tirto.id - Presiden Joko Widodo bertolak menuju Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada 8 Januari lalu dalam rangka kunjungan kerja. Menaiki Pesawat Kepresidenan Indonesia 1, Jokowi dan rombongan bertolak dari Halim Perdanakusuma menuju Natuna sekitar pukul 07.30 WIB, dikutip dari setkab.go.id.
Pada 24 Desember lalu, pelanggaran atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna, termasuk kegiatan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, dilakukan kapal penjaga pantai Cina. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia sempat memprotes tindakan itu lewat pemanggilan Duta Besar Cina untuk Indonesia, Senin (30/12/2019). Namun, protes ini seolah tak digubris pihak Pemerintah Cina.
Terlepas dari sengketa antara Indonesia dan Cina, banyak pula informasi yang beredar dengan propaganda tertentu bermunculan. Salah satunya tampak pada unggahan akun Facebook Bang Guntur Pardede pada 9 Januari 2019.
Dalam unggahan tersebut, akun ini menampilkan tangkapan layar sebuah 'berita' berjudul "Setelah Dikomfirmasi, Jokowi Sebut China Hanya Mengejar Ikan yang Lari ke Indonesia Melalui Natuna, Jadi Bukan Mencuri” (arsip). Informasi yang sama juga disebarkan oleh akun bernama Maggangka Saani (arsip).
Benarkah Jokowi menyatakan hal itu?
Asal Usul Informasi
Berdasarkan penelusuran Tirto dengan kata kunci judul artikel, informasi yang diunggah tersebut berasal dari situs Operainff (arsip). Namun, menariknya, alamat artikel tersebut berbeda dengan judul dan isi artikel (https://operainff.blogspot.com/2018/11/bos-indosat-tolak-permintaan-pemerintah.html?m=1.).
Berikut kutipan informasi dari Operainff: "Presiden Joko Widodo mendatangi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, yang kini sedang hangat jadi perbincangan karena diklaim oleh China. Di sana Jokowi menemui nelayan dan melihat laut Natuna dari KRI Usman Harun.”
"Jokowi tiba di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa sekitar pukul 11.47 WIB, Rabu (8/1/2020), dan langsung menyapa awak kapal. Tak berselang lama, Jokowi menaiki KRI Usman Harun yang tengah bersandar di dermaga."
"Dari atas KRI Usman Harun, Jokowi memastikan tak ada pelanggaran oleh china, baik itu dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) maupun pencurian ikan yang banyak disebut-sebut media."
""Saya sudah komfirmasi, mereka (nelayan China) kesini buka mencuri ikan, namun mengejar ikan yang lari keperairan Indonesia, jadi dari daerah mereka (China) itu ikannnya lari ke Indonesia melalui Perairan Natuna, nah itu yang terjadi," ujar Jokowi."
Fakta
Informasi yang dipublikasi oleh situs Operainff merujuk pada berita Detik.com berjudul "Pesan dari Kunjungan Jokowi ke Natuna pada 9 Januari 2020." Detik menuliskan informasi kunjungan Jokowi ke Natuna pada 8 Januari 2020. Namun, Operainff merubah isi berita Detik tersebut pada beberapa bagian.
Detik menuliskan, "Presiden Joko Widodo mendatangi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, yang kini sedang hangat jadi perbincangan karena diklaim oleh China. Di sana Jokowi menemui nelayan dan melihat laut Natuna dari KRI Usman Harun."
"Jokowi tiba di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa sekitar pukul 11.47 WIB, Rabu (8/1/2020), dan langsung menyapa awak kapal. Tak berselang lama, Jokowi menaiki KRI Usman Harun yang tengah bersandar di dermaga."
Operainff kemudian mengedit beberapa bagian dan memotong informasi asli menjadi: "Dari atas KRI Usman Harun, sekitar 10 menit Jokowi meninjau situasi di Perairan Natuna bersama sejumlah jajaran yang mendampinginya, antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto."
"Jokowi memastikan ada penegakan hukum hak berdaulat Indonesia atas sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)."
Lebih lanjut, tidak ada rekam jejak lain mengenai informasi dari Operainff yang diklaim berasal dari Jokowi berikut: "Saya sudah komfirmasi, mereka (nelayan China) kesini buka mencuri ikan, namun mengejar ikan yang lari keperairan Indonesia, jadi dari daerah mereka (China) itu ikannnya lari ke Indonesia melalui Perairan Natuna, nah itu yang terjadi," ujar Jokowi.
Pernyataan Jokowi Soal Natuna
Pasca-kunjungan kerja di Natuna, Jokowi sempat menuliskan beberapa pesan lewat akun Twitternya. "Di Natuna, saya bertanya ke Panglima TNI, apakah ada kapal negara asing memasuki laut teritorial Indonesia? Ternyata tidak ada. Kapal asing tersebut berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, bukan laut teritorial Indonesia," tulis Jokowi
Jokowi kemudian melanjutkan, "Di zona tersebut kapal internasional dapat melintas dengan bebas, tapi Indonesia memiliki hak atas kekayaan alam di dalamnya. Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing yang mencoba memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal."
Cuitan Jokowi tersebut direspons langsung oleh mantan menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti. Menurut Susi, "Yg mencuri di ZEE kita seharusnya ditangkap saja. Dan putuskan dimusnahkan. Jangan hanya dihalau. 🙏🙏🙏"
Yg mencuri di EEZ kita Seharusnya ditangkap saja. Dan putuskan dimusnahkan. Jangan hanya dihalau. 🙏🙏🙏
— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) January 8, 2020
Kementerian Luar Negeri mengonfirmasi adanya pelanggaran atas ZEE Indonesia, termasuk kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing, dan pelanggaran kedaulatan oleh Penjaga Pantai Cina di perairan Natuna.
Atas pelanggaran ini, Kemlu telah memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia dan menyampaikan protes keras. Komunikasi pun dilakukan oleh prajurit TNI AL dan mengusir kapal-kapal ikan yang menangkap ikan secara ilegal.
Namun, tak ada efek jera dari Cina meski kapal berhasil diusir pada hari itu. Berdasarkan patroli udara Indonesia pada Jumat (3/1/2019), masih tampak tiga kapal Coast Guard Cina di wilayah kaya ikan tersebut.
Tidak jeranya Cina bukan hal yang mengejutkan. Merespons protes Kemlu RI sebelumnya, Juru Bicara Kemlu Cina Geng Shuang bersikukuh negaranya tidak melanggar hukum internasional yang ditetapkan lewat Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. Landasannya, menurut Gueng, adalah klaim bahwa perairan Natuna termasuk dalam Nine Dash Line Cina.
"Saya ingin menekankan bahwa posisi Cina mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS. Jadi, apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, itu tak akan mengubah fakta objektif bahwa kami punya hak dan kepentingan atas perairan yang relevan (relevant waters)," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (2/1/2019).
Sengketa di Laut Natuna dan ZEE
Permasalahan yang terjadi di Laut Natuna bukanlah yang pertama. Menurut catatan Tirto, sejak 2010, ada tujuh sengketa yang pernah terjadi di kawasan ini.
Pada 2012, misalnya, enam kapal asing yang berasal dari Thailand dan satu kapal berasal dari Vietnam ditangkap di Selat Malaka dan Laut Natuna. Keenam kapal asing ini ditangkap oleh Kapal Pengawas HIU milik KKP karena terindikasi melakukan penangkapan ikan ilegal di ZEE Indonesia.
Masih pada 2012 di bulan Agustus, menlu Indonesia pada saat itu, Marty Natalegawa, dan menlu Cina Yang Jiechi sepakat untuk mengedepankan diplomasi dalam menyelesaikan sengketa laut Cina Selatan usai menandatangani kerja sama bilateral di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (10/08). Dalam pernyataan pers, Yang Jiechi mengatakan, memelihara perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan merupakan tanggung jawab bersama semua negara di kawasan tersebut.
Namun, dua tahun setelah menandatangani kerja sama tersebut, Cina malah mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai wilayah laut mereka sesuai dengan batasan wilayah laut Nine Dash Line.
Pada 2016, kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia sempat menangkap sebuah kapal yang diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna pada Sabtu (19/03) malam. Namun, kapal tersebut dilepas lagi setelah kapal penjaga pantai Cina muncul.
Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri sendiri telah beberapa kali menegaskan penolakan terhadap klaim Nine Dash Line Cina. Klaim itu disebut hanya merupakan klaim sepihak (unilateral). Menurut Kemenlu, klaim historis Cina atas ZEE Indonesia dengan alasan bahwa para nelayan Cina telah lama melakukan aktivitas di perairan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui dalam UNCLOS 1982.
Sebagai catatan, Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 ini melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. UNCLOS 1982 merupakan hasil dari berbagai konferensi PBB mengenai hukum laut sejak 1973 sampai 1982. Hingga kini, sebanyak 158 negara telah bergabung dengan Konvensi tersebut. Cina sendiri juga telah meratifikasi UNCLOS 1982 pada tahun 1996.
Kesimpulan
Melalui sejumlah informasi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa informasi yang disebarkan oleh Operainff bersifat keliru (false). Jokowi tidak menyebut bahwa Cina hanya mengejar ikan yang lari ke Indonesia.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi memang menyampaikan bahwa kapal asing berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Sayangnya, Jokowi tidak menegaskan penangkapan ikan ilegal telah terjadi di perairan Natuna Utara tersebut.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara