Menuju konten utama

Kilas Balik Hubungan Bersejarah Indonesia-Sri Lanka

Presiden Sri Lanka kembali datang ke Indonesia setelah puluhan tahun lamanya. Kedua negara kembali membuat sejarah sebagai negara yang sempat punya hubungan panjang dari pra kolonial hingga pascakolonial Belanda.

Kilas Balik Hubungan Bersejarah Indonesia-Sri Lanka
Presiden Joko Widodo bersama Presiden Sri Lanka, Maithiripala Sirisena menyaksikan penandatanganan dua MoU oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Perikanan dan Pembangunan Sumber Daya Perairan Dilip Wedaarachchi di ruang kredensial, Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/3). ANTARA FOTO/SETPRES/Bayu Prasetyo/pd/17.

tirto.id - Indonesia dan Sri Lanka bisa disebut negara tetangga tapi jaraknya berjauhan--Samudera Hindia memisahkan keduanya. Namun, bagaimana pun kedua negara serasa dekat kala sama-sama mengalami pahitnya dihantam tsunami dahsyat 2004 silam.

Maret ini jadi bulan yang bersejarah bagi kedua negara, karena Presiden Sri Lanka menyambangi Indonesia setelah sekian lama. Pada Rabu (8/3/2017), Presiden Jokowi menemui Presiden Sri Lanka Maithiripala Sirisena di Istana, Jakarta. Kali pertama setelah 41 tahun lamanya seorang pemimpin Sri Lanka bertandang ke Tanah Air.

Kehadiran Sirisena ke Indonesia juga dalam rangka kegiatan KTT IORA (Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia) 2017 di Balai Sidang Jakarta yang menghasilkan Jakarta Concord yang menekankan kerja sama pada bidang pemberantasan terorisme dan tindak kekerasan. Di sela acara ini, dihelat pertemuan bilateral resmi dengan para delegasinya dari Sri Lanka dan Indonesia--salah satunya membahas kerja sama ekonomi.

Hubungan diplomatik pasca kemerdekaan antara Indonesia dan Sri Lanka juga telah dijalin secara resmi sejak 1952 atau 65 tahun lamanya. Indonesia memiliki kedutaan besar di Colombo dan Sri Lanka pun punya perwakilan di Jakarta. Keduanya juga sama-sama anggota pendiri Gerakan Non-Blok.

Hal ini juga berlanjut kepada hubungan ekonomi meskipun belum tampak menunjukkan yang signifikan. Kinerja total perdagangan keduanya menunjukkan fluktuatif bahkan menurun. Total perdagangan Indonesia-Sri Lanka pada 2011 sempat menembus US$ 376,49 juta, kemudian turun hanya US$ 262,23 juta pada 2016. Nilai tertinggi perdagangan tercatat pada 2012 hingga US$ 390,93 juta. Indonesia memang sering surplus perdagangan dengan Sri Lanka.

Suramnya kinerja perdagangan juga terasa di bidang investasi. Berdasarkan data BKPM, sejak 2010 hingga 2016, proyek investasi Sri Lanka di Indonesia hanya tercatat pada 2011 sebanyak 2 proyek, 2011 hanya 1 proyek. Hubungan ekonomi yang kurang maksimal ini rupanya menjadi momentum kedua kepala negara untuk saling meningkatkan kerja sama di antaranya bidang maritim. Indonesia dan Sri Lanka juga sedang mematangkan kerja sama perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA).

"Kita sepakat untuk meningkatkan kerja sama melalui pertukaran pengalaman dan peningkatan kapasitas," kata Presiden Jokowi.

Pembahasan FTA dengan Sri Lanka memang sejak lama menjadi konsen Indonesia. Ini karena banyak produk Indonesia yang akan masuk ke Sri Lanka masih dikenai tarif impor yang lumayan tinggi. Adanya FTA diharapkan memperluas jangkauan produk kedua negara, seperti Indonesia yang selama ini hanya terbatas mengekspor tembakau, produk makanan dan minuman, dan suku cadang kendaraan bermotor.

"Kita itu hambatannya adalah untuk tarif untuk ekspor kita yang masih cukup tinggi karena memang kita tidak ada perjanjian perdagangan di antara kita (negara IORA) misalnya untuk otomotif saja kita kena 20-40 persen tarifnya," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dikutip dari Antara.

Infografik Neraca Dagang Indonesia - Sri langka

Jejak Sejarah Indonesia-Sri Lanka

Upaya kembali merajut kerja sama perdagangan dengan Sri Lanka seakan mengingatkan catatan sejarah kedua negara yang pada masa lalu cukup erat. Sejarah mencatat hubungan (pra) Indonesia dan Sri Lanka sudah terjalin sejak abad ke-8 atau bahkan sebelumnya, bersamaan dengan sejarah persebaran dan kejayaan Buddha di kepulauan Nusantara.

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia II Zaman Kuno karya Marwati Djoenoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto mengungkapkan beragam prasasti seperti Kalasan 778/779M, prasasti Kelurak 782 M, prasasti Abhayagiriwahara dari bukit Ratu Baka 792 M, dan prasasti dari candi Plaosan Lor semuanya menggunakan huruf siddham dan berbahasa Sansekerta. Huruf Siddham diketahui hanya dipakai di wilayah India Utara dan Sri Lanka. Besar kemungkinan bahwa Rakai Panangkaran ketika memeluk Buddha mengambil guru dari wilayah India Utara atau Sri Lanka. Bahkan dalam prasasti Abhayagiriwahara disebutkan tentang adanya hubungan dengan wilayah yang kini Sri Lanka.

Rakai Panangkaran inilah yang kemudian mendirikan bangunan-bangunan suci kerajaan seperti candi Plaosan, Sewu, Candi Sari, Candi Lumbung yang semuanya berlatar belakang Buddha. Berdirinya Candi Borobudur juga tidak lepas dari restu Rakai Panangkaran kepada umat Buddha.

Pascakejayaan Buddha maupun Hindu berakhir yang digantikan dengan era Islam dan kolonial, hubungan kedua wilayah masih terjalin. Perusahaan Belanda, VOC hanya menguasai wilayah Nusantara melainkan ekspansinya hingga ke Sri Lanka sehingga keduanya kendali VOC pada abad ke-17 dan 18. Wilayah ini juga punya hubungan dengan para tokoh daerah yang sempat diasingkan ke Sri Lanka. Salah satunya Amangkurat III dari Kasunanan Kartasura.

Keberadaan orang-orang melayu di Sri Lanka bukan hal yang aneh. Dari catatan B. A. Hussainmiya berjudul Malays in Sri Lanka menyebut banyak dari tentara Melayu di Nusantara dari kelas bangsawan turut dikirim ke daerah koloni lainnya di Sri Lanka yang kala itu bernama Ceylon. Para raja dan bangsawan berasal dari Sulawesi, Ternate, Tidore, Bacan hingga wilayah Timur seperti Kupang dan kepulauan rempah-rempah lainnya, termasuk Bugis, Sunda, Madura, Minangkabau, Ambon, Bali pernah diasingkan ke sana.

Orang buangan politik yang dikirim ke di Sri Lanka dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah "disailankan" yang merujuk kepada dikirimnya mereka ke Ceylon yang berarti pembuangan. Sehingga populasi orang-orang Melayu di Sri Lanka hingga kini cukup banyak.

Menurut data Sensus Penduduk yang dilakukan pemerintah Sri Lanka pada 2012, orang Melayu di negaranya berjumlah 40.189 orang. Beberapa tempat di Sri Lanka juga diyakini merujuk pada keberadaan nama-nama identik Indonesia seperti Jawa dan masyarakat Melayu lainnya seperti Jawatte, Kartel (Slave Island), Ja-Ela, Javakachcheri hingga nama-nama jalan seperti Melayu Street, Jawa Lane, dan Jalan Padang.

Sejarah Indonesia dan Sri Lanka yang sudah terjalin lama akan menjadi perekat kembali hubungan perdagangan kedua negara yang sempat menurun. Pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Sri Lanka Maithiripala Sirisena belum lama ini hanya serpihan panjang dari garis sejarah yang perlu dilanjutkan.

Baca juga artikel terkait KUNJUNGAN PRESIDEN SRI LANKA atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Politik
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Suhendra