Menuju konten utama

Atasi Kisruh Natuna, Istana Usul Omnibus Law Pengamanan Laut

Perlunya regulasi kelautan disatukan menjadi omnibus law bidang pengamanan laut, salah satunya mengatasi kisruh perairan Natuna.

Atasi Kisruh Natuna, Istana Usul Omnibus Law Pengamanan Laut
Kapal Coast Guard China-5202 dan Coast Guard China-5403 membayangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pd.

tirto.id - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menggelar rapat terkait konflik di perairan Natuna, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Deputi V Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Jaleswari Pramowardhani dan beberapa kementerian/lembaga, pemerintah sepakat untuk menyatukan persepsi dalam penanganan kisruh perairan Natuna. Ia pesimistis konflik Indonesia-Tiongkok soal Natuna akan selesai.

Ia beralasan, pemerintah Indonesia dan pemerintah Cina punya indikator berbeda, yakni Indonesia menggunakan Unclos sementara Cina memakai garis batas (nine dash line). Namun, pemerintah meyakinkan masalah Natuna bisa ditangani dengan baik.

"Kalau kita melihat persoalan ini [kasus Natuna], kita tidak perlu khawatir, bahwa ini pasti akan terjadi terus-menerus. Hanya yang perlu dan penting kita lihat adalah bahwa soal kedaulatan kita tidak akan pernah bernegosiasi dan itu saya rasa yang terpenting dari apa yang terjadi di Natuna," kata Jaleswari di KSP, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Jaleswari juga mengatakan, dalam rapat tak membahas soal masalah ikan yang ditangkap terus-menerus.

Namun, pemerintah kini mengedepankan pengamanan wilayah laut serta melindungi nelayan. Ia mengatakan, pemeirntah tengah berbicara tentang upaya omnibus law di bidang kelautan.

"Bicara soal regulasi, kawan-kawan kementerian juga bicara bagaimana regulasi keamanan laut diintegrasikan, karena kita tahu memiliki regulasi-regulasi yang begitu banyak, sehingga kemarin tercetus perlunya omnibus law tentang pengamanan laut," kata Jaleswari.

Dosen Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengakui masalah Natuna tidak bisa diselesaikan.

Senada dengan Jaleswari, Hikmahanto juga melihat kedua negara punya pandangan masing-masing dalam masalah laut Natuna.

Ia berpandangan, pemerintah perlu melobi Cina untuk menyelesaikan masalah Natuna.

"Harus ada yang namanya backdoor diplomacy. Diplomasi pintu belakang di mana ada tokoh dari Indonesia dengan tokoh di sana untuk mencairkan masalah ini dan menyampaikan jangan sampai masalah kayak begini itu memunculkan setnimen anti-Cina di Indonesia," kata Hikmahanto di kompleks kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Senin.

Menurut dia, sikap Cina terhadap Natuna justru merugikan negeri Tirai Bambu. Ia beralasan, investasi Cina di Indonesia bisa terganggu.

Ia juga mengatakan, Cina dan pemerintah Indonesia tidak akan bisa diselesaikan lewat kerja sama. Perbedaan pandangan Indonesia dengan Cina dalam pengelolaan Natuna membuat tidak ada duduk bareng penyelesaian konflik Natuna.

Ia pun mengatakan, konflik Natuna tidak bisa diselesaikan seperti konsep SCS Tribunal seperti Filipina. Satu-satunya cara dalam

"Maka saya bilang solusi kita adalah perbanyak nelayan-nelayan kita untuk eksploitasi sumber daya alam [...] ya satu-satunya jalan untuk memanfaatkan sumber daya alam ya harus kita manfaatkan," kata Hikmahanto.

Baca juga artikel terkait NATUNA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali