tirto.id - Perusahaan dan pemerintah dinilai lalai dalam menyediakan sarana prasarana keselamatan serta keamanan kerja dalam insiden meledaknya tungku peleburan nikel di kawasan PT International Morowali Park (PT IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah.
Hal ini disampaikan oleh perwakilan serikat buruh tingkat nasional, serikat tani, dan NGO perburuhan yang tergabung dalam Solidaritas Buruh IMIP Morowali.
“Ini merupakan persoalan serius. Negara dan perusahaan harus bertanggung dalam kasus kecelakaan ini,” terang Yahya dari SGBN (Sentral Gerakan Buruh Nasional), dalam keterangan tertulis, Selasa (26/12/2023).
Sebelumnya, dikabarkan ada 13 buruh PT Indonesia Tsingsan Stainless Steel (PT ITSS) meninggal serta 46 korban mengalami luka bakar dan patah tulang, akibat meledaknya tungku peleburan nikel di kawasan PT IMIP. Kejadian ini terjadi, Minggu (24/12/2023).
Dalam kesempatan yang sama, seorang buruh, RN, mengaku bahwa perusahaan itu kerap abai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berakibat membahayakan pekerja. RN merupakan buruh di PT Ocean Sky Metal Indonesia (PT OSMI), namun sering dipindahkan ke perusahaan di kawasan IMIP.
“Perintah maintenance, sering kali dilakukan dalam kondisi tungku masih dalam keadaan panas, padahal menurut SOP perawatan tungku harus dalam keadaan aman, sehingga mesin tungku harus dimatikan dan didinginkan selama 1 minggu sebelum proses perawatan,” kata RN.
Solidaritas Buruh IMIP Morowali menyatakan, PT IMIP memberlakukan praktik ketenagakerjaan yang cenderung melanggar peraturan perundangan. PT IMIP kerap menyalurkan buruh ke perusahaan-perusahaan yang beroperasi di PT IMIP sehingga bertindak laiknya calo tenaga kerja.
Di sisi lain, kawasan PT IMIP juga mengabaikan sarana dan prasarana atau infrastruktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang layak. Diketahui, 5 orang dari 13 buruh yang tewas saat insiden, terjebak dalam pusaran api karena tidak ada jalur evakuasi yang tersedia. Beberapa buruh yang terjebak memilih untuk melompat dari lantai 3 bangunan smelter yang mengakibatkan cedera serius.
Ketua Umum Konfederasi KASBI, Sunarno, menyatakan bahwa insiden ini menambah daftar pelanggaran atas buruknya kondisi kerja industri pertambangan nikel yang digenjot oleh negara. Padahal, industri hilirisasi kerap disebut ‘anak emas’ karena mendampat embel-embel program strategis nasional (PSN) energi terbarukan yang menarik lapangan kerja.
“Program hilirisasi yang digembar-gemborkan pemerintah pada faktanya banyak mengabaikan hak-hak buruh, mereka harus bekerja dengan mempertaruhkan nyawa,” kata dia.
Terpisah, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Haiyani Rumondang, memastikan para korban, baik yang meninggal dunia maupun yang luka-luka akan mendapatkan manfaat jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, Haiyani menyatakan bahwa Kemnaker telah melakukan koordinasi dengan pihak Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tengah dan juga perusahaan terkait.
Dia menambahkan, industri smelter termasuk industri dengan risiko bahaya tinggi, maka wajib menerapkan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang tinggi.
"Maka harus benar-benar dipastikan semua keadaan sesuai dengan persyaratan K3, terlebih pada industri smelter yang memiliki risiko bahaya tinggi. Pembinaan terus dilakukan termasuk memastikan prosedur dan personil K3 yang memenuhi standar K3," ucap dia dalam keterangan resmi, Minggu (24/12/2023).
Haiyani menyampaikan, Tim Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tengah dan Pusat akan melakukan pengawasan, termasuk memberikan pembinaan penerapan norma ketenagakerjaan khususnya K3.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz