tirto.id - Sepekan terakhir, virus SARS-CoV-2 menyebar secara masif di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pada 21 Agustus, ada penambahan lebih dari 70 kasus. Lalu 383 kasus baru ditemukan pada 28 Agustus. Per 1 September, total kasus mencapai 814, 711 di antaranya masih aktif.
Kasus dalam jumlah besar muncul dari Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Kecamatan Tegalsari.
Ponpes Darussalam Blokagung, yang berusia lebih dari 60 tahun, dihuni setidaknya 6.000 santri--mengikuti pendidikan dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi. Dari jumlah sebanyak itu, menurut Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi, dr. Widji Lestariono kepada reporter Tirto, kemarin, “ada 622” yang tertular.
Temuan ini berasal dari pelacakan kontak. Mereka menjalani tes usap setelah kasus bermunculan. Ada sekitar 700 santri telah menjalani tes COVID-19.
“Setiap hari kami lakukan penelusuran, tes usap di lokasi pondok sudah kami lakukan tiga kali. Memang konsekuensinya berat, karena pasti akan ada penambahan kasus dalam skala besar. Namun, atas nama kesehatan, santri yang terpapar harus segera diketahui untuk menjamin serta menjaga kesehatan mereka,” kata Rio, sapaannya, melansir Antara.
Upaya Penanganan
Kasus berusaha diputus dengan karantina lokal. Rio mengatakan selama karantina ada pengawasan ketat orang yang masuk dan keluar pesantren.
“Nantinya, semua tidak boleh seenaknya keluar masuk pondok, di-screening ketat. Arus keluar masuk juga dibedakan. Semua memang harus dilakukan dengan ketat dan disiplin, karena ini bagian dari ikhtiar untuk memutus mata rantai penyebaran di sana,” kata Rio, melansir situsweb Pemda Banyuwangi.
Kawasan ponpes, kata dia, juga akan dilengkapi fasilitas penunjang selama karantina. Antara lain penambahan petugas kesehatan.
“Tak ketinggalan Dinas PU Cipta Karya, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas PU Pengairan juga akan turun. Selain menambah puluhan toilet portabel di sana, juga akan memperbaiki sanitasi dan aliran air yang akan disupervisi oleh tim gabungan dari Kemenkes,” imbuh Rio.
Juru bicara Ponpes Darussalam Nihayaul Wafiroh mengatakan karantina ditetapkan 14 hari sejak 30 Agustus. Ninik bilang saat ini sebagian besar santri tampak sehat, meski ada pula yang dirawat.
“Hanya beberapa yang dirawat di rumah sakit. Itu karena bergejala. Selebihnya semuanya di pesantren,” kata Ninik, kepada Tirto, Selasa.
Lokasi karantina dipisah. Santri yang sudah terdeteksi di masa awal kasus menempati rusunawa hingga kondisi pulih.
Mereka juga melakukan penyemprotan disinfektan rutin. Lingkungan sekitar pesantren juga disterilisasi. Aparat berjaga di akses jalan menuju pesantren. Jumlah aparat bersiaga selama karantina 1 SSK gabungan dari TNI, Polri, dan Satpol PP Pemkab Banyuwangi.
Penanganan selama karantina dilakuka secara gotong royong oleh berbagai instansi, baik daerah atau pusat.
“Santri dapat bantuan pemkab, pemprov, TNI, Kemenkes, BNPB, juga dari gugus tugas hingga KKP. Tenaga kesehatan 24 jam di pondok. Everything is fine, Insya Allah,” imbuhnya.
Agar karantina sukses, ponpes menyediakan makanan hingga 18 ribu porsi per hari untuk tiga kali makan. Tanggung jawab memasak dilakukan oleh dua tim. TNI menyiapkan 3.000 porsi (sekali makan) dan 3.000 porsi lain berasal dari petugas Pemkab Banyuwangi dan Pemprov Jatim.
Rio bilang makanan-makanan ini tak sembarangan. Ia disupervisi oleh petugas khusus untuk meningkatkan daya tahan tubuh para santri.
Nining mengatakan belum mengetahui dari mana asal usul penyebaran virus yang memicu klaster ponpes ini.
Aktivitas para santri direkam dan diunggah ke Instagram Ponpes Darussalam Blokagung. Saat pagi hari mereka olahraga. Pada masa karantina ini pengelola ponpes bahkan menggelar kompetisi sepak bola untuk para santri.
Di media sosial, para santri memopulerkan tagar #blokagungkuat #kamibersamablokagung hingga #kamibaikbaiksaja.