Menuju konten utama

Siapa Mau Gugat Anies Baswedan Karena Kelalaiannya Memicu Banjir?

Anies Baswedan disebut telah lalai jalankan tugas sebagai gubernur karena banjir Jakarta di awal 2020 nihil peringatan dini dan bikin warga merugi.

Siapa Mau Gugat Anies Baswedan Karena Kelalaiannya Memicu Banjir?
Warga kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan membersihkan isi rumah dan menyelamatkan barang-barang yang tersisa setelah banjir surut. Banjir setinggi 1,5 meter menggenangi kawasan Bukit Duri setelah curah hujan ekstrem mengguyur Jakarta pada malam tahun baru, Selasa (31/12/2019). tirto.id/Bhagavad Sambadha

tirto.id - Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jabodetabek, Lebak, dan Karawang sejak Rabu (1/1/2020) menjadi pukulan telak bagi sebagian warga. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sejak 1-4 Januari 2020, 60 orang meninggal dan 92.261 warga mengungsi akibat banjir dan longsor.

Selain itu, banjir juga memukul dunia usaha. Wakil Ketua Apindo Shinta Kamdani menerangkan sektor ritel menjadi yang paling terpukul akibat banjir memaksa sebagian gerai tidak beroperasi, banjir juga mengakibatkan penurunan jumlah konsumen hingga kerusakan pada alat produksi atau aset.

Keadaan seperti itu lantas mendorong tiga orang pengacara, Diarson Lubis, Alvon K. Palma, Ridwan Darmawan mengkoordinir gugatan class action Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke pengadilan.

Mereka menilai ketidakmampuan dan kelalaian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menanggulangi dan mencegah banjir telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian materiil yang besar.

"Untuk mencegah agar bencana buatan manusia ini tidak terus berlanjut di masa yang akan datang, maka perlu adanya sebuah upaya hukum dari masyarakat agar ada efek jera bagi pemangku kebijakan terkait," kata Diarson dkk dalam keterangan tertulis ke Tirto pada Minggu (5/12/2019).

Mereka berharap warga yang dirugikan untuk menyampaikan data identitas diri dan kerugian yang dialami guna melancarkan gugatan.

Dasar gugatan class action di Indonesia ada pada sejumlah undang-undang. Di antaranya UU 23/1997 tentang Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Konsumen hingga UU Kehutanan yang terbit 1999.

Mahkamah Agung mengatur konsep class action melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 (PERMA 1/2002).

Pasal 1 PERMA 1/2002 mendefinisikan gugatan class action sebagai suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.

Anies Baswedan Layak Digugat?

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menjelaskan, selain class action ada dua lagi jalur yang bisa digunakan untuk menggugat pemerintah terkait banjir. Pertama masyarakat bisa mengajukan citizen law suit. Kedua, gugatan legal standing.

Untuk citizen law suit, penggugat tidak mesti memiliki hubungan sebab akibat dengan perbuatan pemerintah. Dengan demikian, penggugat tak bisa mengajukan ganti rugi. Sedangkan gugatan legal standing bisa dilakukan oleh organisasi, tapi tak sembarang organisasi, melainkan organisasi yang memang memiliki rekam jejak dalam isu yang digugat.

Mengenai gugatan class action, Asfina menjelaskan, penggugat harus mengalami kerugian secara langsung akibat perbuatan oleh tergugat atau pemerintah. Nantinya, berbagai kerugian itu akan dikelompokkan ke dalam kelas-kelas dan dimasukkan ke dalam berkas gugatan.

"Kalau dalam pemerintahan kan tidak harus si pemerintah itu melakukan perbuatannya secara aktif tapi kalau dia mengabaikan kewajibannya itu juga sudah termasuk perbuatan melawan hukum," kata Asfinawati saat dihubungi pada Minggu (5/12/2019).

Perbuatan pemerintah yang bisa diperkarakan tak hanya terkait penyebab banjir, tapi aspek mitigasi sebelum banjir atau penanggulangan saat banjir pun bisa ikut digugat. Berbeda dengan citizen law suit, lewat class action warga bisa memohon agar pemerintah memberikan ganti rugi atau mengeluarkan kebijakan agar banjir tak terjadi lagi.

Asfina pun menilai gugatan ke pemerintah memiliki dampak positif sebagai sarana edukasi dan penyampaian realita di lapangan.

"Jadi dari situ kita bisa menghasilkan kebijakan publik. Ada diskusi antara warga negara dan pemerintah, dan itu menghasilkan solusi yang lebih baik," kata Asfinawati.

Advokat sekaligus Ketua Forum Warga Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menilai perbuatan Anies Baswedan telah memenuhi seluruh kriteria untuk digugat.

Menurutnya, besarnya kerugian yang dialami warga diakibatkan nihilnya peringatan dini bencana oleh jajaran Pemprov Jakarta.

"Mereka sebagai warga Jakarta pada marah besar kepada Anies Baswedan sebagai gubernur Jakarta yang tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai gubernur," kata dia.

Warga terdampak banjir dari daerah lainnya pun bisa mengajukan perbuatan melawan hukum secara perdata ke pengadilan negeri. Karenanya Tigor menyerukan warga untuk mulai membangun basis korban banjir dan bekerja sama dengan kuasa hukum untuk mengajukan gugatan.

Terkait penanganan terkni pascabanjir Jakarta 1 Januari 2020, Anies Baswedan menggelar kerja bakti di seluruh wilayah administrasi DKI pada Minggu (5/1/2020).

Menurut Anies, gotong royong antara instansi pemerintah dan warga untuk mendorong percepatan rehabilitasi pascabanjir. Pemprov DKI, kata dia, menyediakan cairan karbol dan disinfektan gratis di puskesmas untuk membantu warga membersihkan tempat tinggal dan lingkungannya.

Gugatan Isu Lingkungan Kerap Ditempuh Saat Pemerintah Lalai

Jika warga terdampak banjir menggugat Anies Baswedan ke pengadilan, maka gugatan class action ini bukan yang pertama. Sejumlah warga dan lembaga pernah menggugat pemerintah terkait kelalaian dalam perlindungan lingkungan di berbagai daerah.

Pemprov DKI Jakarta pernah digugat oleh warganya sendiri terkait penanganan banjir. Pada tahun 2007, 11 warga yang tergabung dalam Jaringan Korban Banjir Jakarta melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Warga menilai gubernur DKI dan 5 walikota di DKI Jakarta telah lalai dalam tugasnya sebelum dan sesudah banjir. Karenanya mereka menuntut ganti rugi meteril dan imateril senilai Rp5,16 triliun.

Namun, gugatannya ditolak pengadilan. Ketua Majelis Hakim Moefri menilai pemprov telah melaksanakan prosedur penanganan banjir dengan benar dan tidak ada hak warga yang dilanggar pemerintah.

Gugatan terhadap pemerintah juga pernah dilakukan terkait kebakaran hutan dan lahan tahun di Kalimantan. Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi Nordin, dan Mariati menggugat Presiden RI, Menteri LHK, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah, dan DPRD Kalimantan Tengah telah melakukan perbuatan melawan hukum atas kasus karhutla.

Vonis diketok Pengadilan Negeri Palangkaraya pada 22 Maret 2017. Hakim menyatakan Presiden dkk bersalah dan memerintahkan Presiden menerbitkan peraturan pelaksana UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan turunan ini dianggap penting untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat.

Alih-alih melaksanakan perintah pengadilan, Presiden dkk malah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah. Namun, pengadilan mempertegas kesalahan pemerintah. Tak mau kalah, pemerintah ajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tapi lagi-lagi putusan memihak warga.

Sampai saat ini pemerintah masih enggan melaksanakan perintah pengadilan dan memilih mengajukan peninjauan kembali ke MA.

Pada 9 Agustus 2019 lalu sejumlah warga yang diwakili Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) mengajukan class action terhadap Direktur Utama PT PLN Persero dan Menteri BUMN atas padamnya listrik di sejumlah wilayah Jabodetabek. Warga menilai tergugat telah melakukan perbuatan hukum yang mengakibatkan kerugian pada warga.

Atas hal itu penggugat memohon agar hakim mewajibkan kedua tergugat membayar kerugian materiil masing-masing Rp10 triliun.

Perkara ini didaftarkan dengan nomor 653/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL. Saat ini proses persidangan masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Persidangan terakhir digelar pada 16 Oktober 2019 lalu.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali