Menuju konten utama

Kisah Anak-Anak Korban Banjir Jakarta Bertahan di Pengungsian

Beberapa anak korban banjir di Pengadegan, Jakarta, bercerita bagaimana bertahan di pengungsian dan menjalani trauma healing.

Kisah Anak-Anak Korban Banjir Jakarta Bertahan di Pengungsian
Anak-anak korban banjir Pengadegan Pancoran Jakarta Selatan melakukan kegiatan trauma healing di Rusunawa Pengadegan Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (5/1/2020). Tirto.id/Riyan Setiawan.

tirto.id - "Siapa yang mau hadiah?" tanya Amelia Wisda Sannie, salah satu anggota Ikatan Abang None DKI Jakarta, kepada anak-anak korban banjir yang mengungsi di Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan. Ada 35 orang anggota Ikatan Abang None Jakarta yang hadir dalam acara yang digelar Ahad (5/12/2020) tersebut.

Anak-anak senang. Lalu mereka menjawab sembari mengacungkan jari telunjuk. "Aku... aku...aku..."

Lalu sekitar tujuh anak diminta maju. Mereka lantas memperkenalkan diri. Ada yang baru berusia 5 tahun, ada pula yang 12 tahun. Anak-anak ini ditantang panitia: menyanyikan lagu Baby Shark sambil berjoget.

Saat itu Amel memimpin mereka bernyanyi dan joget. Tujuh anak yang berada di depan pun mengikuti gerakannya. Lalu puluhan lain, yang belum mendapat kesempatan maju, juga mengikuti gerakan tersebut.

"Baby shark, doo doo doo doo doo doo," demikian lirik lagu tersebut.

Ikatan Abang None Jakarta juga mengajak mereka untuk menyanyi lagu Naik-naik ke Puncak Gunung, Lihat Kebunku, dan beberapa lagu lainnya. Selain itu, mereka juga diajak untuk bermain games, menari, dan mendengarkan cerita yang lucu.

Setelah itu anak-anak yang maju mendapatkan bingkisan berupa mainan, makanan, dan minuman ringan.

Ketua Ikatan Abang None Jakarta Ronni Ardhianto mengatakan kegiatan ini pada dasarnya bertujuan untuk menghibur anak-anak yang terkena musibah. Dengan kata lain, trauma healing.

"Anak-anak itu tidak bisa mengendalikan emosi saat bencana. Jadi kami bantu mereka agar tidak trauma berkepanjangan," kata dia di lokasi. "Kami berharap anak-anak tangguh untuk bertahan menghadapi musibah yang mereka alami," tambahnya.

Ikatan Abang None Jakarta memberikan 200 paket hadiah untuk anak-anak ini. Mereka juga menyumbang makanan siap saji, kebutuhan sehari-hari, dan obat-obatan.

Jakarta diterjang banjir di banyak titik sejak awal tahun baru lalu, 1 Januari 2020. Ribuan orang, termasuk anak-anak, terpaksa pindah di tempat pengungsian. Data terakhir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, per Senin (6/1/2020), masih ada 3.106 korban banjir yang mengungsi.

Muhammad Fadil (7) adalah salah satu bocah korban banjir yang ikut trauma healing. Rumahnya yang terbuat dari kayu dan tripleks, terletak lima meter dari bantaran Kali Ciliwung, habis terseret air pada 1 Januari lalu.

Fadil tinggal dengan ibu, nenek, dan dua kakak. Orangtuanya bercerai sejak ia masih kecil.

Pakaian, seragam, dan perlengkapan sekolah Fadil hanyut dibawa banjir. Saat ini satu-satunya harta yang tersisa adalah pakaian yang melekat di tubuhnya.

Meski demikian, dia merasa bahagia selama tinggal di pengungsian sebab mendapat banyak teman baru. "Sama orang yang belum kenal juga bisa foto bareng," katanya.

Dia juga senang dihibur. "Saya senang bisa ikut main bareng sama kakak-kakak yang tadi. Mereka juga baik, kasih aku hadiah," kata dia sambil menunjukkan kapal-kapalan yang baru saja ia dapat.

Siswa kelas 1 SDN Pengadegan itu mendapat hadiah karena ia berani diri menunjukkan bakatnya bermain silat.

"Bisa dikit, tapi aku asal saja tadi," ucapnya sambil senyum tersipu malu.

Fadil juga mendapat bantuan makanan, minuman, dan pakaian bekas layak pakai. Sayang belum ada yang memberinya seragam sekolah. "Sepatunya juga belum," katanya sambil memasang raut muka sedih.

Muamar Kadafi (9) juga merasa senang bisa mengikuti trauma healing bersama teman-teman seusianya. Ia merasa senang lantaran di dalam kegiatan tersebut diajak bermain games tebak-tebakan, berjoget, menari, dan sejumlah aktivitas lainnya.

Pada saat banjir Rabu (1/1/2020) kemarin perabotan, pakaian, dan perlengkapan sekolah Dafi terendam banjir.

"Sedihnya hilang, langsung senang. Karena seru main games, ketawa-ketawaan. Disuruh nyanyi Baby Shark sambil joget. Seru joget Baby Shark-nya," katanya.

Selama tinggal di tempat pengungsian pun Dafi mengaku jarang merasa murung. Sebab, ada teman sepermainan yang selalu menemaninya bersama. Teman yang juga mengalami nasib sama sepertinya.

Selain itu, ia juga bisa berkumpul dengan teman-teman satu sekolahnya yang berbeda RW dengannya.

"Pokoknya pas di sini enak deh. Kami main kejar-kejaran, seru-seruan. Senang bertemu teman-teman," ucapnya.

Saat banjir, Dafi tak sempat mengamankan pakaian, seragam, dan perlengkapan sekolahnya. Hanya tersisa pakaian yang melekat di tubuhnya saja.

Tempat pengungsian Dafi memang sering didatangi orang yang memberi bantuan. Perkara makan sudah tak lagi jadi masalah. Namun untuk pakaian, ia bercerita kerap rebutan dengan pengungsi lain. Satu pengungsi hanya diperbolehkan mengambil tiga pasang pakaian saja.

"Itu juga kalau pas. Kadang kegedean atau kekecilan," terangnya. Sementara untuk seragam sekolah, ia mengaku telah mendapatkan sumbangan.

Nesya Arina Putri (11) juga merasa sangat senang dapat mengikuti kegiatan trauma healing. Menurutnya acara-acara seperti ini adalah obat sedih mujarab.

"Senang banget, apalagi pas dapet hadiah. Tadi disuruh tebak-tebakan gambar, gambarnya diperagain sama kakak-kakaknya," kata dia.

Selama tinggal di posko penampungan, siswi kelas 5 SDN Pengadegan itu juga merasa senang. Ia bisa bermain, mendapat teman baru, dan berkumpul bersama keluarga.

"Mending kami main seperti ini, hitung-hitung untuk ngilangin kesedihan gara-gara rumah banjir," katanya.

Nesya bercerita sempat terkejut ketika banjir masuk ke dalam rumahnya pada Rabu (1/1/2020) dini hari. Saat itu ia bersama keluarga mendapat kabar jika daerah rumahnya masih siaga 3. Namun, beberapa waktu kemudian, meningkat jadi siaga 1. Saat itulah ia dan keluarga lekas mengangkat pakaian dan barang-barang berharga.

"Pakaian kena banjir, belakang rumah jebol, langsung ke sini (tempat pengungsian)," ia bercerita.

Kebahagiaan juga tak hanya dirasakan anak-anak, tapi juga orang dewasa. Salah satunya adalah Mirani (59), nenek Fadil. "Bangga neneknya, dia bisa senang-senang, padahal lagi susah karena banjir," kata dia.

Namun ia tetap saja sedih saban mengingat rumahnya kini sudah tersapu banjir. Ia berharap pemerintah menyediakan rumah singgah setelah tempat penampungan ini dibubarkan. "Atau kontrakan sampai bisa mencari tempat tinggal lagi," ucapnya.

Ia juga berharap pemerintah memberikan bantuan lebih banyak terutama untuk seragam dan perlengkapan sekolah untuk sang cucu.

Lokasi Rusunawa yang menjadi posko pengungsian warga persis di depan Kelurahan Pengadegan, berjarak sekitar 20 meter dari bantaran Kali Ciliwung.

Masih Banyak Kekurangan Bantuan

Koordinator pengungsi, Joko Suhartono (46), mengatakan terdapat 221 korban dari 66 KK yang mengungsi di Rusunawa Pengadegan, terdiri dari 111 laki-laki dan 110 perempuan. Ada pula 28 balita, 18 lansia, 24 pelajar SD, 12 SMP, 9 SMA, dan 2 ibu hamil.

Sebagian besar dari mereka adalah warga RT 08 RW 01 Kelurahan Pengadegan. Ada pula beberapa warga dari RT sekitar yang juga terkena dampak.

Sejumlah pengungsi itu menempati lima ruangan di lobi, lalu selasar dan musala di lantai 2 rusunawa. Satu kamar berisi 20 hingga 50 orang, tergantung besarnya ruangan.

"Kamar untuk anak-anak, ibu-ibu dan lansia saja. Kalau yang laki-laki dapat tidur di tempat lain," ucapnya.

Joko mengaku telah mendapat banyak bantuan dari pemerintah maupun organisasi masyarakat lain. Mereka sudah tercukupi dalam hal makanan, minuman, perlengkapan tidur, dan pakaian bekas. Namun ada pula yang masih minim seperti pakaian dalam perempuan dan perlengkapan sekolah.

"Kami berharap pemerintah memberikan bantuan," ucapnya.

Ia juga berharap pemerintah tak hanya memberi bantuan saat banjir, tapi juga pasca kejadian.

"Jadi kami minta [pemerintah] jangan turun hanya sekali saja," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri