPK.
“Parpol sebagai instrumen di parlemen ada di bawah Pemerintah, maka tidak ada hal yang kritis di DPR," sambung dia.
Di sisi lain, Alvin Nicola menuturkan koalisi masyarakat sipil antikorupsi sudah membangun komunikasi dengan DPR periode baru untuk persiapan uji kelayakan dan kepatutan capim KPK. Koalisi ini berusaha memberikan masukan agar DPR mampu membenahi tugas Pansel yang masih belubang. Pansel dinilai masih meloloskan capim KPK yang minus integritas, independensi dan kapasitas.
“Pemerintah ke depan membutuhkan KPK yang kuat, maka hal ini dimulai dari pimpinan KPK yang kuat," tegas Alvin.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Intan Umbari Prihatin