Menuju konten utama

Kisah Kamagi di Front Pasifik dan Gerilya Lawan Belanda

Kamagi adalah militer Belanda pada era Perang Pasifik. Kamagi baru ikut revolusi sejak 1948.

Kisah Kamagi di Front Pasifik dan Gerilya Lawan Belanda
Latihan sukarelawan batalion KNIL di Jakarta (28/10/47). FOTO/Wikicommon

tirto.id - Suatu hari pada pertengahan 1949, Johana Sunarti Gondokusumo alias Nyonya Nasution, istri dari Panglima Komando Jawa, Kolonel Abdul Haris Nasution hendak pergi ke Pakem, Yogyakarta. Tiba-tiba muncul berita Sunarti telah diculik oleh gerombolan pimpinan Kamagi.

“Secepatnya saya pergi menangkap Kamagi yang berada di Ngaglik, dan memerintahkan kepadanya supaya membebaskan Nyonya AH Nasution,” aku Andi Mattalata dalam Menata Siri’ dan harga Diri (2014, hlm. 513). Entah apa yang dilakukan Kamagi? Kemudian Sunarti bebas juga. Mattalata tak menyebut nama lengkap Kamagi. Ada banyak orang Minahasa dengan nama belakang Kamagi. Sebagai nama marga dan nama belakang, jumlah orang yang pakai nama Kamagi di Sulawesi Utara tentu tak bisa dihitung dengan jari.

Mattalata hanya menyebut Kamagi sebagai seorang pimpinan FDR. Yang dimaksud Mattalata mungkin Front Demokrasi Rakyat pimpinan bekas Perdana Menteri Amir Sjarifuddin yang sudah dieksekusi akhir 1948. FDR Amir dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpinan Musso. PKI yang dekat dengan Musso adalah golongan yang sulit akur dengan bekas pimpinan PKI 1920-an bernama Tan Malaka beserta pengikutnya.

Kamagi yang paling beken pada zaman revolusi kemerdekaan adalah Gustaf Adolf Kamagi. Kamagi yang ini, seperti disebut Harry Poeze dalam Tan Malaka Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia jilid 4 (2014, hlm. 314), adalah pelindung partai yang didirikan oleh golongan Tan Malaka, yakni Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) di sekitar selatan lereng Gunung Merapi.

Kamagi kabarnya terkait pula dengan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). Namun, dalam buku KRIS 45 Berjuang Membela Negara (1999), Harry Poeze tak mendapati nama Kamagi dalam daftar perwira KRIS di awal-awal kemerdekaan.

Absennya nama Kamagi tidak lain karena dia baru bisa bebas berkeliaran di Jawa setelah awal 1948. Sebelumnya, Kamagi adalah tahanan NICA Belanda. Begitulah yang diakuinya dalam riwayat hidup yang disertai tandatangannya (tersimpan dalam Koleksi Arsip Kementerian Pertahan RI nomor 333: Kumpulan Daftar Riwayat Hidup sesuai daftar tahun 1946-1948).

Pasukan Kamagi tampaknya pernah sebagai pasukan yang disegani, dan diperbantukan pada pasukan bersenjata dari komandan regional Slamet Riyadi,” tulis Poeze (2014, hlm. 315). Buku Mengenang Slamet Riyadi (1996, hlm. 85-86) menyebut pasukan Kamagi dan Hizbullah terlibat dalam penyerangan Solo.

Pasukan Kamagi cukup disegani, mungkin karena pengalaman militer Kamagi sendiri. Kamagi mengaku ikut melawan tentara Jepang di Timor dan daerah Indonesia Timur lainnya dalam Perang Pasifik, baik bersama Tentara Australia maupun Tentara Amerika, dan tentunya sebagai serdadu KNIL Belanda.

Usia pemuda asal Tondano, Sulawesi Utara ini hampir 20 tahun ketika teekensoldij (masuk jadi serdadu). Dia berada di Gombong sejak 17 Juli 1940 hingga 8 Januari 1941, sebuah kota di Kebumen yang menjadi dapur pencetak serdadu Koninklijk Nederlandsh Indiesch Lager (KNIL) alias Tentara Kerajaan di Hindia Belanda. Di sana Gustaaf Kamagi mengikuti latihan militer bagian infanteri.

Sejak 8 Januari hingga 16 Desember 1941, Kamagi bertugas di Batalyon Infanteri KNIL VIII di Malang. Dia ditempatkan di kompi III. Setelahnya dia naik kapal dari Surabaya ke Timor Portugis dan tiba di Dili pada 20 Desember 1941. Waktu itu Jepang semakin jadi bahaya besar bagi Hindia Belanda, setelah pangkalan AS di Pearl Harbour disikat pada 7 Desember 1941.

Di Timor, Kamagi tak hanya bersama orang-orang KNIL saja, tapi juga bersama pasukan khusus Australia (Australian Commandos). Seingat Kamagi, selama setahun mereka membendung militer Jepang agar tidak masuk ke Australia. Akhir 1942, Kamagi dan teman-teman seperjuangannya yang menghalau Jepang kemudian mengungsi ke Australia.

Melatih Belanda di Australia

Sampai di Australia, sejak 1 Februari hingga 10 Oktober 1943, Kamagi mendapat latihan sebagai pemimpin pasukan dalam taktik perang modern di Bacchus Marsh, Victoria. Dua hari setelah latihan selesai dia diberangkatkan ke Merauke dan tiba pada 11 November 1943. Selama beberapa bulan, seingat Kamagi, dari 13 November 1943 hingga 23 Maret 1944, ia ditempatkan dalam pasukan Australia di Kepulauan Fredrik Hendrik dan Eilanden Rivier (di sisi barat Nugini). Di sana, Kamagi bekerja sebagai pemandu dan penerjemah bagi pasukan sekutu.

Bulan berikutnya lagi, dari 23 Maret 1944 hingga 28 Februari 1945, Kamagi jadi bagian dalam pasukan Amerika sebagai pemandu sekaligus intel. Ia juga mengaku terlibat dalam pendaratan pasukan sekutu di Sarmi, Wakde, Mapia dan Morotai. Setelah itu ia kembali lagi ke Australia. Sejak 3 Maret hingga 12 Oktober 1945, Kamagi menjadi pelatih militer bagi pejabat Departemen Dalam Negeri Belanda di Kamp Colombia, Brisbane.

Infografik Mozaik Bubarnya KNIL

Infografik Mozaik Bubarnya Koninklijke Nederlandsch Indische Leger

Kamagi tampak muak melihat perilaku petinggi militer Belanda di Kamp Colombia, Australia. Pada 13 Oktober 1945, seperti diakuinya, Kamagi “meletakkan jabatan dan memimpin pemogokan militer di Kamp tersebut.” Dua bulan sebelum pemogokan itu, Indonesia sudah menyatakan kemerdekaannya. Kalangan pelaut Indonesia yang didukung penuh buruh-buruh laut Australia juga melakukan mogor besar sampai-sampai Belanda sulit memberangkatkan kapal-kapal pengangkut logistiknya ke Indonesia.

“Bersama-sama dengan kawan-kawan seperjuangan di Kamp Lytton, Brisbane, dalam pengawasan Militaire Autoriteiten Autralia, menunggu untuk dikembalikan dan diserahkan ke pemerintah Republik Indonesia” aku Kamagi. Mereka menanti dari 15 Oktober 1945 hingga 28 April 1946. Setelahnya, “kami diculik dan dibawah (di dalam) pengawasan Belanda bersama kawan-kawan pemogok lainnya juga, berada di Kamp Casino.”

Kamagi mengaku ia dan dua belas kawannya dipisahkan dari 700-an orang yang ditahan. Pada 6 November 1946, Kamagi dan 12 kawannya itu diterbangkan ke Kupang. Kemudian, mereka menumpang kapal laut Serui Maetsuyker menuju Jakarta, dengan persinggahan di Makassar.

Sampai di Jakarta, Kamagi dipenjara di Vrijmetselaars Weg (Jalan Freemason, Kini Jalan Budi Utomo) Jakarta. Ia juga sempat dioper ke penjara Goloek dan Bukit Duri. Di Jatinegara, ia masih ditahan bersama 11 dari 12 kawan sebelumnya. Kamagi dan yang lainnya baru bebas pada 26 Januari 1948. Setelah bebas, mereka diterbangkan ke Semarang. Dari sana dirinya diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia. Kamagi lalu masuk Brigade XII dan bergerilya melawan Belanda di selatan Jawa.

Setelah revolusi berlalu, berdasarkan penelusuran Harry Poeze, Kamagi menjadi Ketua Murba di Sulawesi Utara. Istrinya pun aktif di organisasi perempuan partai tersebut. Kamagi pernah mencalonkan diri sebagai caleg mewakili Murba di Sulawesi Selatan. Nama Gustaaf Adolf Kamagi, setelah meninggal dunia pada 7 September 1970, tercatat sebagai penghuni TMP Kalibata.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Windu Jusuf