Menuju konten utama

Kisah Saleh Edris, Tokoh Pergerakan dan Juragan Bioskop Banyuwangi

Kisah Haji Mohammad Darip Saleh Edris, pemilik bioskop Srikandi di Banyuwangi yang aktif dalam pergerakan nasional.

Kisah Saleh Edris, Tokoh Pergerakan dan Juragan Bioskop Banyuwangi
ilustrasi nonton bioskop. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Salah satu tokoh Sarekat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI) di Banyuwangi adalah Haji Mohammad Darip Saleh Edris.

Dalam biografi Mr. S. Budhyarto Martoatmodjo: Pejuang Tiga Zaman (2015:63) yang disusun Ibnu Mufti dan Mochtar Said disebutkan bahwa Saleh Edris pernah belajar di Kairo, Mesir. Sebelumnya ia sekolah tujuh tahun Europe Lager School (ELS) yang bahasa pengantarnya bahasa Belanda, dan tentu saja sekuler. Pendidikannya yang campur aduk membuatnya jadi moderat. Meski haji, Saleh Edris tak hanya berkutat dengan organisasi Islam. Selain aktif di SI, ia juga giat dalam partai nasionalis sekuler.

Seperti dicatat dalam buku Orang Indonesia Terkemoeka di Djawa (1944:257) rilisan Gunseikan, Saleh Edris masuk SI sebelum tahun 1914. Ia menjadi Ketua SI cabang Banyuwangi dari 1924 hingga 1928. Tak hanya itu, ia juga pernah aktif di Partai Bangsa Indonesia (PBI) cabang Banyuwangi sebagai ketua dari 1930 sampai 1935. Dan sejak 1936, ia menjadi anggota dan penasihat Partai Indonesia Raya (Parindra).

Saleh Edris lahir pada 10 Oktober 1886. Ia tinggal di Temuguruh, Distrik Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Keresidenan Besuki, Tahun 1915, ia bertani dan berdagang. Bisnisnya adalah menyediakan kopra untuk pabrik Insulinde dari 1917 hingga 1922, dan untuk Jacofa pada 1933. Selain itu, ia juga dikenal sebagai pemilik Bioskop di Banyuwangi.

Bioskop yang dikelola oleh keluarga Saleh Edris adalah bioskop Srikandi dekat Masjid Agung Baiturachman, Banyuwangi. Soerabaiasche Handelsblad (24/02/1936) melaporkan bahwa pada Kamis pagi tanggal 21 Februari 1936, bioskop Srikandi memutar film gratis untuk sekitar 600 siswa sekolah menengah. Film yang diputar adalah The MadWedding dan Mickey Mouse.

Di bidang pers, Saleh Edris juga tercatat sebagai pemegang saham surat kabar Bintang Islam (PDF). Pada akhir tahun 1924, seperti diwartakan De Sumatra Post (05/11/1924), Saleh Edris membangun pabrik gula dengan kapasitas 600 pikul sehari dengan teknologi modern di zamannya.

Menjadi Orang Eropa

Dalam catatan De Indische Courant (19/10/1928), bersama Raden Asparin yang bekerja sebagai kepala pengawas di Departemen Pekerjaan Umum, Saleh Edris pernah menjadi calon anggota Dewan Kabupaten (regentschapsraad) Banyuwangi dari daerah perwakilan Regojampi. Namanya juga dalam Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië 1929 Tweede Gedeelte (1929:46) sebagai anggota Dewan Kabupaten Banyuwangi. Dan pada tahun 1932 ia terpilih lagi sebagai anggota Dewan Kabupaten.

Lima tahun setelah itu, Saleh Edris berstatus seperti orang Eropa. Asisten Residen Banywangi, JJ Weijs, dalam De Indische Courant (13/07/1937), mengumumkan bahwa Saleh Edris atas kemauannya sendiri mendaftar dan ditetapkan sebagai orang Eropa.

Saleh Edris menikah dengan Saadah, Kadarsih, dan Moedi Asih. Namun dua orang yang pertama kemudian ia ceraikan. Pada 1937, ia juga ternyata terikat perkawinan dengan Alwijah yang saat itu berusia 46 tahun dan mempunyai anak bernama Sabar Soetrisno. Ayah Saleh Edris adalah Hadji Edris yang terkenal kaya raya berkat ketekunan dan sikap hematnya.

Infografik Haji Saleh Edris

Infografik Haji Saleh Edris. tirto.id/Fuadi

Ketika awal-awal aktif di Sarekat Islam, Saleh Edris juga sering berkumpul dengan kaum terpelajar dari Jong Java dan terkait dengan Sarekat Rakjat. Organisasi terakhir adalah pecahan dari Sarekat Islam lokal Semarang yang dipimpin Semaoen yang dikenal sebagai SI Merah. Sarekat Rakjat kemudian terlebur dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).

Di zaman pergerakan, banyak haji yang menjadi anggota PKI dan berjuang melawan pemerintah kolonial. PKI kemudian berontak pada akhir 1926 dan awal 1927, dan para haji banyak terlibat di dalamnya sebagai pemimpin kaum buruh dan tani. Namun, Saleh Edris tidak termasuk di antaranya. Dalam dunia pergerakan nasional, ia memilih dengan jalan berdagang.

Dari tahun 1967 hingga 1990, Kepala Desa Temuguruh bernama S. Soetrisno Edris. Kepala desa ini barangkali Sabar Soetrisno bin Haji Mohammad Darip Saleh Edris. Sementara itu bioskop Srikandi milik Haji Edris sudah ada sejak zaman kolonial baru ditutup pada 1970. Lahan bekas bisokop itu dijadikan perpustakaan.

Salah seorang anak Saleh Edris lainya, yaitu Elok alias Siti Nafsiah, menikah dengan Mr Budhyarto Martoatmodjo--pengacara pada zaman pergerakan nasional dan pendiri Djakarta Lloyd.

Baca juga artikel terkait PERGERAKAN NASIONAL atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Bisnis
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh