tirto.id - Nathan Algren yang awalnya skeptis dan merasa asing di tengah budaya samurai, mulai diberikan kesempatan untuk belajar dan berlatih bersama Katsushiro Moritsugu, samurai yang terhormat dan bijaksana.
Ia dipersilakan memegang sebuah pedang dan diajak untuk mengikuti gerakan-gerakan dasar seni bela diri samurai. Nathan merasa kaku dan tidak terampil pada awalnya, tetapi dengan ketekunan dan motivasi, dia mulai menguasai teknik-teknik dasar tersebut.
Dia memperhatikan dengan cermat setiap kata dan gerakan Katsushiro.
“Anda adalah seorang samurai sekarang,” ujar mentornya itu.
Namun Nathan menolak dan mengaku bahwa ia bukanlah seorang samurai.
“Anda memiliki semangat seorang samurai. Anda telah berjuang dengan kehormatan dan keberanian. Anda telah mati dan terlahir kembali. Anda adalah salah satu dari kami sekarang,” tutur Katsushiro menerangkan.
Adegan dalam film The Last Samurai (2003) tersebut diperankan Tom Cruise dan Ken Watanabe. Film ini didasarkan pada pengalaman nyata ahli artileri Prancis, Jules Brunet, yang dikirim ke Jepang pada 1867 untuk membantu memodernisasi tentara keshogunan.
Selama di Jepang, Brunet dan penasihat Prancis lainnya bergabung dengan keshogunan dan turut serta dalam peperangan besar.
Bermula dari Kegelisahan Keshogunan Tokugawa
Keshogunan Tokugawa telah memerintah Jepang selama lebih dari 250 tahun. Rezim ini berfokus pada isolasi Jepang dari pengaruh asing, melarang agama Kristen, dan berdagang dengan Barat.
Seturut artikel di history, Jepang secara efektif terputus dari negara-negara Barat selama 200 tahun dengan pengecualian pos terdepan Belanda di Pelabuhan Nagasaki. Lain itu, mereka tetap memelihara hubungan baik dengan China dan Korea.
Ideologi Neo-Konfusianisme saat itu mengakui empat kelas sosial: samurai, pengrajin, petani, dan pedagang, dengan mobilitas antarkelas dilarang. Ekonomi tumbuh secara signifikan selama periode ini, dengan fokus pada pertanian serta pengembangan industri perdagangan dan manufaktur.
Tetapi pada pertengahan abad ke-19, ia menghadapi tantangan yang semakin besar dari gerakan Restorasi Meiji. Gerakan ini dimotori oleh sekelompok samurai muda yang ingin menggulingkan Keshogunan Tokugawa dan mengembalikan kekuasaan kaisar.
Pada pertengahan abad ke-19, Amerika Serikat dan kekuatan Barat lainnya mulai menekan Jepang agar membuka perbatasannya untuk berdagang. Keshogunan Tokugawa enggan melakukan ini, tetapi akhirnya setuju untuk menandatangani serangkaian perjanjian yang membuka Jepang untuk perdagangan luar negeri.
Akibatnya tumbuh rasa nasionalisme di kalangan masyarakat Jepang dan banyak dari mereka mulai melihat Keshogunan Tokugawa lemah dan tidak efektif.
Keshogunan Tokugawa bukanlah entitas monolitik. Ada berbagai faksi di dalamnya dan mereka tidak selalu sepakat tentang cara menangani gerakan Restorasi Meiji. Hal ini mempersulit keshogunan dalam menanggapi tantangan yang dihadapinya secara efektif.
Pada 1868, mereka akhirnya dikalahkan oleh gerakan Restorasi Meiji yang menjadi titik balik utama dalam sejarah Jepang. Era baru modernisasi dan reformasi pun dimulai. Restorasi Meiji juga menyebabkan kebangkitan Jepang sebagai kekuatan besar dunia.
Misi dan Pengaruh Prancis
Pada tahun 1867, Keshogunan Tokugawa Yoshinobu meminta bantuan kepada Kekaisaran Prancis Kedua di bawah kendali Napoleon III untuk memodernisasi pasukan mereka. Jules Brunet lantas dikirim sebagai ahli artileri bersama enam penasihat militer Prancis lainnya.
Seperti karakter Nathan Algren dalam film The Last Samurai (2003), Brunet awalnya agak pesimis dan enggan memperjuangkan keshogunan, namun akhirnya ia mau menerima untuk membantu Tokugawa.
Keshogunan Tokugawa melihat pentingnya pendekatan Barat dalam modernisasi militer dan politik. Mereka menyadari bahwa negara-negara Barat telah berhasil dalam mengembangkan kekuatan militer yang superior sehingga perlu diadopsi.
Dengan membawa Jules Brunet ke Jepang, Keshogunan Tokugawa berharap dapat mempelajari sekaligus menerapkan pendekatan Barat dalam melatih dan mengorganisasi tentara mereka.
Di sisi Prancis, mereka melihat peluang untuk mendapatkan pengaruh di Jepang dengan membantu keshogunan memodernisasi angkatan daratnya. Mereka memiliki kepentingan geopolitik, ekonomi, dan budaya.
Keputusan untuk mengirim Jules Brunet dan penasihat lainnya ke Jepang merupakan keputusan yang kontroversial saat itu. Beberapa orang di Prancis berpendapat bahwa membuang-buang uang dan sumber daya untuk mengirim penasihat ke negara yang sangat jauh. Yang lain berpendapat itu adalah langkah berbahaya yang dapat menyebabkan Prancis terlibat perang dengan Jepang.
Namun, Pemerintah Prancis akhirnya memutuskan untuk mengirim para penasihat. Mereka membantu memodernisasi militer dan ekonomi Jepang, juga membantu mempromosikan budaya Prancis di Jepang. Hasilnya, Prancis mendapatkan sekutu yang berharga di Asia Timur dan memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut.
Jules Brunet lahir pada 2 Januari 1838 di Belfort, Prancis. Ia adalah putra dari Jean-Michel Brunet, seorang dokter hewan di ketentaraan, dan istrinya Louise-Adine Rocher. Brunet memiliki dua saudara laki-laki, Gustave dan Emile.
Brunet bergabung dengan Angkatan Darat Prancis pada usia 16 tahun dan kariernya melesat dengan cepat. Brunet menikahi Marie-Louise Dubois pada tahun 1866.
Dia anggota pasukan artileri yang terampil dan terlibat dalam intervensi Prancis di Meksiko dari tahun 1862 hingga 1864. Untuk pengabdiannya di Meksiko, Brunet dianugerahi Légion d'honneur, salah satu kehormatan militer tertinggi Prancis.
Brunet tiba di Yokohama pada Januari 1867 dan segera bekerja dengan pasukan Shogun. Dia melatih mereka menggunakan senapan, meriam, dan senjata modern lainnya. Dia juga mengajari mereka taktik baru, seperti cara-cara menggunakan artileri dalam pertempuran.
Upaya Brunet berhasil dan pasukan Shogun menjadi kekuatan yang lebih tangguh. Namun di sisi lain, gerakan Restorasi Meiji terus menguat.
Peran dalam Perang Boshin
Reformasi yang dilakukan Brunet membuat pasukan Keshogunan menjadi kekuatan yang lebih tangguh dan elite. Ia juga menjadi penghubung beberapa diplomat Prancis dan Jepang, misalnya kedekatannya dengan diplomat Prancis, Léon Roches.
Perang saudara kemudian terjadi pada tahun 1868 hingga 1869. Perang ini merupakan konflik antara tentara klan Satsuma, Choshu, dan Tosa, yang didukung Britania Raya di Pasukan Meiji, melawan Keshogunan Tokugawa. Inilah Perang Boshin yang dimulai pada 3 Januari 1868 saat pasukan Meiji menyerang ibu kota keshogunan di Edo (Tokyo modern).
Pasukan keshogunan awalnya berhasil menghalau pasukan Meiji, namun akhirnya dibalas pada Pertempuran Toba-Fushimi pada tanggal 27–31 Januari 1868.
Setelah Pertempuran Toba-Fushimi, pasukan keshogunan mundur ke pulau utara Hokkaido, tempat beberapa loyalisnya mendirikan Republik Ezo. Di sini, mereka membuat pertahanan terakhir melawan pasukan kekaisaran.
Meskipun kalah jumlah dan persenjataan, Brunet dan anak buahnya bertempur dengan berani dan bertahan selama berbulan-bulan. Ia terluka dalam Pertempuran Hakodate pada 11 Mei 1869, tetapi menolak menyerah begitu saja dan terus berjuang hingga Republik Ezo akhirnya dikalahkan pada 27 Mei 1869.
Perang Boshin menandai akhir Keshogunan Tokugawa dan awal Restorasi Meiji, periode modernisasi dan Westernisasi yang cepat yang mengubah Jepang menjadi negara modern.
Setelah perang, Brunet dipenjarakan oleh Pemerintah Meiji. Dia akhirnya dibebaskan dan diizinkan kembali ke Prancis untuk melanjutkan karier militernya. Brunet kemudian bertugas di Perang Prancis-Prusia dan menjadi penasihat militer.
Akhir Era Samurai
Era Samurai berakhir setelah perampasan tanah oleh Pemerintahan Meiji karena sejumlah alasan. Samurai secara tradisional adalah kelas prajurit di Jepang dan kekuatan mereka didasarkan pada penguasaan tanah. Ketika pemerintah baru mulai merebut tanah dari para samurai, hal itu melemahkan kekuatan mereka dan membuatnya lebih bergantung pada pemerintah.
Perampasan tanah membuat pamor samurai menurun hingga status mereka dianggap setara dengan kelas lain dalam masyarakat.
Samurai bukan lagi kelas yang kuat atau bergengsi, dan moral mereka rendah. Akibatnya, mereka tidak lagi berfungsi secara efektif sebagai kelas prajurit Jepang.
Pemerintah Meiji juga melembagakan wajib militer nasional pada tahun 1873 untuk menciptakan tentara yang modern dan bersatu. Ini adalah perubahan besar dari sistem sebelumnya, di mana kelas samurai memonopoli kekuatan militer.
Sistem baru mengharuskan semua warga negara laki-laki, tanpa memandang kelas, bertugas di militer selama tiga tahun. Ini adalah langkah yang kontroversial yang menyebabkan sejumlah pemberontakan oleh samurai di bawah pimpinan Saigo Takamori--sosok yang menginspirasi karakter Katsumoto dalam film The Last Samurai--yang merasa hak mereka diinjak-injak. Namun, Pemerintah Meiji mampu menekan pemberontakan ini dan sistem baru akhirnya diberlakukan.
Penghapusan hak samurai untuk memanggul senjata juga merupakan perubahan besar. Di bawah sistem lama, samurai diizinkan membawa pedang di depan umum. Ini dilihat sebagai simbol status dan otoritas mereka.
Namun, Pemerintah Meiji melihat ini sebagai ancaman potensial terhadap ketertiban umum, maka mereka menghapus hak untuk membawa senjata pada tahun 1876. Kebijakan ini adalah langkah kontroversial lainnya, tetapi akhirnya diterima oleh samurai.
Pemerintah Meiji mengarah pada penciptaan tentara dan angkatan laut yang modern dan bersatu guna membantu menciptakan masyarakat yang lebih egaliter. Reformasi ini penting bagi masa depan Jepang di panggung kekuasaan dunia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Sebagai seorang prajurit, Jules Brunet dianggap sebagai simbol dari akhir era samurai sehingga sosoknya dijadikan inspirasi nyata film The Last Samurai. Karakter aslinya sering kali dianggap sosok yang kompleks dan kontroversial. Beberapa sejarawan memujinya atas kesetiaan dan kesediaannya untuk memperjuangkan tujuan yang dia yakini.
Yang lain mengkritiknya karena keputusannya untuk bergabung dengan Republik Ezo, yang mereka anggap sebagai penyebab kekalahan Keshogunan.
Jules Brunet meninggal pada tahun 1911 pada usia 73 tahun. Ia dimakamkan di Permakaman Père Lachaise di Paris.
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi