tirto.id - Bimanesh Sutardjo, dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau melontarkan pernyataan mengejutkan saat memberi keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (4/5). Bimanesh yang telah berstatus terdakwa menyebut kecelakaan yang dialami Setya Novanto sebagai rekayasa. Salah satu indikasi rekayasa itu, menurutnya, kondisi Novanto tidak seperti umumnya korban kecelakaan serius.
“Memang ada hipertensi yang saya diminta untuk konsul pertama kali. Namun setelah melihat, dan dilaporkan bahwa ini telah terjadi kecelakaan kendaraan bermotor, saya berpikir ini gak mungkin," kata Bimanesh.
Bimanesh bilang jika kaca mobil yang ditumpangi Novanto memang hancur karena kecelakaan, mestinya mantan ketua DPR itu mengalami luka lebih serius ketimbang sekadar lecet di kepala. Pendapat ini, kata Bimanesh, mestinya juga bisa dipahami polisi yang menyidik kasus kecelakaan Novanto saat membaca hasil visum yang ia keluarkan.
“Sebenarnya, maaf yang mulia, visum yang saya berikan itu bisa jadi petunjuk kepada polisi, itu bisa dijadikan petunjuk kepada polisi,” kata Bimanesh.
Pengajar hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakkir menilai jaksa KPK harus menghadirkan polisi yang menangani Novanto ke persidangan. Ini penting untuk memastikan apakah kecelakaan Novanto rekayasa atau bukan. “ Wajib hadir. Wajib untuk menjelaskan,” kata Muzakkir.
Muzakkir mengatakan polisi harus mempertanggungjawabkan laporan mereka bahwa kecelakaan Novanto bukan rekayasa. Menurutnya, jika kecelakaan Novanto ternyata bukan rekayasa, maka petugas kepolisian yang menyimpulkan kecelakaan itu kecelakaan murni bisa dikenakan sanksi etik.
“[Petugas yang membuat kesimpulan perlu] dibawa ke majelis profesi kepolisian [untuk mengetahui] di mana letak kesalahannya atau di mana dia memberikan keterangan sesuatu yang tidak sesuai fakta,” kata Muzakkir.
Di sisi lain Muzakkir juga mengkritisi langkah KPK menetapkan Bimanesh sebagai tersangka merintangi penyidikan. Menurut Muzakkir KPK mestinya membuktikan dulu apakah kecelakaan Novanto rekayasa atau bukan.
Kedua, apabila ada rekayasa kecelakaan, Muzakir menilai kepolisian yang seharusnya lebih dulu menyidik. Sebab mereka yang lebih tahu kecelakaan Novanto rekayasa atau bukan. Dari situ polisi bisa menelusuri pihak yang terlibat dalam rekayasa kecelakaan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan pihaknya tidak akan ikut campur proses persidangan. Ia meminta publik tidak mencampurkan pandangan Bimanesh melalui hasil visum dengan hasil penyidikan kepolisian yang menyatakan kecelakaan Novanto sebagai kecelakaan tunggal murni.
"Biarkan itu sidang berjalan, penyidikan berjalan. Sekarang kalau seorang dokter mengomentari memang bisa? jadi biarkan berjalan saja. Biarkan berjalan penyidikan dan sidang sendiri-sendiri," kata Argo saat dihubungi Tirto, Sabtu.
Argo tak menyebut penyidik kepolisian menggunakan visum dari Bimanesh. Namun, mantan Kapolres Nunukan itu memastikan penyidik Polda menggunakan visum dari dokter di luar dari visum Bimanesh.
"Dokter siapa saja boleh, dokter puskesmas boleh, dokter rumah sakit boleh," kata Argo.
Argo enggan merespons pertanyaan apakah kepolisian bersedia mengirim polisi yang menangani kasus kecelakaan Novanto untuk memberi keterangan di pengadilan. "Enggak usah berandai-andai. Tunggu aja," sambung Argo.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah tidak menjawab saat ditanya apakah KPK sudah memintai keterangan kepolisian dalam kasus dugaan merintangi penyidikan yang menjerat Bimanesh dan Fredrich Yunadi. Ia pun tidak menjawab kemungkinan menghadirkan penyidik Polri di persidangan untuk membuktikan dugaan rekayasa dalam kecelakaan Novanto. Febri hanya memastikan mereka akan membuktikan dugaan rekayasa yang dilakukan dalam perkara merintangi penyidikan dengan menghargai penegak hukum lain.
"KPK fokus pada pembuktian pasal 21 saja. Untuk domain kewenangan Polri tentu berada di Polri," kata Febri.
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya