Menuju konten utama

Hikmahanto: Tambah Nelayan & Kapal Patroli untuk Pertahankan Natuna

Hikmahanto berharap Indonesia memiliki penjaga pantai yang lebih kuat hingga bisa menguasai lautan di sana.

Hikmahanto: Tambah Nelayan & Kapal Patroli untuk Pertahankan Natuna
Sejumlah petugas bersiaga di atas kapal berbendera Vietnam hasil tangkapan di dermaga Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Rabu (20/3/2019). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/pd.

tirto.id - Guru Besar Universitas Indonesia bidang Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menyebut ada tiga hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mempertahankan laut Natuna, Kepulauan Riau.

"Pertama, kita (pemerintah) hadirkan nelayan di sana. Sekarang masalah banyak-banyakan nelayan di sana, tapi jangan lupa masalah konservasi perlindungan terhadap lingkungan laut," kata Hikmahanto dalam diskusi 'Pantang Keok Hadapi Tiongkok', di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).

Kedua, kata Hikmahanto, adalah keberadaan kapal patroli. Saat ini Indonesia masih memanfaatkan kapal-kapal TNI. Ia berharap Indonesia memiliki penjaga pantai yang lebih kuat hingga bisa menguasai lautan di sana.

"Patroli bukan dalam rangka militer. Patroli itu ada dua hal seperti yang dilakukan Cina, satu (patroli) menangkapi nelayan asing pencuri ikan, yang kedua melindungi nelayan. Karena nelayan kita di Natuna itu komplain kalau diusir oleh China Coast Guard," jelas Hikmahanto.

Ketiga, lanjut dia, Indonesia mesti konsisten menjaga kebijakan tidak mengakui sembilan garis putus, siapapun yang menjadi pejabat negara.

Konflik Indonesia-Cina di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kepulauan Natuna sesungguhnya bukan hal baru. Peristiwa serupa pernah terjadi pada Maret 2016, usai delapan nelayan Cina ditangkap petugas Kapal Pengawas Hiu 11 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Tanggapan yang dilontarkan pemerintah Cina pun serupa: merasa tak bersalah karena menganggap perairan Natuna adalah lokasi penangkapan ikan tradisional. Lahan itu diklaim sebagai bagian dari kawasan di Laut Cina Selatan berbentuk U—dikenal dengan Sembilan Garis Putus (Nine-Dash Line)—yang dideklarasikan Cina pada 1947.

Kapal-kapal nelayan Cina nampak tak gentar keluar-masuk meski klaim Indonesia atas ZEE Kepulauan Natuna didasarkan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Baca juga artikel terkait NATUNA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan