Menuju konten utama

Kisah Mata-mata dan Pembebas Budak dalam Perang Saudara Amerika

Harriet Tubman menjadi perempuan Afrika-Amerika pertama yang muncul dalam prangko AS. Ia terlibat dalam pembebasan para budak di sekitar Perang Saudara.

Kisah Mata-mata dan Pembebas Budak dalam Perang Saudara Amerika
Header Mozaik Harriet Tubman. tirto.id/Ecun

tirto.id - Perbudakan menjadi salah satu pemicu meletusnya Perang Saudara di AS. Secara umum, perang ini melibatkan dua kubu: The Confederate States of America (CSA) di selatan dan The Union (AS) di utara.

Perdebatan mengenai ekspansi perbudakan ke wilayah barat ditolak mentah-mentah Abraham Lincoln ketika terpilih menjadi Presiden AS tahun 1860.

Beberapa negara bagian di selatan merespons kemenangan Lincoln dengan membentuk CSA atau Negara Konfederasi. Mereka memisahkan diri dari AS.

The Union yang mengacu pada pemerintahan Lincoln membentuk Union Army dan merekrut ribuan relawan untuk berperang mempertahankan keutuhan dan persatuan AS.

Di antara ribuan relawan yang bergabung, ada seorang mantan budak perempuan yang menjadi mata-mata Union Army.

Dia buta huruf, namun mampu menggunakan keahlian, koneksi, dan pengetahuannya mengenai kondisi di wilayah selatan. Menggunakan jaringan “Kereta Api Bawah Tanah”, dia menyelamatkan setidaknya 70 budak selama perang berlangsung.

Dia juga dianggap sebagai perempuan pertama yang mengendalikan militer ketika merebut perbekalan dan membebaskan ratusan budak dari perkebunan di Carolina Selatan.

Sosok ini adalah Harriet Tubman. Ia dijuluki “Jenderal Tubman”, “The Conductor”, atau “Musa”--dianalogikan dengan kisah pembebasan budak yang dilakukan Nabi Musa di Mesir.

Memberontak Sejak Kecil

Saat berusia 5 tahun ia sudah dipekerjakan untuk mengasuh seorang bayi. Majikannya sering mencambuk lehernya hingga membekas permanen hanya karena bayi yang diasuhnya sering menangis di malam hari.

Harriet Tubman lahir dengan nama Araminta Ross dengan panggilan kesayangan “Minty” oleh orang tuanya. Tidak ada catatan pasti mengenai tanggal kelahirannya. Namun dalam nisannya di Permakaman Auburns Hills, tertulis lahir tahun 1820 di Maryland.

Ibunya, Harriet Green, bekerja sebagai juru masak di perkebunan keluarga Brodess. Nenek dari ibunya diyakini berasal dari Afrika yang datang ke AS ketika berlangsung perdagangan budak transatlantik dari abad ke-16 hingga ke-19.

Sementara ayahnya, Ben Ross, adalah seorang pekerja kayu yang terampil kesayangan keluarga peternakan Thompson.

Kedua orang tuanya bertemu ketika terjadi merger properti keluarga Brodess dan Thompson sekitar tahun 1803. Dari pernikahan mereka lahir sembilan anak, termasuk Araminta yang lahir sebagai anak kelima.

Saat berusia tujuh tahun, ia terjangkit campak dan sering pingsan tanpa sebab. Ibunya segera merawatnya di perkebunan sampai sembuh dan dapat dipekerjakan kembali dari satu rumah ke rumah lain.

Tubman kecil pernah melarikan diri dari rumah majikannya karena mencicipi secuil gula yang belum pernah dicobanya seumur hidup. Mentalnya teruji ketika ia harus berlindung dan berebut makanan di dalam kandang babi selama tiga hari.

Dari pengalamannya itu, ia akan menyebut ke setiap majikan yang mempekerjakannya bahwa dia lebih menyukai pekerjaan fisik di lapangan dibanding harus bekerja dalam ruangan seperti dapur atau rumah.

Harriet Tubman

Harriet Tubman. FOTO/Wikipedia

Suatu hari ia melihat budak buronan yang dikejar-kejar majikannya di sebuah toko. Ketika pengejaran mendekati pintu, dia berdiri dan bermaksud memperlambat akses si majikan dan memberi peluang si budak untuk kabur.

Namun sebuah pemukul logam justru menghantam kepalanya ketika majikan itu mengarahkannya ke budak buronan.

Ia cedera permanen dan mengubah perjalanan hidupnya.

Setelah cedera, beberapa majikan enggan mempekerjakannya. Dia dianggap lemah dan tak mampu bekerja di ladang atau perkebunan. Sering pula tertidur secara acak dan bermimpi tentang penampakan yang sifatnya religius.

Ketika kabur dari perbudakan dan jauh dari keluarga, namanya diganti menjadi Harriet untuk menghormati ibunya.

Sementara nama Tubman didapatkan setelah menikah dengan mantan budak bernama John Tubman pada tahun 1844. Pernikahannya tidak berlangsung lama setelah tersiar kabar dua saudaranya akan dijual.

Kabur dari Perbudakan

Dalam wasiat yang ditulis oleh keluarga Brodess dan Thompson, disebutkan bahwa pada saat usia kedua orang tuanya mencapai 45 tahun, mereka akan dibebaskan dari perbudakan.

Namun pemilik yang baru menolak membebaskan mereka dan tidak mau mengakui isi surat wasiat tersebut.

Bersama dua saudaranya, Tubman melarikan diri pada bulan September 1849 setelah mendapat bantuan dari seorang “Konduktor” melalui jalur “Kereta Api Bawah Tanah”.

Istilah “Kereta Api Bawah Tanah” merujuk pada jaringan terorganisasi untuk membebaskan para budak di wilayah selatan dan membawanya ke wilayah yang lebih bebas di utara.

Bahkan ada juga yang mengirimnya hingga Kanada yang saat itu menerima warga kulit hitam dengan tangan terbuka. Tubman melakukannya beberapa tahun kemudian.

Jalur tersebut tidak menggunakan kereta api sebagai transportasi, namun secara simbolis adalah sistem transportasi yang sedang berkembang pada masa itu, lalu para pendukung pembebasan budak akan menggunakan kode kereta api untuk berkomunikasi satu sama lain.

Misalnya: rumah tempat buronan tinggal dan makan disebut "stasiun" atau "depot", pemilik rumah aman disebut "kepala stasiun" dan "kondektur" merupakan orang yang bertanggung jawab untuk memindahkan budak dari stasiun ke stasiun.

Jalur ini dikelola secara mandiri oleh sukarelawan melalui sumbangan uang, makanan, dan pakaian. Dalam kode kereta api, para donatur biasa disebut "pemegang saham".

Karena sebagian besar budak buta huruf, biasanya mereka berkomunikasi melalui lagu-lagu rohani Kristen yang sudah familiar. Misalnya “Tanah Perjanjian” atau “Surga” akan dilantunkan sebagai kode lagu untuk pergi ke Kanada.

Setiap pembebasan melalui jalur ini harus tetap di bawah tanah karena aktivitas klandestin jaringan sifatnya rahasia dan ilegal.

Tahun 1850 Undang-undang Budak Buronan disahkan, membuat jalur “Kereta Api Bawah Tanah” memiliki risiko yang kian tinggi. Kemungkinan-kemungkinan seperti penangkapan budak dengan berhadiah besar atau denda $1000 bagi siapa saja yang membantu menyembunyikan budak menjadi pertimbangan para aktivis dalam mengatur siasat.

Penny Colman dalam bukunya Spies! Women in the Civil War I (2013)mengisahkan bagaimana Tubman menghindari deteksi dari para pemburu budak buronan. Ia berpura-pura membaca buku ketika mendengar bisikan sekumpulan orang yang akan menangkapnya di tempat umum.

Para pemburu kemudian pergi karena ciri-ciri yang mereka ketahui tentang Harriet Tubman salah satunya adalah tidak bisa menulis dan membaca.

“Dia berani dan banyak akal,” tulis Colman.

Usai menempuh jalur “Kereta Api Bawah Tanah”, Harriet Tubman tiba di Philadelphia dan mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga.

Harriet Tubman

Tampil adalah patung Harriet Tubman yang dibuat oleh Wesley Wofford, di luar Balai Kota di Philadelphia, 18 Januari 2022. (AP Photo/Matt Rourke)

Menjadi Mata-mata di Era Perang Saudara

Sudah berada di wilayah aman dan bebas, Tubman tak bisa diam karena masih memikirkan nasib orang tua dan saudara-saudaranya. Ia lantas kembali ke wilayah selatan untuk membebaskan mereka.

Seiring waktu, pembebasan para budak lain dilakoninya saban musim semi dan musim gugur. Ia bepergian pada malam hari melintasi saluran air, gunung, dan rawa-rawa.

Sebagai penunjuk dan pemandu arah, ia akan mengikuti Bintang Utara. Tatkala malam tiba, dia akan memerhatikan jejeran lumut dekat batang pohon untuk mengamati cuaca esok hari.

Sebagai “Konduktor”, Tubman mengelola jaringannya sendiri dengan menempatkan orang-orang kepercayaannya di beberapa titik.

Reputasinya terus meningkat seiring dukungan dari kaum abolisionis, baik kulit hitam maupun kulit putih yang memberikan simpati dengan memberikan dana untuk menjalankan operasi.

Selama periode 1849 hingga 1855, dia telah banyak mempertaruhkan kebebasannya dengan berbagai misi penyelamatan puluhan budak.

Dia merasa terbantu dengan kehadiran Union Army di beberapa titik jalur “Kereta Api Bawah Tanah” ketika Perang Saudara terjadi pada tahun 1861.

Alasan tersebut yang memudahkannya untuk menerima tawaran Jenderal Benjamin Buttler sebagai perawat sekaligus juru masak di Fort Monroe, Virginia.

Di resimen tersebut, ia membantu menyembuhkan tentara dan para budak yang selamat dari perburuan. Dia memiliki pengetahuan tentang akar lokal dan obat-obatan herbal untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

The Union melihat kelemahan CSA terletak pada sistem perbudakan yang mereka bentuk. Satu-satunya cara mengalahkannya adalah dengan menghancurkan sistem perbudakan tersebut.

Pada awal tahun 1863, tak lama setelah Proklamasi Emansipasi yang menyebutkan orang kulit berwarna boleh bergabung di militer, Tubman diberi kewenangan yang lebih aktif dibanding peran sebelumnya untuk terlibat dalam operasi militer.

Dia ditunjuk sebagai kepala jaringan spionase untuk Union Army di bawah arahan Rufux Saxton.

Tubman kemudian memetakan rute, daftar penyusup, dan jalur pelarian bagi budak yang terperangkap.

Beberapa kota yang dikuasai tentara Konfederasi kemudian berhasil direbut dan berhasil membebaskan budak lebih banyak lagi.

Puncak kariernya adalah dalam serangan di Sungai Combahee pada bulan Juni 1863.

Ia sudah mengetahui titik-titik tempat senjata air akan diluncurkan kepada kapal-kapal Union Army. Jalur berbahaya tersebut dapat dihindari sesuai dengan arahannya, sehingga kapal-kapal Union Army mampu mengangkut ratusan budak untuk diselamatkan.

Menurut Smithsonian Magazine, ada 700 budak yang dibebaskan dalam operasi tersebut.

Dedikasi dan Penghargaan

Pasca perang, Harriet Tubman mendapatkan berbagai pujian dan penghormatan. Ia juga terlibat aktif dalam gerakan hak-hak sipil perempuan Afrika-Amerika dengan menjadi pembicara di berbagai tempat.

Frederick Douglas, aktivis dan penulis terkemuka menyuratinya pada bulan Agustus 1868. Ia memuji karakter dan kepahlawanan Tubman sebelum dan selama periode peperangan.

Satu tahun kemudian, ia menikah lagi dengan mantan budak dan tentara perang, Nelson Davis. Keduanya hidup sederhana dengan berkebun di sekitar rumah yang hasilnya dibagikan kepada orang-orang miskin.

Pintu rumahnya selalu terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal, meskipun ia dan suaminya hidup pas-pasan.

Infografik Mozaik Harriet Tubman

Infografik Mozaik Harriet Tubman. tirto.id/Ecun

Ketika suaminya meninggal karena TBC pada tahun 1888, ia mengandalkan dana pensiun suaminya sebesar $8 per bulan. Satu tahun kemudian, Kongres menaikannya menjadi $20.

Di tahun yang sama, perannya sebagai perawat dan mata-mata Union Army mendapatkan kompensasi sebesar $240 per tahun. Hal yang telah ia perjuangkan selama bertahun-tahun.

Dana tersebut digunakan untuk mengisi hari tuanya menjalankan filantropis yang diimpikannya. Ia membeli tanah seluas 25 hektare untuk membangun Harriet Tubman Home for Aged and Indigent Colored People, sebuah usaha untuk menampung para lansia orang-orang kulit berwarna.

Kesehatannya terus memburuk pada tahun 1911 dan meninggal dunia dua tahun kemudian akibat pneumonia.

Kapal Perang Liberty milik AS mengabadikan namanya, SS Harriet Tubman, ketika Perang Dunia II berkecamuk.

Pada 1 Februari 1978, ia menjadi perempuan Afrika-Amerika pertama yang muncul dalam prangko AS.

Wajahnya juga segera masuk ke dalam sejarah untuk menggantikan wajah Andrew Jackson di lembaran uang $20 pada tahun 2030 mendatang. Hal yang sudah banyak dirumorkan publik sejak Departemen Keuangan AS mengumumkan namanya akan segera muncul di halaman depan lembaran $20 pada tahun 2016.

Di luar itu, warisannya terus hidup sampai hari ini dalam bentuk buku, film, museum, dan galeri kesenian.

Perannya dalam Perang Sipil banyak disorot dan diperingati. Seumur hidupnya ia telah mempertaruhkan kebebasan pribadi untuk pengorbanan patriotik bagi banyak orang.

Baca juga artikel terkait PERANG SAUDARA atau tulisan lainnya dari Ali Zaenal

tirto.id - Politik
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi