tirto.id - Bisa dibilang, orang yang paling berpengaruh atas popularitas The Beatles adalah sang manajer, Brian Epstein. Selain pandai mempromosikan band, ia juga piawai memediasi beberapa konflik yang terjadi di tubuh band asal Inggris itu.
Pengaruhnya yang begitu kuat membuanya mampu menyelesaikan perselisihan antar anggota. Yang paling penting, ia mahir mengatur keuangan, sehingga membuat band itu mampu meraih popularitasnya.
Namun, ketika Epstein meninggal, band ini benar-benar mengalami kekosongan, terutama John Lennon. Ia benar-benar terpukul atas kematian itu karena keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat.
Pelan-pelan, band ini mulai goyah. Melihat situasi sedemikian genting, Paul McCartney mencoba untuk mengambil alih kendali. Ia mulai menggagas beberapa proyek untuk kelangsungan band, seperti penggarapan film “Magical Mystery Tour” dan “Let It Be”.
Tapi dominasi Paul, membuat Lennon, George Harrison dan Ringo Starr risih. Lennon tak setuju dengan beberapa proyek yang digagas Paul. Kebencian itu ia perlihatkan dengan melanggar aturan awal The Beatles, yakni dengan membawa Yoko Ono dalam proses rekaman. Padahal hal itu sangat dilarang oleh The Beatles. Sebelumnya mereka pernah membuat larangan membawa istri dan pacar saat proses rekaman.
Persoalan Beatles tidak berhenti di situ saja. Munculnya George Harrison sebagai penulis lagu dalam paruh kedua karier mereka juga diduga menyebabkan ketidaknyamanan beberapa personelnya, karena yang berperan menulis lagu adalah Paul dan Lennon, sementara Harrison dan Starr hanyalah pendukung.
Memasuki 1965, komposisi Harrison mulai matang. Hal ini mendapat apresiasi dari beberapa pihak, secara bertahap, potensi Harrison menulis lagu mulai terlihat. Meskipun beberapa pihak mengakui lagu-lagunya, ide-idenya selalu ditolak oleh Paul dan Lennon. Mendapat hal itu, Harrison frustrasi dan merasa terasing dari The Beatles.
Karena tak ingin ide-idenya terbengkalai, ia membuat album “Wonderwall Music”. Dalam album ini Harrison berkolaborasi dengan pianis klasik dan arranger orkestra John Barham dan musisi klasik India seperti Aashish Khan, Shivkumar Sharma, Shankar Ghosh, dan Mahapurush Misra. Album yang menjadi sountrack film “Wonderwall” ini sekaligus menjadi album solo pertama personel The Beatles.
Seiring berjalannya waktu. Selera musik masing-masing personel semakin berbeda. Hal ini terjadi setelah mereka merampungkan album “Sgt. Pepper Lonely Hearts Club Band” pada bulan November 1966. Paul tetap mempertahankan minatnya pada tren musik pop, sedangkan Harrison mengembangkan minat dalam musik India, sementara Lennon menjadi beralih ke musik eksperimental, hal ini juga membuat mereka susah berkolaborasi karena ego masing-masing personel.
Akibatnya, Paul mulai berperan sebagai inisiator dan pemimpin proyek artistik The Beatles. Hal ini bukan membuat keadaan membaik, tetapi justru membuat mereka sering berdebat, yang pada gilirannya akan merusak persatuan band.
Namun, dari banyak spekulasi, yang tak kalah pentingnya adalah kehadiran Yoko Ono dalam kehidupan Lennon. Keduanya hampir selalu bersama-sama, bahkan sejumlah pihak menuding Lennon telah dikendalikan Yoko. Hal itu terlihat dari sikap Lennon yang meninggalkan istri pertamanya, Cynthia Lennon.
Selain itu, Lennon juga sering membawa Yoko dalam setiap proses rekaman. Kehadiran Yoko kerap membuat para personel lainnya merasa tak nyaman, karena sering berkomentar dan memberikan masukan, hal ini memicu perdebatan dan gesekan yang sudah terjadi sebelumnya.
Pada satu kesempatan, Paul bahkan mulai mencela eksperimental Lennon, begitu pula Lennon yang menghina lagu Paul seperti "Martha My Dear" dan "Honey Pie".
Karena masalah yang terlalu kompleks, band ini bubar pada tahun 1970. Setelah bubar, perseteruan antara Lennon dan Paul terus berlanjut. Salah satu penyebabnya adalah Paul telah mendahului Lennon dalam menyatakan bubarnya The Beatles. Lennon, Harrison dan Starr juga melawan Paul di pengadilan dalam membubarkan band ini.
Pernyataan Yoko Ono
Meskipun telah lama bubar, sebagian penggemar The Beatles masih menuding Yoko Ono yang menjadi biang atas retaknya grup asal Inggris itu. Namun, kabar itu dibantah olehnya.
Dalam wawancaranya bersama salah satu tokoh besar industri musik Joe Smith, Yoko menyebutkan bahwa ada ketegangan di dalam band yang membesarkan nama suaminya itu.
“John sebenarnya bukan orang pertama yang ingin meninggalkan The Beatles," katanya seperti dikutip dari Huffington Post pada Desember 2012 lalu.
Ia mengatakan bahwa Ringo Starr dan Harrison juga pernah mengatakan kepada Lennon bahwa mereka ingin keluar. Hanya Paul yang ingin mempertahankannya, tapi tiga personel lainnya berpikir bahwa Paul telah mendominasi dan menganggap bahwa The Beatles adalah milik Paul.
"Mereka jadi seperti band-nya Paul, mereka tidak suka," lanjut Yoko.
Sementara itu, Paul juga mengatakan bahwa Yoko Ono bukan menjadi penyebab bubarnya band tersebut. Paul mengaku memang terjadi ketegangan dalam grupnya.
“Dia [Yoko] tidak membuat grup bubar, saat itu grup sedang retak," kata Paul kepada The Guardian.
Menurut Paul, Yoko justru menjadi sumber inspirasi bagi sahabatnya. Lennon tak akan mampu menulis lagu sedahsyat “Imagine” tanpa Yoko.
"Saya pikir dia tidak akan mungkin melakukannya tanpa Yoko. Jadi saya pikir, Anda tidak bisa menyalahkan dia untuk apa pun," ucap Paul.
Dalam wawancara tersebut, Paul justru menyebut pengusaha Allen Klein sebagai penyebab bubarnya The Beatles. Saat itu Klein mengambil alih jabatan manajer The Beatles, yang sebelumnya dipegang oleh Brian Epstein.
Bubarnya The Beatles memberikan dampak yang serius pada kehidupan Paul. Ia bahkan mengaku sempat mengalami depresi dan ingin berhenti bermusik.
"Saya mengalami depresi. Sungguh sulit untuk mengetahui apa yang harus dilakukan sesudah The Beatles bubar. Bagaimana Anda harus bersikap ketika menghadapi situasi seperti itu?", kata Paul dikutip dari Antara.
Ia juga mengatakan bahwa perseteruannya dengan John Lennon, Ringo Starr dan George Harrison justru memperkeruh suasana.
"Saya kemudian berkiprah di dunia musik bersama dengan sejumlah staf yang bergerak di bidang bisnis. Hal itu justru membuat saya mengalami depresi," katanya menambahkan.
Depresi tersebut diduga karena berpisah dengan teman-temannya. "Anda terpisah dari teman-teman dekat dalam perjalanan hidup."
Ia juga mengatakan, bahwa peran sang istri, Linda sangat membantunya keluar dari masa suram itu. Linda mampu mengangkatnya dari keterpurukan.
Pada akhirnya, ia mampu menulis lagu dan membentuk grup band Wings pada 1971. Ia kemudian berkolaborasi dengan Michael Jackson, Stevie Wonder dan Kanye West.
Bukan hanya Paul yang mengalami depresi. Ringo Starr juga mengaku frustasi dan marah selama 20 tahun. Penggebuk drum The Beatles itu mengaku tak rela kehilangan band yang sangat ia cintai itu.
Ringo Starr mengaku bahwa ia benar-benar kehilangan arah dan frustrasi. Ia bahkan sempat menjadi alkoholik dan masuk rehabilitasi untuk mengatasi kecanduannya. "Saya marah. Selama 20 tahun aku istirahat," ungkapnya dikutip dari NY Daily News, April 2015 lalu.
Meskipun demikian, ia mengaku mampu melewati masa sulit itu dan telah kembali seperti sedia kala.
Baru baru ini, kabar mengejutkan dari dua legenda itu kembali muncul. Paul dan Ringo dikabarkan telah mengadakan reuni bersama dalam penayangan perdana film dokumenter The Beatles yang disutradarai pemenang Oscar, Ron Howard.
"Kami semua gembira, itu adalah pertama kalinya bagi kami," kata Ringo Starr, seperti dilansir dari Reuters pada Jumat, 12 September 2016.
Film tersebut berisi rekaman video The Beatles saat menjalani tur pada era 1960-an, yang mengisahkan perjalanan tur Paul, Ringo bersama almarhum John Lennon dan George Harrison yang membuat seluruh penggemarnya di berbagai benua tergila-gila.
Selain itu, film tersebut juga menampilkan video pertunjukan awal The Beatles di Cavern Club di tempat kelahiran mereka Liverpool, serta pertunjukan di berbagai belahan dunia hingga konser terakhir di San Fransisco pada 1966.
"Kami memulai sebagai empat teman di sebuah band kecil yang hebat dan kami terus bermain dan bermain dan semua hal ini terjadi," kata Paul McCartney.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti